Selasa, 02 April 2013

Adat Nan Babuhua Sentak, Syara’ Nan Babuhua Mati



Oleh: Zulfadli, SH,MK

Beberapa waktu yang lalu saya ditelpon seorang teman perihal masalah yang timbul seputar pelaksanaan adat salingka nagari di nagari Kapau. Teman ini adalah seorang anak nagari Kapau juga yang bekerja di rantau tapi sering pulang kampung, punya kepedulian yang tinggi kepada kehidupan beradat dan beragama di kampungnya. Dia menyinggung tentang acara-acara seremonial adat baralek / berhelat kawin. Praktek seremonial adat yang pernah dialaminya adalah ketika acara jamuan baralek yang diisi dengan pasambahan atau sambah kato. Ketika itu masuklah waktu shalat magrib ditandai dengan berkumandangnya azan. Akan tetapi apa yang terjadi, di tengah rumah yang dipenuhi oleh ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan sebagainya tidak satupun yang tergerak untuk memenuhi panggilan Allah, acara tetap berlanjut. Karena bila acara belum selesai tidak seorangpun yang berani untuk beranjak pergi, yang sebetulnya karena faktor segan karena saling menghargai.

Ini adalah fenomena yang sudah biasa terjadi selama ini di nagari Kapau, para pemimpin adat dan sebagainya seolah-olah tidak menyadarinya. Dan pepatah yang mengatakan ”adat nan babuhua sentak dan syara’ nan babuhua mati” seakan-akan tidak berlaku. Sebetulnya pepatah ini berarti syara’ atau agama lebih didahulukan dari adat. Apabila datang kewajiban agama maka aktifitas adat dan duniawi lainnya dihentikan terlebih dahulu. Dalam pepatah lain ”Adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah” syara’mangato adat mamakai, sudah mengisyaratkan itu. Artinya apa yang disyari’atkan oleh syarak maka adat wajib melaksanakannya.

Menurut hemat saya kejadian seperti itu sangat berlebihan karena agama menjadi sesuatu yang tidak penting. Ini menandakan pudarnya rasa keberagamaan di tengah masyarakat. Padahal agama itu adalah aturan dari Allah, berarti ketaatan kita kepada Allah patut dipertanyakan.

Sebetulnya apabila kita melihat fakta di masyarakat, memang masih ada yang berkeyakinan bahwa hal di atas itu adalah salah tapi menurut saya jumlah mereka ini sangat sedikit dan dikalahkan oleh pendapat mayoritas yang tidak peduli dengan agama dan ibadah-ibadahnya terutama shalat. Keadaan yang sangat memprihatinkan.

Tetapi bukan berarti tidak ada jalan keluarnya, menurut saya semua itu sangat ditentukan komitmen pimpinan adat itu sendiri dalam merumuskan suatu aturan yang jelas dan pemikiran saya ini saya yakini menjadi pemikiran umumnya anak nagari Kapau. Ninik-mamak sebagai pimpinan di kaumnya mesti satu suara, apabila beberapa orang ninik mamak itu sendiri yang melaksanakan bahwa ”kewajiban agama mesti ditegakkan” dan segera bangkit melaksanakan kewajiban tersebut, saya yakin semua orang akan mengikuti. Inilah yang disebut dengan pepatah ”saciok bak ayam, sadanciang bak basi” artinya apapun yang dilaksanakan menjadi seirama dan tidak ada yang sumbang.

Terakhir saya pribadi menghimbau kepada dunsanak semua dari hati ke hati, Pertama; apabila panggilan azan sudah bergema sebaiknya kita hentikan segala aktifitas terlebih dahulu, apakah sedang baralek, sedang rapat dan sebagainya, tunaikan shalat dahulu, kalau dapat secara berjamaah. Setelah itu silahkan acara dilanjutkan kembali. Kebiasaan kita selama ini adalah menghentikan kegiatan dan mendengarkan azan yang sedang berkumandang, kemudian acara kembali dilanjutkan, ini adalah salah, karena kewajiban itu adalah menunaikan shalat bukan mendengarkan azan. Ini adalah suatu kelalaian, meskipun kita menunaikan shalat kemudiannya,  tapi kita sudah lalai yang pasti dimurkai oleh Allah dan kita menjadi orang yang merugi.

Kedua; barangkali ini alternatif lain yaitu mendisiplinkan diri dengan waktu, dimana waktu itu dimanfaatkan seefisien mungkin, tidak molor sehingga acara kita tepat waktu dan sebelum waktu shalat masuk maka acara kita sudah selesai. Atau sebelum melakukan kegiatan maka kita laksanakan terlebih dahulu kewajiban shalat, baru kemudian kegiatan kita mulai, terutama pada waktu shalat ashar dan magrib yang waktunya terbatas.

Jadi keprihatinan ini saya yakin juga menjadi keprihatinan kita semua yang masih memiliki iman di dalam dada dan kepedulian yang tinggi kepada tegaknya bangunan Islam di tengah kaum kerabat kita. Demikian dan terimakasih. Wallahu a’lam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar