Sabtu, 23 Maret 2013

Krisis dan Akar Masalahnya



Oleh: Zulfadli, SH, MK


Apabila berbicara tentang krisis maka sudah sangat sering kita mendengarnya, krisis adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan, kemunduran, ketakberdayaan, hilangnya sesuatu yang baik yang diharapkan sehingga timbul sesuatu yang buruk. Dimana dalam hal ini orang yang masih mau berfikir jernih diliputi keresahan, kemarahan sulit menerima keadaan tersebut dan sebagainya, tapi ada juga yang menghadapinya dengan kepanikan serta ke putus asa an dan sebagainya. Bermacam-macam sikap orang dalam menerima keadaan tersebut.

Dahulu sebelum munculnya era reformasi terkenal dengan krisis moneter atau disingkat dengan krismon, dimana nilai rupiah merosot tajam apabila dikurs dengan dollar Amerika. Sehingga timbullah kegoncangan yang meluas ditengah masyarakat. Kemudian ditimpakan penyebab krisis tersebut kepada pemerintah Orde Baru. Akhirnya pemerintahan Orde Baru tumbang oleh aksi yang dimotori oleh mahasiswa.

Krisis moneter tidak berdiri sendiri tapi katakanlah hanya sebagai pemicunya, karena diikuti kemudian dengan krisis lainnya yang bersifat multidimensi, seperti krisis kepercayaan, krisis kepemimpinan, krisis sosial, krisis politik. Itu hanya sebagian kecil dari sekian banyak krisis yang ada. Kemudian kita mendengar pula krisis akhlak/budi pekerti dan moral, barangkali yang terakhir inilah yang perlu kita garis bawahi. Kenapa demikian, karena sebelum munculnya krisis sebagaimana disebutkan di awal, krisis akhlak dan moral ini sebetulnya telah lebih dahulu ada tapi banyak orang yang tidak menyadarinya. Terjadinya perilaku-perilaku buruk para pemimpin tidak terlepas dari krisis akhlak dan moral ini. Kita tidak hanya memandang para pemimpin tapi juga sebagian rakyat telah mengalami krisis akhlak dan moral.

Secara jujur harus diakui bahwa pada zaman dahulu, katakanlah puluhan tahun yang lalu segala macam krisis itu barangkali telah ada beberapa tapi boleh dikatakan dalam skala yang kecil dan tidak punya pengaruh yang signifikan. Tetapi sekarang skalanya sudah sangat besar bahkan  telah menjadi multidimensi kata orang sekarang.

Menurut hemat saya akhlak dan moral ini sebetulnya akar masalah segala krisis yang ada itu muncul. Sebab akhlak dan moral ini sangat dijaga betul oleh agama Islam karena dalam agama Islam belumlah beragama dan beriman seseorang itu apabila belum berakhlak dan bermoral. Nabi Muhammad sendiri telah mengatakan; ”Tidaklah aku diutus ke bumi ini melainkan untuk menyempurnakan akhlak/budi pekerti manusia”. Percuma seorang yang mengaku muslim tapi budi pekertinya masih buruk, suka memfitnah, menghujat, berkata kotor, korup, bergunjing dan sebagainya.

Melalui media massa apakah elektronik maupun media cetak kita disuguhi berita berbagai macam bentuk kejahatan dan berbagai kerusakan akhlak dan moral di sekeliling kita. Apalagi dewasa ini melalui media internet dengan mudah kita mendapatkan informasi apa saja baik yang positif maupun yang negatif yang tidak terhitung lagi banyaknya.

Kita berharap krisis yang terjadi diawal reformasi dapat berkurang atau dihilangkan, tapi harapan itu mungkin hanya tinggal harapan karena bukannya berkurang malahan semakin marak terjadi bahkan di lingkungan kita masing-masing.

Apakah kita berputus asa terhadap hal demikian, tentu tidak, sebagai orang beriman kita harus tetap optimis. Sekali-kali tidak boleh berputus asa dan tidak boleh lemah. Karena Allah telah mengatakan bahwa Dia tidak akan membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Selagi kita masih diberi kekuatan oleh-Nya, berusaha mulai dari diri sendiri dan keluarga. Jagalah diri mu dan keluarga mu dari siksa api neraka kata Allah.  Hanya itulah usaha kita sedangkan keputusan selanjutnya serahkanlah kepada Allah swt, hanyalah orang bodoh yang ingin semua usahanya berhasil, padahal hanya Allah yang mampu mewujudkannya. Kita tidak dituntut oleh Allah supaya berhasil dari usaha kita itu tapi apa yang telah kita lakukan dan niatkan untuk mencapainya, kita telah mendapat Keridhaan dari-Nya.

Perilaku Elegan Dalam Berpolitik




Oleh : Zulfadli, SH, MK


Sekali lagi saya ingin berbicara politik, karena politik itu walau bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan hidup kita, ini yang perlu kita garis bawahi. Hidup kita sangat erat kaitannya dengan politik. Kita hidup di suatu negara dimana di negara itu ada yang memerintah disebut dengan pemerintah, orangnya disebut pemimpin atau kepala pemerintahan, pemerintah tentu memerintah kita supaya mengikuti apa yang diperintahkannya berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pemimpin itu bukan pelayan yang bisa kita atur sedemikian rupa tapi dia mengatur hidup kita dengan menjalankan berbagai macam aturan. Pemimpin itu jabatan yang terhormat sepanjang dia menjalankan amanah dengan baik. Dia dipilih karena mempunyai kelebihan, kecerdasan dan sebagainya. Kita diikat dengan aturan dan kita harus mentaati aturan itu, mau tidak mau dan suka tidak suka. Kalau melanggar aturan tentu kita dianggap menentang pemerintah dan bisa ditangkap dan diadili.

Misalnya  ketika kita berkendaraan apakah pakai mobil atau sepeda motor maka kita harus berjalan di sebelah kiri, cobalah kita melanggar aturan itu sekali saja dengan berkendara di sebelah kanan, tentu kita akan bertabrakan dengan kendaraan di depan kita yang berlawanan arah. Kemudian kita wajib membayar pajak kendaraan tapi kita tidak mau membayar pajak, pasti kita tidak berani keluar berkendara dan timbul was-was jangan-jangan ada razia, tentu ini merepotkan kita dan kita tidak menjadi bebas pergi kemana saja. Kita tidak boleh buang sampah sembarangan tapi kita melanggarnya dengan membuang sampah sembarangan, sehingga saluran air tersumbat maka terjadilah banjir yang mencelakai kita dan sanak keluarga kita.

Jelaslah bagi kita bahwa aturan yang ada itu tidak lain dan tidak bukan untuk kepentingan kita sendiri serta kepentingan bersama. Agar kita menjadi aman tenteram dan tidak terjadi hal-hal yang merugikan diri kita. Karena suatu aturan tidak mungkin akan mencelakakan kita apabila kita berjalan menurut aturan atau sistem yang berlaku tersebut.

Banyak orang bersikeras tidak suka berpolitik, benci dan muak dengan politik, politik itu kotor katanya, tapi disamping itu dia tetap mematuhi dan mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dan itu merupakan produk politik, para pemimpin adalah produk politik, yang dihasilkan melalui proses politik, meskipun diakui secara terpaksa atau tidak. Jadi terjadi sesuatu hal yang paradoks atau bertentangan antara keinginan dengan kenyataan. Ada pula orang yang ketika pesta demokrasi memilih golput atau golongan putih, sama sekali tidak ikut memilih seorang pemimpin karena ketidaksukaan atau kebencian, padahal setelah itu dia ikut menikmati hasil dari kepemimpinan yang dia tidak sukai. Bukankah ini sesuatu yang sangat aneh dan membingungkan.

Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana hubungan seorang hamba dengan Tuhannya tapi juga mengatur bagaimana berpolitik yang baik, menjadi umat yang baik, mentaati para pemimpin sepanjang dijalan yang benar dan para pemimpin melaksanakan kepemimpinan dengan baik pula. Islam itu ajaran yang sempurna dan sangat kompleks dalam mengatur seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan agama dipolitisasi untuk kepentingan politik, tidak, tapi agama menjadi dasar dan sandaran dalam berpolitik.

Jadi politik itu dapat dikatakan cara yang dikemas dengan cantik dan elegan untuk dapat menyampaikan agama itu kepada umat, mengajak umat itu taat kepada ajaran agamanya, apabila dia taat kepada agama maka perilakunya otomatis akan baik, memiliki akhlakul karimah dalam berinteraksi dengan sesama.

Politik itu bisa kotor ketika orang-orang yang ada di dalamnya bermain kotor, politik itu akan bersih bila orang-orangnya bersih. Tergantung bagi kita bagaimana menyikapinya, kalau kita merasa bersih dan merasa baik maka ikutlah berperan dalam politik dan bersihkan apa yang terasa kotor selama ini di dalam politik. Maka itulah sebabnya orang yang punya nyali dan keberanian maka dia akan menegakkan yang benar itu benar dan yang salah itu salah.

Kita mengetahui selama ini sebagian orang lebih suka berteriak di luar sistem bagaimana kebobrokan perpolitikan di negara kita. Tapi hanya ibarat berteriak di sebuah goa yang kedengaran hanya gema suaranya saja. Ibarat menyapu rumah yang kotor maka kita harus masuk ke dalam rumah untuk menyapunya, tidak bisa kita diluar saja dan menunggu rumah itu bersih dengan sendirinya, bukankah itu sesuatu yang mustahil?. Dalam arti kata kita mesti ikut berpolitik kalau kita merasa politik itu kotor dan perlu dibersihkan, inilah yang realistis.

Secara gamblangnya dapat digambarkan, apabila kita menganggap negara ini kotor dan perlu dibersihkan, maka berpolitiklah melalui partai politik dan tunjukkan kepada konstituen bahwa kita mempunyai niat yang tulus untuk menjadi pemimpin nantinya, anggaplah partai sebagai kendaraan politik sebagai miniatur negara yang akan kita pimpin. Tapi harus diingat kita berjuang secara bersama dengan teman atau kolega dan tidak bisa sendiri-sendiri. Tentu harus menampilkan diri sebaik mungkin tanpa cacat sedikit pun dan pandai-pandai mengambil hati rakyat. Harus jujur kepada rakyat dan kepada diri sendiri. Maka mudah-mudahan konstituen atau rakyat memberikan dukungan dan merasa simpati serta memberikan kemenangan di kemudian hari untuk seseorang menjadi pemimpin. Tetapi kalau kita berjalan sendiri dan menganggap perjuangan kita benar sendiri dengan cap independen tanpa mau menumpang kapal besar yang namanya partai politik maka tipis harapan cita-cita kita akan tercapai, karena sudah banyak contoh yang tentu tidak perlu diungkapkan disini.

Dalam konteks ini saya tidak ingin menggiring opini pembaca agar masuk ke dunia politik atau memilih salah satu partai yang dipercayai dalam pemilu, tapi mari kita lihat dan pelajari semua partai yang ada secara lebih lengkap dan utuh, barulah kemudian kita membuat suatu kesimpulan partai mana yang memenuhi kriteria kita sebagai pilihan.

Diawal berdirinya negara kita rakyat sudah mengenal partai sebagai kendaraan politik, bahkan sebelum kemerdekaan meskipun akhirnya dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Barulah setelah kemerdekaan berbagai kelompok berlomba-lomba mendirikan partai politik yang tujuannya tidak lain sebagai suatu cara mengisi kemerdekaan yang telah diraih. Kemudian partai-partai ini ibarat berdagang mereka menjual dagangannya kepada rakyat, sehingga rakyatlah yang memilih mana yang mengakar ditengah publik. Dan tokoh-tokoh yang terpilih inilah yang menjadi pemimpin-pemimpin dan negarawan-negarawan. Mereka tidak lagi berbicara partai dan mementingkan kepentingan partai tapi sudah berbicara kepentingan rakyat banyak yang diwakilinya, mereka tidak lagi berada dalam struktur partai tapi menyerahkan kepemimpinan kepada kader yang lain, inilah etikanya. Inilah yang susah kita praktekkan di negara kita dewasa ini, jarang sekarang ini partai politik memberikan pendidikan politik yang elegan seperti ini.

Jadi perlu ditegaskan untuk kita semua, kenali partai, pelajari, setelah itu nilai, kemudian baru memutuskan mana yang paling baik. Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Jangan kita terlalu idealis dan terlalu berharap diluar kemampuan yang ada, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini, tapi kita harus kritis menyikapi setiap persoalan untuk menuju kepada perbaikan. Setiap ada persoalan hukum maka mari kita serahkan kepada yang berwenang, tidak ada yang kebal hukum meskipun penegak hukum itu sendiri. Dan yang terpenting adalah kita menyadari bahwa kita telah berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, meskipun itu hanya sedikit.

Alangkah indahnya politik itu apabila aktor-aktor yang ada didalamnya diisi oleh pribadi-pribadi bersih, taat dan saleh. Sehingga semakin tumbuh kepercayaan rakyat dan dengan penuh kesadaran rakyat akan dengan senang hati ikut berpartisipasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mendukung kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara.

Senin, 18 Maret 2013

Kisah Perjalanan Seorang Ibu





Jusna, begitulah nama beliau. Sosok seorang ibu yang penuh pengorbanan selama hidupnya. Menghadapi tantangan hidup yang tidak ringan dari masa ke masa. Sekarang di usianya yang lebih delapan puluh empat tahun ingatan beliau masih normal. Gurat wajah dalam mengalami dinamika hidup selama ini membekas di wajah beliau yang sudah nampak tua. Lahir dan dibesarkan di sebuah dusun dengan kesederhanaan. Beliau ditinggal wafat seorang ayah sebagai tempat bergantung ketika masih berusia 16 tahun, ketika itu di zaman penjajahan Jepang. Akhirnya beliau tinggal bersama dengan ibu serta  tiga orang adik-adiknya.

Kesulitan hidup di masa-masa penjajahan memang terasa berat tapi mau tidak mau harus dijalani, begitu juga menghadapi masa kemerdekaan dan kesusahan di masa perang kemerdekaan. Setelah masa revolusi fisik atau masa agresi militer Belanda Ibu Jusna menikah dengan seorang prajurit TNI dari dusun tetangga nama beliau Pak Menan. Dan dikaruniai enam orang anak, anak yang ketiga lahir kembar dua perempuan, sedangkan anak pertama meninggal pada umur satu tahun lebih. Sebagai isteri seorang prajurit tentu beliau mengikuti kemana suami bertugas. Banyak suka duka menjadi isteri seorang prajurit atau tentara. Pernah beliau mengikuti suami bertugas ke Aceh selama beberapa tahun sampai menjelang peristiwa PRRI. Sehingga salah seorang anak beliau lahir di Aceh.   

Pada masa Pergolakan daerah di Sumatera Tengah yaitu Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / PRRI tahun 1957, suami beliau berjuang di hutan belantara sebagai tentara PRRI. Suatu perjuangan yang berat dimana pemerintah pusat menganggap PRRI itu sebuah pemberontakan. Pada tahun 1958 adik Ibu Jusna yang bernama Amah wafat dan meninggalkan dua orang putra yang masih kecil-kecil. Sehingga Ibu Jusna harus menjaga anak yang masih kecil tersebut. Menjelang akhir riwayat PRRI tahun sekitar 1961 pak Menan yang waktu itu berpangkat Letnan TNI hilang di rimba ketika berjuang sebagai tentara PRRI menghadapi tentara pusat atau Angkatan Perang Republik Indonesia / APRI. Keberadaan beliau tidak pernah diketahui sampai sekarang apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia, bahkan beliau dengan keluarga sudah mencari ke Jambi dan tempat lainnya berdasarkan informasi seorang dukun atau paranormal. Tapi usaha itu sia-sia karena tidak pernah menemukan suami tercinta. Ibu Jusna harus menghidupi tujuh orang anak yang masih kecil-kecil, lima anak kandung beliau dan dua orang anak saudaranya yang telah meninggal dunia.

Bertahun tahun Ibu Jusna harus tabah menghadapi cobaan yang dihadapi, tapi untunglah ada sawah peninggalan leluhur yang dapat dikerjakan, itupun harus dibagi-bagi dengan saudara-saudara sepupu. Tetapi itu belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kemudian bersama Ibunya beliau membuat usaha rumah tangga yaitu kue sapik dari tepung beras dan dijual ke sebuah kota selama lebih kurang satu jam lebih perjalanan dengan kendaraan pada waktu itu.

Setelah sekian lama berlalu Ibu Jusna akhirnya mendapatkan pensiun janda dari pemerintah karena perjuangan suami sebagai tentara diakui dengan pangkat Sersan Mayor. Alhamdulillah dengan uang pensiun tersebut dapat menambah kebutuhan sehari-hari pada waktu itu.

Pada tahun 1968 beliau menikah dengan seorang veteran pejuang nama beliau pak Amin dan secara kebetulan masih satu kampung dengan pak Menan suami beliau terdahulu dan kebetulan pula sama-sama seperjuangan di masa revolusi. Pak Amin pada waktu itu sedang bekerja sebagai anggota DPRD kabupaten dan beristeri serta mempunyai anak tiga orang. Dari perkawinan tersebut dikaruniai seorang anak laki-laki.

Pada tahun 1970 an ibu Jusna harus merelakan kepergian empat orang anak, satu laki-laki dan tiga orang perempuan untuk merantau ke negeri seberang yaitu Malaysia kecuali satu orang perempuan yang tetap di kampung dan seorang anak laki-laki dengan pak Amin. Yang membawa merantau adalah etek atau bibi dari ibu Jusna yang telah lama merantau di Malaysia dan telah menjadi warga negara Malaysia. Ibu beliau Rasidah juga meninggal dunia pada akhir tahun 70 an. Berturut turut kemudian meninggal pula dua orang adik laki-laki beliau akhir tahun 80 an.

Saat bahagia dan duka datang silih berganti begitulah kehidupan, Ibu Jusna pernah datang beberapa kali ke Malaysia terutama menghadiri pernikahan anak dan para cucu beliau, dimana cucu beliau sekarang ini berjumlah 18 orang dan cicit sebanyak 15 orang baik yang di rantau maupun di kampung. Pada tahun 2000 suami beliau pak Amin juga meninggal dunia disusul beberapa tahun kemudian anak laki-laki yang tertua yang meninggal dunia di Malaysia.

Disaat usia yang semakin senja Allah masih memberikan kesehatan sehingga beliau masih sempat berkunjung ke Malaysia untuk yang kesekian kalinya. Pada kunjungan beliau, mungkin yang terakhir, pada awal tahun 2011 beliau cukup lama berada di Malaysia kira-kira hampir satu tahun. Beliau pulang ke kampung pada akhir 2011. Selama lebih kurang sepuluh hari berada di kampung beliau terjatuh di halaman samping rumah, sehingga mengalami patah tulang pinggul. Dengan penderitaan selama berbulan-bulan Alhamdulillah beliau sudah mampu berjalan sedikit menggunakan tongkat berkaki empat.

Ibu Jusna, yang kami anak-anak beliau memanggil dengan Amak sekarang berada di kampung, kami berjanji akan merawat amak dengan kemampuan yang ada pada kami meskipun tidaklah seberapa dibandingkan dengan perjuangan dan pengorbanan amak selama ini yang tidak terhitung. Maafkanlah kelalaian dan kesalahan kami. Kami berdoa semoga amak diberikan umur yang berkah dan kekuatan oleh Allah dalam menghadapi sisa hidup ini. Amak... kami anak-anak dan cucu-cucu mu sangat mencintai Amak.


Minggu, 17 Maret 2013

BERSIH PEDULI DAN PROFESIONAL


Oleh : Zulfadli, SH, MK





Ketika menjabat kepala jorong semacam jabatan di bawah kepala desa atau nagari di Minangkabau, seorang teman memberi saya sebuah buku kecil yang berjudul “Mengapa Memilih PK Sejahtera: 42 Argumen PK Sejahtera harus menang di Pemilu 2004” dan sebuah kartu ucapan selamat lebaran dari pengurus partai. Teman saya ini adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kalau tidak salah waktu kejadiannya pada pertengahan tahun 2003.

Sebagai seorang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di kampung saya atau sebagai pelayan masyarakat saya faham apa maksud pemberian oleh teman saya tersebut. Tentu saya harus mengambil suatu sikap yaitu tidak menjadi partisan partai politik manapun. Setelah membaca buku kecil tersebut dari awal hingga akhir saya berkesimpulan bahwa buku kecil ini bagus dan tidak saya sangsikan lagi kebenarannya.

Saya tidak pernah menjadi kader dari partai politik manapun sebelumnya walau pada masa orde baru sekalipun. Secara jujur saya akui bahwa saya tidak pernah memilih partai Islam pada masa itu. Tapi sejak tahun 1999 diawal reformasi saya mempunyai pemikiran lain bahwa sudah saatnya partai politik yang berasaskan Islam yang harus tampil memimpin republik ini, namun saya belum berminat menjadi kader partai politik. Pada pemilu 1999 saya memilih salah satu partai Islam, saya tidak perlu menyebutkan partai apa tapi bukan PKS, yang waktu itu masih bernama Partai Keadilan (PK). Tetapi yang penting adalah pemimpin partai tersebut tokoh favorit saya waktu itu. Akhirnya kepercayaan saya kepada partai ini lambat laun mulai memudar, karena saya melihat sebagai partai Islam kok pemimpinnya tidak islami. Kok tokoh favorit yang menjadi harapan saya ini isterinya tidak pakai jilbab?, padahal Islam mewajibkan seorang muslimah memakai jilbab?. Sungguh aneh menurut pikiran saya.

Sejak saat itu harapan saya pupus dan saya berfikir tidak akan lagi berharap terhadap partai ini di masa mendatang. Setelah saya fikir dan menimbang-nimbang baik buruknya saya yakin tentu ada partai baru yang berasas Islam yang akan memenuhi harapan saya, sebab saya sama sekali tidak percaya dengan partai berideologi lain selain Islam. Akhirnya Saya melihat ternyata Partai Keadilan Sejahtera yang cocok dengan kriteria saya apalagi mengetahui ciri khasnya sebagai partai da’wah, kejadian ini berlaku sebelum saya menerima buku kecil tersebut. Saya memimpikan partai ini menjadi kekuatan baru sebagai partai masa depan di republik yang kita cintai ini.

Saya berterimakasih kepada teman yang telah memberi buku kecil yang sangat berharga bagi saya karena telah memberikan pengetahuan yang cukup lengkap dan panduan untuk memilih yang terbaik diantara yang baik. Sebagai kepala jorong tentu secara etika saya tidak mungkin aktif sebagai kader apalagi duduk di kepengurusan. Saya berpikir cukup sebagai simpatisan. Dan pada pemilu tahun 2004 saya telah memastikan memilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Setelah saya tidak lagi menjabat kepala jorong pada tahun 2005 saya belum berpikir untuk aktif di kegiatan politik, karena saya masih mempunyai kesibukan di pemerintahan nagari sebagai anggota Badan Perwakilan Rakyat di nagari. Kemudian juga menjadi staf di kantor wali nagari dan masih banyak kegiatan lainnya disamping mengelola Yayasan Pondok Pesantren di kampung saya sebagai salah seorang pengurus dan staf pontren dan juga mengurus Mushalla serta MDA.

Pada awal tahun 2008 saya didatangi oleh tiga orang kader PKS, mereka adalah pengurus DPD PKS Kabupaten. Saya mendapat penghargaan yang tinggi sekali karena kedatangan tamu istimewa ini. Singkat cerita saya ditawarkan menjadi kader PKS dan tanpa keraguan sedikitpun saya bersedia, kesediaan saya tidaklah heran karena sejak 2004 saya tidak asing lagi dengan PKS, selama empat tahun sudah cukup kiranya dalam menentukan suatu pilihan untuk bergabung sebagai kader partai.

Sehingga sejak saat itu saya resmi menjadi kader dan tidak lama setelah itu saya menerima kartu anggota dan ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Ranting (DPRa) di nagari saya. Ada ciri khas partai ini yang berbeda dengan partai lain yaitu bahwa setiap kader ditempa dan dibekali dengan kegiatan, yaitu Liqo’ artinya pertemuan yang dilaksanakan sekali dalam seminggu berupa pengajian, dimana setiap kader dibagi berkelompok sebanyak enam sampai 12 orang, kemudian mengikuti pengajian yang dipimpin seorang guru/murabbi atau mentor. Pengajian ini diawali dengan tilawah al-Qur’an masing-masing kader, kemudian dilanjutkan dengan taujih / tausiyah oleh guru yang berisikan kajian-kajian keislaman, fiqih, hadits, tafsir, sirah nabawiyah dan lain-lain dan selalu pula dibarengi dengan diskusi. Dan diharapkan juga nantinya masing-masing kader mampu pula menda’wahkan Islam di tengah masyarakat.

Liqo’ yang dilakukan ini sangat banyak manfaatnya dan saya tidak sedikitpun melihat hal-hal yang meragukan atau katakanlah menyimpang dari amalan kita sehari-hari, kader dituntut menjadi pribadi muslim yang mampu menjalankan ajaran Islam itu secara kaffah, sebagai mu’min sejati yang meyakini hari berbangkit, bukan hanya melaksanakan yang wajib tapi sampai kepada yang sunnah. Dengan bekal inilah kita harapkan lahir para pemimpin yang bersih, memiliki kepedulian sosial dan profesional di bidang yang ditekuninya. Pemimpin yang tawaddu’ yang tidak mengharapkan dunia sebagai tujuan tetapi berlomba-lomba mencari Ridha Allah.

Disamping Liqo’ masih banyak kegiatan lain yang dapat diikuti kader dan simpatisan seperti tasqif mingguan siraman rohani dan diskusi keagamaan, rihlah keluarga, kepanduan, kegiatan alam, aksi solidaritas damai, aksi kepedulian sosial dan masih banyak lagi.

Sesuatu yang saya dapatkan dalam liqo’ dan selalu ada dalam ingatan saya adalah bahwa inti dari kita berorganisasi dan berpolitik itu adalah dakwah agama kita yang mulia ini terus bergerak di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang dimulai dari diri kita masing-masing. Partai hanyalah sarana dan alat untuk mencapai itu semua, sekiranya partai ini dibubarkan, dakwah itu tetap akan ada dan tidak akan berhenti hingga akhir zaman. Saya berfikir bahwa partai boleh diibaratkan hanyalah sebuah kapal atau bahtera yang mengarungi samudra yang sangat luas yang akan mengantarkan kader menjadi pemimpin di tempat tujuan nantinya.

Ada orang yang alergi dengan politik, mereka menganggap politik itu kotor dan partai politik itu sarang koruptor. Kenapa harus alergi, barangkali karena tabiat buruk para politikus. Tapi ingatlah saudaraku setiap partai pasti bertujuan baik, tidak ada partai yang buruk atau jelek hanya saja ada oknum yang tidak baik, manusia yang mengendalikannya yang mungkin jahat. Politik itu pada dasarnya baik bila manusia didalamnya juga baik. Inilah yang harus dicamkan, menjadikan manusia itu baik dan berakhlak, tidak ada jalan lain selain mendidiknya dengan dasar agama, jadi setiap manusia itu wajib selalu berpedoman kepada ajaran agama khususnya Islam.

Dan ada pula orang yang berpandangan, jangan membawa-bawa agama ke ranah politik. agama bukan untuk dipolitisasi, katanya. Ini adalah pandangan yang sangat keliru, karena Islam itu adalah jalan yang lurus sebagai jalan keselamatan, selagi orang itu berada di jalan yang lurus, pasti segala prilakunya tidak akan menyimpang. Ada dua hal prinsipil yang perlu diketahui bahwa, Pertama; Islam tidak hanya mengatur hubungan Makhluk dengan Khalik tapi juga mengatur hubungan makhluk dengan sesamanya, hablum minallah wa hablum minannaas, artinya hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Bagaimana hubungan sesama manusia inilah yang perlu adanya kepemimpinan yang dilakukan oleh orang yang ahli/mengamalkan ajaran agama, bagaimana perilaku seorang pemimpin dan bagaimana perilaku orang dalam menerima kepemimpinan itu dan maka itulah politik. Kedua; setiap pribadi yang beragama Islam wajib memegang teguh tali/agama Allah, setiap tindakannya, perilakunya selalu berada dibawah aturan Allah dan Rasul-Nya inilah jalan lurus yang wajib diyakini dan diamalkan.

Sekarang Partai Keadilan Sejahtera dihujat habis-habisan oleh orang-orang yang tidak senang, mereka seolah tidak mau tahu bahwa partai ini adalah anak kandung reformasi yang lahir dari rahim reformasi setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Apalagi akhir-akhir ini PKS diterpa badai dahsyat dimana Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq yang ketika menjadi Presiden PKS dijadikan tersangka oleh KPK. Dan hal ini menjadi berita menarik bagi media-media sekuler untuk menghantam PKS agar partai ini hancur karena kebencian mereka terhadap perkembangan partai ini. Boleh diibaratkan tusukan pedang yang tajam langsung ke jantung partai itu sendiri. Tapi apakah partai oleng dan kemudian ambruk?. Ternyata diluar dugaan, jangankan oleng, bergeming pun tidak.

Hal ini berkat kesigapan pimpinan di tingkat pusat dalam mengelola strategi penyelamatan partai, dalam waktu pendek dan melalui pemilihan yang singkat maka kepemimpinan partai segera diserahkan kepada Ustadz Anis Matta yang segera menjadi Presiden partai menggantikan Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq yang telah mengundurkan diri karena menjadi tersangka. Dan Anis Matta sebagai presiden partai Alhamdulillah ternyata mampu mengendalikan jalannya partai dengan sangat baik.

Tetapi sebagai salah seorang kader PKS saya sama sekali tidak terpengaruh, malahan semakin bertambah kepercayaan saya terhadap PKS. Terlepas dari bersalah atau tidaknya beliau nantinya di depan hukum saya yakin mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Dan tidak ada keyakinan saya sedikitpun bahwa tokoh sekaliber beliau terlibat kasus seperti yang dituduhkan. Saya yakin suatu saat Allah pasti akan menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya.

Menurut analisa saya ada tiga pihak yang memproklamirkan kebencian yang meluap-luap dan berupaya dengan ribuan cara agar PKS dibonsai atau kalau perlu hilang dari peredaran. Pertama; Pihak penggagas dan pendukung Sepilis (sekulerisme, pluralisme dan liberalisme), termasuk disini kaum munafik yang sangat anti kepada partai yang berasaskan Islam dan pada dasarnya mereka anti kepada Islam itu sendiri. Kedua; Pihak Islam KTP yang dangkal pemahaman keislamannya, dimana mereka ini mudah terpengaruh dan dipengaruhi serta ikut-ikutan tanpa adanya dasar pemahaman yang utuh. Ketiga; Pihak yang bergelimang dosa dan kemaksiatan yang merasa ketakutan apabila partai Islam berkuasa maka usaha dan propagandis mereka akan terancam dihabisi.

Berkaca dari sejarah bahwa partai Islam dan para tokoh-tokoh Islam yang taat selalu dimusuhi oleh penguasa yang sekuler, karena dari dulu sampai sekarang partai yang berdasarkan Islam selalu dicurigai, sejak zaman orde lama sampai orde baru tokoh politik Islam selalu terpinggirkan bahkan banyak yang di-kandangsitumbin-kan. Karena apa, karena satu sebab, mereka membela kebenaran dan keadilan. Setelah reformasi maka kekuatan politik Islam kembali bangkit dan salah satunya adalah Partai Keadilan Sejahtera. Apa mau dikata tidak seorangpun yang dapat menghambat perkembangannya apabila Allah berkehendak. Tetapi para penguasa selalu mewaspadai, namun berhubung zaman sekarang adalah zaman reformasi maka mereka tidak mampu mencari titik kelemahan partai ini.

Barangkali 1001 cara diusahakan agar partai ini hancur lebur, musnah tidak bersisa atau setidaknya ditinggalkan oleh konstituen atau tidak lagi dipercayai oleh rakyat. Tapi Alhamdulillah Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana telah menunjukkan jalan yang terbaik dan ternyata para kader tidak bergeming sedikitpun bahkan semakin kokoh ibarat karang yang diterjang ombak dan badai dan sedikitpun tidak bergeser.

Masyarakat pun semakin cerdas dan tidak mudah terpengaruh dengan black campaign yang dipropagandakan oleh manusia-manusia yang hati nuraninya tertutup, buktinya adalah dua Pilkada di dua daerah yakni Jawa Barat dan Sumatera Utara dimenangkan oleh Calon Gubernur yang merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Ada satu hal lagi yang perlu diluruskan bahwa ada pendapat yang mengatakan sebaiknya ustadz atau kiyai tidak berpolitik, lebih baik mengurus umat karena justru politik itu bukan maqamnya para ustadz, kiyai dan ulama, kata mereka. Dari mana dalilnya mereka dapatkan bahwa tidak boleh, apakah ada Allah dan Rasul pernah melarang? dan apakah dalam konstitusi kita ada larangan, tidak ada sama sekali. Justru berda’wah di dalam lingkaran kekuasaan (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan dilakukan oleh ustadz, kiyai atau buya yang kebetulan berada di dalam pemerintahan, itu sebetulnya sangat tepat dan efektif, bukan berarti da’wah diluar itu tidak tepat, karena seorang yang punya pengetahuan/mengamalkan agama yang aktif di pemerintahan lebih mampu memperbaiki roda pemerintahan bila ada penyimpangan, setidaknya memberikan contoh yang baik kepada rakyat, bahwa pemimpin itu seharusnya seperti apa, karena kita sama tahu bahwa teramat sangat besar godaan di dalam kekuasaan itu. Islam Yes, Partai Islam No sudah tidak masanya, dan harus dibuang jauh-jauh karena istilah itu sudah usang dan dipopulerkan oleh orang-orang yang berpaham sekularisme.

Mari kita berfikir jernih, bagaimana mungkin sebagai seorang muslim, sebagi mukmin kita akan rela kepemimpinan di pemerintahan itu dikuasai oleh orang-orang non Islam dan orang-orang sekuler?, Islam KTP dan orang-orang liberal?, bagi orang-orang yang agamanya (Islam) kuat pasti hati dan perasaannya merasa sakit. Kecuali bagi yang di hatinya ada penyakit kronis. Padahal memilih para pemimpin dari kaum kafir jelas diharamkan dalam Islam dan tentu saja berdosa, juga berlaku untuk yang mengaku muslim tapi tidak mau dan tidak pernah membela kepentingan umat Islam.

Belum ada sejarahnya pemimpin negara ini memenuhi harapan rakyat banyak dalam kepemimpinannya, semuanya menyisakan masalah, bukannya bebas dari masalah justru semakin dihimpit oleh berbagai masalah sehingga rakyat banyak semakin menderita. Saya melihat secercah harapan itu masih ada dan Partai Keadilan Sejahtera memenuhi harapan itu, karena mempunyai kekuatan kader yang sangat solid bila diberikan kesempatan memimpin negeri ini.

Saya yakin untuk ke depan PKS akan tetap istiqamah didalam garis perjuangannya dan tetap Bersih, Peduli dan Profesional dan selalu siap bekerja untuk Indonesia, meskipun dizalimi secara bertubi-tubi dan difitnah secara membabi buta oleh orang-orang yang buta mata hatinya. Doa orang yang terzalimi didengar dan pasti diijabah oleh Allah Swt. Insya Allah. Saya menghimbau kepada Antum para kader PKS, Ikhwan dan Akhwati fillah,  Istiqamahlah dalam jalan dakwah, hindari godaan duniawi, perbanyak amal untuk akhirat dan selalu beristighfar. Saya masih ingat pesan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ustadz Tifatul Sembiring, ketika menghadapi pemilu tahun 2009:

”Assalamu’alaikum Wr. Wb. Ikhwani/Akhowati fillah... Kita berada dalam shaff da’wah ini adalah sebagai prajurit-prajurit, putra-putra da’wah. Pelanjut risalah... Anak panah dari sekian banyak anak-anak panah Allah swt... Semangat telah dikobarkan... Segala pikiran telah dicurahkan... Tenaga dan pekikan telah dikumandangkan... Secuil harta yang kita punya telah diinfakkan... hanya saja... Mungkinkah semua ini membebaskan kami, ya Allah, dari siksa neraka Mu...Ya Allah ampunilah kami...”

            Mari kita cerahkan semangat dalam hati kita dengan mendengar bait-bait syair, gambaran sang pejuang da’wah yang cita-citanya untuk menjadi syuhada akhirnya dikabulkan oleh Allah:

Majulah... Hai pembela Allah
Majulah... Hai penegak kebenaran dan keadilan

Bendera telah berkibar
Langkah suci harus terus berderap
Kenapa berhenti !!!
Kenapa !!!

Apakah karena Abdurrahman telah mati
Tidak !!!
Tidak !!!, Hai saudara se Islam
Jangan sampai berhenti
Hai yang penyebar keagungan Islam
Dan penyampai da’wah

Harus diwujudkan bangunan yang kokoh
Bendera Islam harus kita jaga
Agar tetap berkibar
Dan amanah di pundak kalian semua
Hingga hari akhir

Abdurrahman Al-Ghafiqy


Kepada Saudaraku sesama umat Islam mari kita perkuat Ukhuwah Islamiyah karena musuh Islam akan sangat senang apabila umat islam saling berselisih paham, mereka akan bergembira bila umat Islam saling bertengkar, mereka akan tertawa bila umat Allah ini saling menjatuhkan dan mereka akan bersorak bila umat Rasulullah ini saling bermusuhan. Ya Allah berilah kekuatan kepada umat-Mu ini dalam menghadapi fitnah dunia, dalam mengharap Keredhaan-Mu dan dalam menggapai Surga-Mu. Amin.