Selasa, 29 Mei 2012

Intelektual Muslim Patahkan Gelombang Liberalisasi dan Westernisasi

JAKARTA (VoA-Islam) – Kehadiran INSIST dan MIUMI ternyata membuat kaum liberal menjadi gerah. Karena para intelektual dan ulama muda, seperti Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Dr. Adian Husaini, Dr. Adnin Armas, Dr. Fahmy Salim, Dr. Henry Muhammad dan peneliti muda lainnya, sangat concern dalam menekuni bidang filsafat dan pemikiran, sehingga dengan sangat mudah mematahkan pemikiran batil kelompok liberal yang selama ini kerap memarginalkan Islam.
Dalam konferensi pers di Gedung Bukopin, Jakarta Timur, sebelum launching buku berjudul “Misykat: Refleksi tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi”, Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan, seiring akan disahkannya Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) oleh DPR, tanpa disadari telah terjadi gelombang liberalisasi dalam segala hal. Sosok feminis seperti Irshad Manji yang membawa ide lesbianisme dan Lady Gaga yang mempertontonkan kevulgaran dan ritual setan dalam setiap panggungnya terus mencoba “mengotori” bumi yang dihuni umat Islam terbesar di dunia ini, Indonesia.
Munculnya kelompok pembela Irshad Manji dan Lady Gaga membuat kita bertanya, ada apa ini? Dikatakan Gus Hamid, begitu ia akrab disapa, gelombang westernisasi dan liberalisasi begitu deras menginvansi negeri ini, sehingga umat Islam Indonesia selalu dibuat cemas. “Kita prihatin, ada tokoh Komnas HAM yang ternyata seorang homo. Setelah Irshad Manji dan Lady Gaga, tokoh homo dan lesbi siapa lagi yang akan didatangkan kelompok liberal ke Tanah Air?”.
Dari fenomena liberalisasi dan westernisasi ini, buku berjudul Misykat ditulis oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, menjadi jawaban untuk mencounter penyesatan yang dilakukan kelompok liberal, meski ia tidak menjawabnya secara spesifik. “Saya hanya menjawa dari aspek pemikiran,” ujar Gus Hamid.
Ada lima gelombang yang selama ini menjadi doktrin kaum liberal kepada umat Islam, yakni: 1) Nihilisme (menihilkan nilai-nilai) 2) Pluralisme 3) Desakralisasi 4) Equality, 5) Demokratisasi. Ke semua gelombang itu akan bermuara pada marginalisasi agama dan nilai-nilai luhur suatu bangsa. Ini berbahaya bagi generasi muda, khususnya generasi muda Islam.
Ketika kaum liberal mengkampanyekan, bahwa kebenaran menjadi relatif, akhirnya kita tidak boleh lagi bicara baik dan buruk. Pada saat “kekerasan atas nama agama” dianggap suatu hal yang serius, tapi giliran kekerasan seperti mutilasi, yang dilakukan bukan dari kalangan agama, seolah dianggap biasa, bahkan dinilai sebagai bentuk kekerasan yang bisa ditolerir.Ada apa ini? Kenapa agama dianggap jahat, sedangkan mutilasi dianggap biasa? Inilah era liberalisasi dan globalisasi.
Kata-kata yang sering dilontarkan seperti: jangan bawa-bawa agama ke ranah politik, jangan merasa benar sendiri, sesungguhnya ini pernyataan yang menyudutkan agama. Gelombang deskralisasi atau dekonstruksi  menyebabkan hilangnya nilai-nilai dan tidak ada lagi yang sakral. Gedung Gelora Bung Karno (GBK) yang selama ini dijadikan “tempat yang sakral” untuk menggelar sebuah event religius dan hal-yang bersifat nasional, bergeser menjadi panggung yang bernuansakan porno.
“Ini adalah pengghinaan sebuah tempat yang agung dan sacral, seolah sudah tidak ada lagi budaya yang luhur di negeri ini. Indonesia yang katanya berideologi Pancasila, justru dilabrak oleh aktivitas yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi. Agama tidak diberi tempat untuk menyikapi suatu masalah, ini akibat liberalisasi dan westernisasi telah mengepung kita,” kata Gus Hamid
FPI dianggap sebagai simbol kekerasan, padahal elemen bangsa lain seperti MIUMI, Muhammadiyah, MUI, INSIST juga melakukan penolakan  terhadap Lady Gaga tanpa melakukan kekerasan.
Penyebaran Liberalisasi
Yang lebih memprihatinkan adalah wacana sekularisme, liberalisme dan pluralism kini telah memasuki ranah perguruan tinggi. Hari ini pendidikan di negeri ini telah terkontaminasi pemikiran liberal, pluralisme agama, dan relativisme. “Soal toleransi, umat Islam tak perlu diajari. Saya sudah keliling Eropa, ternyata toleransi yang terbaik adalah di Indonesia. Toleransi tidak akan ditemui di Barat.”
Gus Hamid berharap buku “Misykat” yang bernuasakan filosofis ini memberi kontribusi pemikiran yang mencerahkan, sehingga identitas bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Kita dihadapi oleh tantangan dari luar. Gelombang pemikiran dan kebudayaan harus dihadapi dengan cara yang sama.
“Itulah sebabnya, invansi pemikiran liberalisasi dan westernisasi sebagai lifestyle harus dihadapi dan diselesaikan dengan cara intelektual dan pemikiran juga. Ketika kaum liberal hendak memarginalkan agama, maka kita patahkan mereka dengan intelektual dan keimanan yang kokoh. Sehingga ke depan Indonesia menjadi bermartabat,” jelas Gus Hamid yang juga Ketua Umum MIUMI.  Desastian

LKAAM dan Walnag Tolak RUU Desa


Anggap Anggota DPR asal Sumbar Mengecewakan
Padang Ekspres • Rabu, 30/05/2012 10:56 WIB • GUSTI AYU GAYATRI • 29 klik

GRAFIS : EKO
Padang, Padek— Lembaga Ke­rapatan Adat Alam Mi­nang­kabau (LKAAM) Sumbar, prak­tisi perguruan tinggi, buda­yawan dan wali nagari se-Sumbar me­no­lak ditetapkannya Ran­cangan Undang Undang Desa menjadi UU Desa dalam waktu dekat ini oleh DPR RI.

Penolakan itu didasari ada­nya kekhawatiran pem­ber­la­kukan UU tersebut akan me­ru­sak tatanan adat di tengah mas­ya­rakat. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara anggota Pansus  RUU Desa DPR RI dengan tokoh masyarakat, perguruan tinggi, wali nagari  se-Sumbar, DPRD kota/kabu­pa­ten, DPRD Sumbar dan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno di au­ditorium Gubernuran, ke­ma­rin ( 29/5).

“Kami tak setuju dengan keberadaan RUU desa ini. Di  Sumbar nagari itu tidak hanya dalam arti pemerintahan saja, tapi  juga dalam arti adat.

RUU Desa memisahkan an­tara pe­merintahan dengan pe­me­rin­ta­han adat. Kalau adat sudah di­pecah belah seperti itu, akan han­curlah semuanya,” ujar ang­go­ta LKAAM Sumbar Akmal Rangkayo Baso.

Selama 1979-1999, Orde Baru sudah melakukan pen­ye­ra­gaman dengan model desa administratif. “Kami juga prihatin UUD 1945 amandemen kedua malah menghilangkan istilah desa,” lanjutnya.

Catatan LKAAM ada 40 pelanggaran hak ulayat yang dilakukan oleh berbagai pihak, tapi saat masyarakat me­nga­dukan nasibnya, pemerintah tak merespons.

Sejarawan UNP Mestika Zed mengatakan, RUU Desa yang digagas DPR RI belum tentu sesuai dengan karak­teristik masyarakat di suatu daerah. Karena itu, dia me­ngi­ngatkan pusat jangan mem­preteli istilah pemerintahan yang ada di setiap daerah. Dia mengatakan sudah puluhan tahun masyarakat trauma dengan kebijakan pemerintah pusat yang terus mempreteli aturan yang ada di masyarakat.

“Saya sangat kecewa dengan ang­­gota DPR RI dari dapil Sum­bar. Harusnya mereka meno­lak ren­cana ini. Bu­kan­nya tak tega di­sodorkan am­prah per­jalanan di­nas untuk pem­ba­h­asan RUU ini. Kami kecewa de­ngan sikap ang­gota DPR RI da­pil Sumbar yang setuju dengan RUU ini,” ujar­nya.

Sedikit  berbeda, bu­da­yawan dan praktisi tradisional, Mus­ra Dah­lizar mengaku tak mem­per­soalkan nama desa itu. Tapi, dia meminta saat perubahan na­ma itu dilakukan tidak berpe­ngaruh terhadap kerapatan adat. Mi­sal­nya di Batipuhbaruh, ada 12  jo­rong. Jika jorong  akan disa­ma­­rata­kan dengan desa, jangan ada pula pembentukan ke­ra­pa­tan adat baru. “Kerapatan na­gari ja­ngan diutak-atik,” te­gasnya.

Ketua Forum Wali Nagari (Forwana) se-Sumbar, Anwar Maksum menyebutkan, dalam draf  RUU Desa, klausul pe­me­rintahan desa dihilangkan. RUU Desa memposisikan ke­pa­la desa sebagai penguasa tunggal di desa. BPD hanya se­bagai lembaga kemas­ya­ra­katan yang berfungsi me­nam­pung dan menyalurkan as­pirasi masyarakat. BPD hanya sekadar memberikan saran, pendapat dan masukan dalam penyusunan regulasi.

“Kondisi ini sangat ber­ba­haya bagi perkembangan  de­mok­rasi  di tingkat desa. Gam­baran RUU ini seakan me­ngem­balikan semangat  UU No 5 Tahun 1979 yang sen­tralistik dan tidak demokratis. Dalam kon­teks ini, RUU Desa meru­pakan langkah mundur terhadap per­kem­bangan de­mok­rasi di ting­kat  pemerintah desa yang telah mem­buat desa selama ini men­jadi dinamis,” ujarnya.

Sehubungan dengan itu, Forwana Sumbar mere­ko­men­da­s­ikan tetap mem­per­tahan­kan pe­merintah desa dan BPD seba­gai  penyelenggara  peme­rintah desa  bersama dengan kepala desa. Forwana Sumbar mengu­sul­kan penambahan dari 96 pa­sal menjadi  99 pasal (Seleng­kap­nya lihat grafis). “Kami berharap usulan kami ini dapat menjadi perhatian bagi pembuat kebijakan,” ujar­nya.

Anggota Pansus  RUU De­sa, Abdul Wahab Dalimunte men­yebutkan, RUU Desa ini dibuat bukan untuk meng­ha­bisi nagari.

“Perlu diketahui, RUU ini bukan usulan kami, tapi usu­lan dari eksekutif (Men­­dagri Ga­mawan Fauzi), nan­ti saya sam­paikan ke Men­dagri bah­wa di daerahnya yang paling ribut  soal RUU Desa itu,” ujarnya.

Ketua Rombongan Tim Pan­sus RUU Desa Budiman Su­jat­miko meyakinkan peserta dis­kusi bahwa RUU Desa ini ba­nyak manfaatnya bagi na­gari. Sebab, RUU Desa akan mem­perkuat  payung hukum ke­beradaan pemerintah teren­dah. “Kami tak punya maksud mem­preteli seperti itu. Ini kan demi kebaikan  bersama juga. Supaya ada payung hukum dari pe­me­rintahan terendah, entah apa pun namanya. Kami tetap me­ng­hormati kebe­ragaman yang ada,” ujarnya. (***)

Senin, 14 Mei 2012

Renungan

Mau Masuk Surga? Anda Wajib Meyakini Lima Prinsip Ini!

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Setiap kita pastinya ingin masuk surga. Hanya orang yang rusak akal dan fitrahnya yang siap masuk neraka. Sedangkan untuk masuk surga ada syarat yang harus dipenuhi. Ada jalan yang harus ditempuh. Ada pula I'tiqad dan amal yang harus dijalankan.
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan syarat-syarat dan jalan menuju surga. Di antara yang terdapat dalam hadits Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'Anhu yang mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat) pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Makna syahadat ialah: persaksian dengan hati dan lisan dengan memahami maknanya dan mengamalkan tuntutannya secara zahir dan batin. Sebuah persaksian tidak sah kecuali jika bersumber dari ilmu (pengetahuan), keyakinan, ikhlas, dan jujur. Maka siapa yang bersaksi dengan lima perkara di atas berarti ia berikrar (mengucapkan)-nya dengan memahami maknanya, mengamalkan tuntutannya, secara lahir dan batin. (Lihat: Fathul Majid: 51-51)
Makna Laa Ilaha Illallah
Kesaksian pertama yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bersyahadat Laa Ilaha Illallah. Maknanya bersaksi bahwa tidak ada yang disembah dengan hak (benar) kecuali Allah. Karena ma'budat (sesembahan/yang diibadahi) itu ada dua; Pertama, disembah dengan benar, yaitu Allah Ta'ala. Kedua, disembah dengan batil, yaitu setiap yang diibadahi selain Allah seperti patung-patung, berhala, para wali, orang-orang shalih dan semisalnya.
Maka makna syahadat ini: mengucapkan kalimat syahadat dengan mengetahui maknanya, benar-benar meyakininya, dan mengamalkan tuntutannya. Maka siapa yang tidak mau mengucapkan Laa Ilaha Illallah maka tidak dihukumi sebagai muslim, walaupun hatinya benar-benar mengetahuinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaha Illallah . ."
Berucap dengan lisan saja juga belum cukup, tapi ia harus meyakininya dengan hatinya. Siapa yang hatinya tidak meyakini kalimat ini, ia bukan seorang muslim. Orang-orang munafikin mengucapkan Laa Ilaha Illallah, tapi mereka tidak meyakini maknanya. Mereka mengucapkannya atas kepentingan duniawi, karenanya mereka berada di kerak neraka paling bawah.
Munafikin: mereka menampakkan Islamnya dan menyembunyikan kekafirannya, di antara perbuatan mereka menghina agama, Rasul, atau membenci Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan apa yang beliau bawa.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata: "Siapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah tanpa mengetahui maknanya, tanpa meyakini dan mengamalkan tuntutannya: berupa sikap bara' (lepas diri) dari kesyirikan, ikhlas dalam ucapan dan perbuatan, -ucapan hati dan lisan, amal hati dan anggota badan,- maka ucapannya itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma' (kesepakatan ulama)." (Fath al-Majid: 51)
Kalimat, wahdahu (Dia semata) menguatkan penetapan ibadah kepada Allah. sementara Laa Syariikalah (Tidak ada sekutu baginya) menguatkan peniadaan hak bermacam bentuk ibadah kepada selain Allah. Sehingga ringkas dari kandungan persaksian pertama dalam hadits ini, meniadakan peribadatan dari selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan inilah isi Al-Qur'an dari awal sampai akhir, menjelaskan makna ini, menetapkan dan mengajak kepadanya.
. . . Siapa yang mengucapkan Laa Ilaha Illallah tanpa mengetahui maknanya, tanpa meyakini dan mengamalkan tuntutannya, maka ucapannya itu tidak bermanfaat berdasarkan ijma' (kesepakatan ulama). . .
Makna Muhammad Abduhu wa Rasuluh
Menjadi hamba Allah dan Rasul-Nya merupakan sifat mulia yang dimiliki Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahwa beliau menjalankan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau bukan sekutu bagi Allah. Tidak pula mengajak manusia untuk beribadah kepadanya dan mengangkatnya sebagai Tuhan selain Allah. Karenanya tidak boleh bersikap berlebihan kepada beliau dengan mengangkatnya melebihi derajat kehambaannya kepada derajat tuhan.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memang seorang hamba yang wajib beribadah kepada Tuhannya seperti yang lainnya, namun beliau dimuliakan lebih tinggi atas manusia selainnya dengan risalah. Allah memilihnya untuk menjadi utusan-Nya yang mengajak manusia untuk beribadah kepada-Nya semata. Sehingga beliau tidak boleh diremehkan, perkataanya tidak boleh didustakan, perintahnya tidak boleh dikesampingkan, dan larangannya tidak boleh diterjang. Kehidupannya menjadi teladan yang wajib diikuti. Siapa yang ingin dicintai oleh Allah, ia harus mengikuti beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Dalam Fathul Majid disebutkan, "Syahadat Muhammad adalah utusan Allah menuntut iman kepadanya, membenarkan kabar berita yang disampaikannya, mentaati apa yang beliau perintahkan, meninggalkan apa yang beliau larang dan cela, dan tidak mendahulukan perkataan siapapun atas perkataanya."
Makna Isa Adalah Hamba Allah dan Utusan-Nya
Kalimat Abdullah (hamba Allah) adalah sebagai bantahan terhadap keyakinan Nasrani yang meyakini Isa bukan hamba Allah tapi sebagai anak Allah, satu oknum dari tiga tuhan (trinitas). Bahkan mereka sampai menyebut Isa adalah Allah itu sendiri. Allah mengingkari keyakinan mereka dan menghukumi kafir atasnya, "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam"," (QS. Al-Maidah: 72), "Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga". (QS. Al-Maidah: 73).
Warasuluh (utusan-Nya) sebagai bantahan dan pengingkaran terhadap keyakinan Yahudi yang menentang risalah Nabi Isa 'alaihis salam, mendustakannya, menghinanya sebagai anak zina, terus memusuhi dan berusaha membunuhnya.           Kemudian Allah menyelamatkannya dengan mengangkatnya ke langit.
Dalam hadits ini dijelaskan hakikat Nabi Isa dan penciptaannya, keunikan dalam penciptaan beliau sebagai penciptaan Nabi Adam 'Alaihis Salam. Allah ciptakan dengan kalimatnya KUN (jadilah), maka beliau ada tanpa seorang bapak. Karenanya Nabi Isa disebut dengan kalimat karena Allah menciptakan Nabi Isa dengannya. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia." (QS. Ali Imran: 59) Maksudnya: Jika kalian heran dengan penciptaan Isa, dia diciptakan dari seorang Ibu tanpa bapak, ia diciptakan dengan kalimat KUN, lalu jadilah ia, maka bagaimana kalian tidak lebih heran dengan penciptaan Adam yang diciptakan tanpa perantara seorang bapak dan ibu?.
Kehidupan yang Allah berikan kepadanya sebagaimana ruh-ruh bani Adam yang lain. Maknanya bukan dalam diri beliau 'Alaihis Salam bersarang ruh dari Dzat Allah Ta'ala, Maha suci Allah dari memiliki sekutu. Dikhususkan penyebutannya di sini karena beliau diciptakan tanpa perantara bapak. Ini terjadi dengan kuasa Allah 'Azza wa Jalla, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Makna Surga dan Neraka Benar Adanya
Dia juga bersaksi bahwa surga adalah negeri orang-orang bertakwa, sementara neraka sebagai tempat tinggal orang-orang kafir. Keduanya benar-benar ada. Keduanya sudah diciptakan dan sudah ada. Keduanya kekal dan tidak akan hilang untuk selama-lamanya.
Ibnul Qayim menjelaskan, bahwa surga dan neraka adalah negeri balasan pada hari kiamat. Negeri yang tak akan binasa dan hancur untuk selama-lamanya. Jika seseorang beriman dengan dua negeri ini maka akan mendorongnya beramal shalih dan bertaubat dari dosa. Sementara yang tidak beriman kepada akhirat, ia akan berbuat semaunya sesuai keinginan syahwatnya, ia tidak mengintrsopeksi diri mereka sendiri sebagaimana yang Allah kabarkan tentang kaum zalimin dan kafirin. Allah Ta'ala berfirman,
أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ
"Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?,jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi." (QS. Al-Mukminun: 35-37)
. . . Jika seseorang beriman dengan dua negeri ini maka akan mendorongnya beramal shalih dan bertaubat dari dosa. Sementara yang tidak beriman kepada akhirat, ia akan berbuat semaunya sesuai keinginan syahwatnya . . .
Balasan Untuk Lima Kesaksian di Atas
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan bagi siapa yang bersaksi dengan benar terhadap lima perkara yang telah disebutkan maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga seberapa amal yang diperbuatnya.
أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain berbunyi, "Allah pasti memasukkannya ke dalam surga dari pintu surga mana saja yang dia kehendaki."
Para ulama menjelaskan tentang makna balasan baik di atas dalam dua pendapat: Pertama, Allah pasti memasukkannya ke dalam surga walaupun di antara amalnya ada yang baik dan yang buruk. Karena ahli tauhid pasti akan dimasukkan ke dalam surga, hanya saja dia bisa dimasukkan segera atau diakhirkan setelah sebelumnya dibersihkan dosa-dosanya di neraka. Semua ini menunjukkan keutamaan tauhid dan ia menghapuskan dosa-dosa.
. . . ahli tauhid pasti akan dimasukkan ke dalam surga, hanya saja dia bisa dimasukkan segera atau diakhirkan setelah sebelumnya dibersihkan dosa-dosanya di neraka. . .
Kedua, Allah pasti memasukkanya ke dalam surga sesuai dengan amalnya. Karena sesungguhnya penghuni surga itu berbeda-beda atau bertingkat-tingkat tergantung sedikit dan banyaknya amal mereka. Amal penghuni surga saat di dunia berbeda-beda sehingga di akhirat mereka juga bertingkat-tingkat. Sebagiannya lebih tinggi daripada yang lain sesuai dengan kadar amal mereka.
Sesungguhnya surga itu bertingkat-tingkat, sebagiannya lebih tinggai daripada yang lainnya. Neraka juga demikian, sebagiannya lebih rendah daripada yang lainnya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya di surga ada seratus derajat (tingkatan), jarak antara satu derajat dengan satunya seperti jarak antara langit dan bumi yang semua itu disediakan bagi para mujahidin (orang-orang yang berjihad) di jalan-Nya." (HR. al-Bukhari) Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]

Berita Singgalang | Nasional

26.000 Manuskrip Kuno RI Ada di Belanda

Tanggal 15 May 2012 

JAKARTA — Sekitar 26.000 manuskrip kuno Indonesia saat ini berada di Perpustakaan Universitas Leiden Belanda, kata Kepala Perpustakaan Nasional RI Sri Sulasih.
“Jumlah manuskrip kuno Indonesia di luar negeri memang sangat banyak. Ang ka 26.000 itu belum ditam bah dokumen bersejarah lain yang ada di Inggris, Malaysia, dan negara-negara lain,” katanya, di Jakarta, Senin (14/5). Sementara manus krip kuno yang tersimpan di Per pustakaan Nasional ha nya berjumlah 10.300 atau tidak sampai setengah dari yang dimiliki Perpustakaan Universitas Leiden.
“Kami kesulitan untuk mengembalikan manuskrip-manuskrip di luar negeri ke Indonesia karena perpus takaan di luar negeri mem peroleh kertas bersejarah tersebut dengan membeli, artinya mereka sudah ber investasi,” katanya. Menurut dia, perpustaka an di Leiden hanya memberi Indonesia satu naskah tiruan, sedang kan naskah asli tetap di simpan di negeri kincir angin itu. aan Nasional juga terus berusaha mengumpulkan manuskrip bersejarah yang masih tercecer di dae rah-daerah. “Kami meminta per pus takaan daerah untuk me ngumpulkan catatan berseja rah, bahkan jika perlu mem belinya,” kata dia. (*)

Rabu, 02 Mei 2012

Oase Iman

Kisah Seorang Yahudi yang Mengislamkan Jutaan Orang 
 

 
 

Kamis, 01 Maret 2012

Oleh: Mustamid
SI SUATU tempat di Prancis sekitar lima puluh tahun yang lalu, ada seorang berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama Ibrahim. Ia adalah orangtua yang menjual makanan di sebuah toko makanan. Toko tersebut terletak di sebuah apartemen di mana salah satu penghuninya adalah keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak bernama "Jad" berumur 7 tahun.

Jad, si anak Yahudi Hampir setiap hari mendatangi toko tempat di mana Ibrahim bekerja untuk membeli kebutuhan rumah. Setiap kali hendak keluar dari toko –dan Ibrahim dianggapnya lengah– Jad selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa seizinnya.

Pada suatu hari usai belanja, Jad lupa tidak mengambil cokelat ketika mau keluar, kemudian tiba-tiba Ibrahim memanggilnya dan memberitahu kalau ia lupa mengambil sepotong cokelat sebagaimana kebiasaannya. Jad kaget, karena ia mengira bahwa Ibrahim tidak mengetahui apa yang ia lakukan selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan takut jika saja Ibrahim melaporkan perbuatannya tersebut kepada orangtuanya.

"Tidak apa, yang penting kamu berjanji untuk tidak mengambil sesuatu tanpa izin, dan setiap saat kamu mau keluar dari sini, ambillah sepotong cokelat, itu adalah milikmu”, ujar Jad sebagai tanda persetujun.

Waktu berlalu, tahun pun berganti dan Ibrahim yang seorang Muslim kini menjadi layaknya seorang ayah dan teman akrab bagi Jad si anak Yahudi

Sudah menjadi kebiasaan Jad saat menghadapi masalah, ia selalu datang dan berkonsultasi kepada Ibrahim. Dan setiap kali Jad selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku dari laci, memberikannya kepada Jad dan kemudian menyuruhnya untuk membukanya secara acak. Setelah Jad membukanya, kemudian Ibrahim membaca dua lembar darinya, menutupnya dan mulai memberikan nasehat dan solusi dari permasalahan Jad.

Beberapa tahun pun berlalu dan begitulah hari-hari yang dilalui Jad bersama Ibrahim, seorang Muslim Turki yang tua dan tidak berpendidikan tinggi.

14 Tahun Berlalu

Jad kini telah menjadi seorang pemuda gagah dan berumur 24 tahun, sedangkan Ibrahim saat itu berumur 67 tahun.

Alkisah, Ibrahim akhirnya meninggal, namun sebelum wafat ia telah menyimpan sebuah kotak yang dititipkan kepada anak-anaknya di mana di dalam kotak tersebut ia letakkan sebuah buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi kepadanya. Ibrahim berwasiat agar anak-anaknya nanti memberikan buku tersebut sebagai hadiah untuk Jad, seorang pemuda Yahudi.

Jad baru mengetahui wafatnya Ibrahim ketika putranya menyampaikan wasiat untuk memberikan sebuah kotak. Jad pun merasa tergoncang dan sangat bersedih dengan berita tersebut, karena Ibrahim-lah yang selama ini memberikan solusi dari semua permasalahannya,  dan Ibrahim lah satu-satunya teman sejati baginya.

Hari-haripun berlalu, Setiap kali dirundung masalah, Jad selalu teringat Ibrahim. Kini ia hanya meninggalkan sebuah kotak. Kotak yang selalu ia buka, di dalamnya tersimpan sebuah buku yang dulu selalu dibaca Ibrahim setiap kali ia mendatanginya.

Jad lalu mencoba membuka lembaran-lembaran buku itu, akan tetapi kitab itu berisikan tulisan berbahasa Arab sedangkan ia tidak bisa membacanya. Kemudian ia pergi ke salah seorang temannya yang berkebangsaan Tunisia dan memintanya untuk membacakan dua lembar dari kitab tersebut. Persis sebagaimana kebiasaan Ibrahim dahulu yang selalu memintanya membuka lembaran kitab itu dengan acak saat ia datang berkonsultasi.

Teman Tunisia tersebut kemudian membacakan dan menerangkan makna dari dua lembar yang telah ia tunjukkan. Dan ternyata, apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena persis ke dalam permasalahan yang dialami Jad kala itu. Lalu Jad bercerita mengenai permasalahan yang tengah menimpanya, Kemudian teman Tunisianya itu memberikan solusi kepadanya sesuai apa yang ia baca dari kitab tersebut.

Jad pun terhenyak kaget, kemudian dengan penuh rasa penasaran ini bertanya, "Buku apa ini?"

Ia menjawab, "Ini adalah Al-Qur'an, kitab sucinya orang Islam!"

Jad sedikit tak percaya, sekaligus merasa takjub,

Jad lalu kembali bertanya, "Bagaimana caranya menjadi seorang muslim?"
Temannya menjawab, "Mengucapkan syahadat dan mengikuti syariat!"

Setelah itu, dan tanpa ada rasa ragu, Jad lalu mengucapkan Syahadat, ia pun kini memeluk agama Islam!

Islamkan 6 juta orang
Kini Jad sudah menjadi seorang Muslim, kemudian ia mengganti namanya menjadi Jadullah Al-Qur'ani sebagai rasa takdzim atas kitab Al-Qur'an yang begitu istimewa dan mampu menjawab seluruh problema hidupnya selama ini. Dan sejak saat itulah ia memutuskan akan menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi menyebarkan ajaran Al-Qur'an.

Mulailah Jadullah mempelajari Al-Qur'an serta memahami isinya, dilanjutkan dengan berdakwah di Eropa hingga berhasil mengislamkan enam ribu Yahudi dan Nasrani.

Suatu hari, Jadullah membuka lembaran-lembaran Al-Qur'an hadiah dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia mendapati sebuah lembaran bergambarkan peta dunia. Pada saat matanya tertuju pada gambar benua Afrika, nampak di atasnya tertera tanda tangan Ibrahim dan dibawah tanda tangan itu tertuliskan ayat :

((اُدْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ...!!))

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik!!...” [QS. An-Nahl; 125]

Iapun yakin bahwa ini adalah wasiat dari Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksanakannya.

Beberapa waktu kemudian Jadullah meninggalkan Eropa dan pergi berdakwah ke negara-negara Afrika yang di antaranya adalah Kenya, Sudan bagian selatan (yang mayoritas penduduknya adalah Nasrani), Uganda serta negara-negara sekitarnya. Jadullah berhasil mengislamkan lebih dari 6.000.000 (enam juta) orang dari suku Zulu, ini baru satu suku, belum dengan suku-suku lainnya.

Akhir Hayat Jadullah

Jadullah Al-Qur'ani, seorang Muslim sejati, da'i hakiki, menghabiskan umur 30 tahun sejak keislamannya untuk berdakwah di negara-negara Afrika yang gersang dan berhasil mengislamkan jutaan orang.

Jadullah wafat pada tahun 2003 yang sebelumnya sempat sakit. Kala itu beliau berumur 45 tahun, beliau wafat dalam masa-masa berdakwah.

Kisah pun belum selesai

Ibu Jadullah Al-Qur'ani adalah seorang wanita Yahudi yang fanatik, ia adalah wanita berpendidikan dan dosen di salah satu perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada tahun 2005, dua tahun sepeninggal Jadullah yaitu saat berumur 70 tahun.

Sang ibu bercerita bahwa –saat putranya masih hidup– ia menghabiskan waktu selama 30 tahun berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan putranya agar kembali menjadi Yahudi dengan berbagai macam cara, dengan segenap pengalaman, kemapanan ilmu dan kemampuannya, akan tetapi ia tidak dapat mempengaruhi putranya untuk kembali menjadi Yahudi. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua yang tidak berpendidikan tinggi, mampu melunakkan hatinya untuk memeluk Islam, hal ini tidak lain karena Islamlah satu-satunya agama yang benar.

Yang menjadi pertanyaannya, "Mengapa Jad si anak Yahudi memeluk Islam?"

Jadullah Al-Qur'ani bercerita bahwa Ibrahim yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah memanggilnya dengan kata-kata: "Hai orang kafir!" atau "Hai Yahudi!" bahkan Ibrahim tidak pernah untuk sekedar berucap: "Masuklah agama Islam!"

Bayangkan, selama 17 tahun Ibrahim tidak pernah sekalipun mengajarinya tentang agama, tentang Islam ataupun tentang Yahudi. Seorang tua Muslim sederhana itu tak pernah mengajaknya diskusi masalah agama. Akan tetapi ia tahu bagaimana menuntun hati seorang anak kecil agar terikat dengan akhlak Al-Qur’an.

Kemudian dari kesaksian Dr. Shafwat Hijazi (salah seorang dai kondang Mesir) yang suatu saat pernah mengikuti sebuah seminar di London dalam membahas problematika Darfur serta solusi penanganan dari kristenisasi, beliau berjumpa dengan salah satu pimpinan suku Zolo. Saat ditanya apakah ia memeluk Islam melalui Jadullah Al-Qur’ani?, ia menjawab; tidak! namun ia memeluk Islam melalui orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur'ani.

Subhanallah, akan ada berapa banyak lagi orang yang akan masuk Islam melalui orang-orang yang diislamkan oleh Jadullah Al-Qur’ani. Dan Jadullah Al-Qur'ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang muslim tua berkebangsaan Turki yang tidak berpendidikan tinggi, namun memiliki akhlak yang jauh dan jauh lebih luhur dan suci.

Begitulah hikayat tentang Jadullah Al-Qur'ani, kisah ini merupakan kisah nyata yang penulis dapatkan kemudian penulis terjemahkan dari catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat yang dijuluki sebagai "Syaikh Kaum Revolusioner Mesir". Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar dan anggota Lembaga Fatwa Mesir yang ditembak syahid dalam sebuah insiden di Kairo pada hari Jumat, 16 Desember 2011 silam.

Kisah nyata ini layak untuk kita renungi bersama di masa-masa penuh fitnah seperti ini. Di saat banyak orang yang sudah tidak mengindahkan lagi cara dakwah Qur'ani. Mudah mengkafirkan, fasih mencaci, mengklaim sesat, menyatakan bid'ah, melaknat, memfitnah, padahal mereka adalah sesama muslim.

Dulu da'i-da'i kita telah berjuang mati-matian menyebarkan Tauhid dan mengislamkan orang-orang kafir, namun kenapa sekarang orang yang sudah Islam malah justru dikafir-kafirkan dan dituduh syirik? Bukankah kita hanya diwajibkan menghukumi sesuatu dari yang tampak saja? Sedangkan masalah batin biarkan Allah yang menghukumi nanti. Kita sama sekali tidak diperintahkan untuk membelah dada setiap manusia agar mengetahui kadar iman yang dimiliki setiap orang.

Mari kita renungi kembali surat Thaha ayat 44 yaitu Perintah Allah swt. kepada Nabi Musa dan Harun –'alaihimassalam– saat mereka akan pergi mendakwahi fir'aun. Allah berfirman,

((فَقُولاَ لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى))

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.”

Bayangkan, Fir'aun yang jelas-jelas kafir laknatullah, namun saat dakwah dengan orang seperti ia pun harus tetap dengan kata-kata yang lemah lembut, tanpa menyebut dia Kafir Laknatullah! Lalu apakah kita yang hidup di dunia sekarang ini ada yang lebih Islam dari Nabi Musa dan Nabi Harun? Atau adakah orang yang saat ini lebih kafir dari Fir'aun, di mana Al-Qur'an pun merekam kekafirannya hingga kini?

Lantas alasan apa bagi kita untuk tidak menggunakan dahwah dengan metode Al-Qur'an? Yaitu dengan Hikmah, Nasehat yang baik, dan Diskusi menggunakan argumen yang kuat namun tetap sopan dan santun?

Maka dalam dakwah yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana cara kita agar mudah menyampaikan kebenaran Islam ini.
Oleh karenanya, jika sekarang kita dapati ada orang yang kafir, bisa jadi di akhir hayatnya Allah akan memberi hidayah kepadanya sehingga ia masuk Islam.
Bukankah Umar bin Khattab dulu juga pernah memusuhi Rasulullah? Namun Allah berkehendak lain, sehingga Umar pun mendapat hidayah dan akhirnya memeluk Islam. Lalu jika sekarang ada orang muslim, bisa jadi di akhir hayatnya Allah mencabut hidayah darinya sehingga ia mati dalam keadaan kafir. Na'udzubillah tsumma Na'udzubillahi min Dzalik.

Karena sesungguhnya dosa pertama yang dilakukan iblis adalah sombong dan angkuh serta merasa diri sendiri paling suci sehingga tak mau menerima kebenaran Allah dengan sujud hormat kepada nabi Adam –'alaihissalam–. Oleh karena itu, bisa jadi Allah mencabut hidayah dari seorang muslim yang tinggi hati lalu memberikannya kepada seorang kafir yang rendah hati. Segalanya tiada yang mustahil bagi Allah!

Marilah kita pertahankan akidah Islam yang telah kita peluk ini, dan jangan pernah mencibir ataupun "menggerogoti" akidah orang lain yang juga telah memeluk Islam serta bertauhid. Kita adalah saudara seislam seagama. Saling mengingatkan adalah baik, saling melindungi akidah sesama muslim adalah baik. Marilah kita senantiasa berjuang bahu-membahu demi perkara yang baik-baik saja. Wallahu Ta'ala A'la Wa A'lam Bis-Shawab.*

Penulis adalah mahasiswa Program Licence Universitas Al-Azhar Kairo Konsentrasi Hukum Islam. Facebook; Mustamid
Keterangan: Muslim Afsel dan foto Penulis