Sabtu, 22 September 2012

Semilir Angin Senja

Januari 11, 2011

KETIKA PAPA BERCERITA 3

Diarsipkan di bawah: Kenangan Papa — ritrin @ 1:20 pm and
Nama Papa H. Djasri Sjamsuddin yang lahir 03 September 1937 yang kata2 Sjamsuddin diambil dari nama ayah beliau, H. Sjamsuddin seorang tokoh ulama di daerah Tilatang Kamang. Baliau adalah Angku Imam di Musajik di kampung kami di Desa Kaluang Kenagarian Tilatang Kamang Kab. Agam yang mana kini masuk wilayah Kota Bukittinggi. Sahingga banyak yang berkainginan basuamikan beliau sahingga nenek kami berjumlah empat orang. Istri yang tertua adalah Ibu dari Papa yang bernama Kinan. Kalo ditambah ti maka jadi nama yang keren ala jaman sekarang menjadi Kinanti J.


Papa masuk SR (Sekolah Rakyat) di desa Kaluang tamat tahun 1952 salama 6 tahun trus melanjutkan ke SMP swasta Simpang Ampek Pekan Kamis setahun trus berhenti sebab beliau ingin membuat ijazah negeri SR dengan ikut ujian ke Padang Gamuak Tarok Bukittinggi. Setelah lulus dan ijazah didapatkan, dilanjutkan ke SMP 6 Simpang Lambau di depan SMA 1 Gajah Tongga selama 2 tahun trus pindah ke Batusangkar ke SMP 2 Negeri Batusangkar tamat di tahun 1955. Melanjutkan ke SMA Negeri Batusangkar trus pindah ke Bukittinggi. Masuk SMA B Bukittinggi yang tempatnya di SMA 2 Bukittinggi sekarang di seputaran lapangan kantin. Nah ketika di SMA itulah sekitar kelas 2 pecah perang PRRI. Sewaktu itu Papa hanya mendengar tentang kondisi yang bagolak tu dari radio yang pake batere besar sepuluh biji. Jadi untuk sekedar mendengar radio jadi mahal di masa itu.
Sebagaimana para pelajar seusia Papa di masa itu, kebanyakan mereka langsung bergabung menjadi tentara dibawah komando Kolonel Ahmad Husen. Sekitar tahun 1958 dan Papa bergabung dengan Brimob 5149 Padang Panjang yang bermarkas di Kampung Katiagan di lereng Gunung Merapi yang mengarah ke Kota Padang Panjang. Papa masih ingat senjata yang dipegang dia waktu itu adalah Jungle Pop Or US. Mereka bergerilya masuk ke dalam kota Padang Panjang mengincar markas Tentara Soekarno.
Bila terlihat musuh di selisip rumah orang maka akan sama-sama sembunyi, tidak ada perang yang membabi buta. Sepertinya mereka segan menembak dan pihak Tentara Pelajar inipun segan untuk menembak. Sungguh perang yang santun. Jikapun ada terjadi pembantaian atau tembak menembak biasanya musuh tidak terlalu jelas atau balasan serangan yang menyebabakan korban. Bila sama-sama jelas terlihat yang satu dipojok rumah yang satu dan yang lain di pojok rumah satunya lagi, maka akan sama-sama mundur. Kompi Papa waktu itu adalah Brigadir Muchtar Djamal. Berada di Padang Panjang itu mulai dari akhir 1958 sampai 1959.
Tahun 1960 Papa pindah ke Combad Suayan di daerah Suliki Kab. 50 Kota dan bertugas disana selama 4 bulan. Meneruskan tugas ke Aia Kidjang di daerah Kumpulan perbatasan Bukittinggi dan Lubuak Sikaping Pasaman. Ketika bergerak ke daerah Bonjo di Pasaman, Papa bertemu dengan Pak Imam (Buya Moh. Natsir) dimana Papa tergabung dalam Pasukan Khusus yaitu Pasukan Teritorial Bonjol yang berjumlah 10 orang. Waktu itu yang menjadi wali Nagari di daerah tersebu adalah Mamak Angku Yarnani yang berpusat di Koto Kaciak Kumpulan.
Saat inilah Papa bisa bertemu dengan Pak Syafruddin Prawiranegara yang pada saat itu sebagai Presiden RPI (Republic Persatuan Indonesia) perubahan nama dari PRRI. Bertemu di suasana Upacara Bendera. Pak Syafruddin waktu itu tidak begitu faham upacara militer diiringi dan dipandu oleh Kolonel Dahlan Djambek dimana Upacara Bendera itu benar-benar dibuat seperti layaknya Upacara Bendera sebuah Negara yang berdaulat. Sewaktu itu Pak Syafruddin tinggal di Koto Tinggi Suliki. Hampir semua kesatuan hadir di Upacara Bendera Milter saat itu, Papa mengenang.
Pak Imam sewaktu bersembunyi di daerah itu membutuhkan staff untuk keperluan kurir logistic. Entah karena melihat Papa yang bisa dipercaya atau karena track record Papa selama menjadi tentara pelajar dalam kurun waktu perang itu, maka terpilihlah beliau untuk ikut di rombongan Pak Imam di Gang Kenanga di dalam rimba di aliran Batang MAsang itu. Papa mulai bertugas di bulan Januari 1961. Bertugas untuk keluar masuk rimba tanpa sedikitpun meninggalkan jejak sehingga diperlukan ketelitian dalam perjalanan. Sedapat mungkin tidak ada bekas jejak yang ditinggalkan. Bila di sungai harus berjalan di dalamnya sehingga tidak ada jejak yang membekas baik di pinggir sungai atau di batu-batu yg bertebaran di sungai-sungai pedalaman Sumatera itu.
Perjalanan Papa terkadang harus dilakoni sendiri seperti membawa senjata bantuan Amerika. Mengirim surat-surat yang ditulis Pak Imam untuk dikirimkan ke Amerika sebagai Negara yang membantu perjuangan RPI kala itu. Sebab sama-sama tidak setuju dengan komunis. Namun dikala itulah Papa bertemu suka dukanya berjalan sendirian di Rimba Sumatera itu. Yang paling sering melihat dua mata bersinar terang si Inyiak Rimba alias Harimau Sumatera. Pernah juga dari atas pohon yang sangat lurus dan tinggi, turun seperti hendak mengejar seekor Gorila hitam yang sangat besar ke bawah namun tepat tinggal beberapa meter dari tanah, si Gorila telah lenyap tanpa bekas.
Begitu juga dengan nasib mujur bertemu beberapa pohon durian di tengah rimba yang berbuah lebat dan di tanah penuh dengan durian yang berjatuhan karena baru dilanda angin kencang. Beliau pilih yang besar dan bagus dan langsung disantap ditempat, namun hanya sanggup menghabiskan delapan buah yang wangi ranum. Akibatnya dia mabuk durian dan jadi kapok untuk makan durian sampai saya beli durian ketika masa saya bersekolah di Bukittinggi. Dia makan durian sambil bercerita tentang durian yang dia makan sewaktu di rimba Kumpulan di zaman bagolak.
Saya tidak akan menulis banyak tentang Gang Kenanga dimana di tempat ini Buya Moh Natsir bersembunyi bersama keluarga dan rombongannya. Hal ini sudah saya ungkapkan detail di tulisan saya Ketika Papa bercerita bag. 1. Hanya sedikit saya singgung tentang keterangan Papa yang berusaha mengingat-ingat waktu di Gang Kenanga ini antara januari 1961 s/d Sept 1961 Pak Imam menulis naskah buku yang berjudul Capita Selecta 3, dimana saya lihat di sebuah Blog Buya Masoed Abidin, naskah Capita Selecta 3 ini tidak diterbitkan.
Sebab apa alasannya tidak diterbitkan naskah tersebut tidak ada keterangan di blog tersebut.
To Be Continued
Batam, 11-1-11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar