Selasa, 19 September 2017

Perjuangan Anak Nagari Kapau
 
Oleh: Zulfadli Aminuddin


Kita patut berbangga dengan orang tua para tokoh pendahulu kita yg diakhir tahun 70 an belum terpikirkan oleh banyak orang masa itu karena perjuangan tokoh Kapau pada waktu itu telah merubah suatu keadaan menjadi lebih bagus.

Banyak yg telah diperbuat oleh mereka orang-orang tua yang membuat kita berdecak kagum dan juga kita telah menikmatinya sekarang ini.

Salah satu yang cukup fenomenal yang harus kita kenang adalah pembangunan Balai Adat Nagari Kapau yang keberadaannya dapat kita saksikan saat sekarang ini.

Bagaimana awal proses pembangunannya?. Tidaklah mudah tentu ada ide, ada gagasan besar serta ada eksekutor yang bertangan dingin yang telah mampu mewujudkannya.

Tersebutlah beliau H Hashuda yang sekitar tahun 1978/79 belum bergelar datuk Majo Nan Tuo (tahun 1980). Beliau tidak asing lagi bagi kita, disamping pejuang tiga zaman juga pengusaha restoran Roda Group yang sukses pada waktu itu.

Sebagaimana biasa ketika beliau pulang kampung maka selalu mampir ke kantor wali nagari menemui sahabatnya yang kebetulan menjabat wali nagari yaitu Aminuddin Dt Bagindo Basa (Inyiak Indo). Datang sekedar bernostalgia dan juga seputar perihal nagari dan lainnya.

Kemudian sampai pada ihwal adat istiadat. Dan disinilah awalnya maka dengan cermat H Hashuda mendengarkan curhat dari sahabatnya tentang kondisi nagari Kapau yang pada waktu itu belum mempunyai balai adat. Padahal balai adat adalah salah satu ikon penting suatu nagari.

Pada waktu itu memang belum ada balai adat dan kantor wali nagari sangat sederhana persis di lokasi balai adat sekarang. Gedungnya bergonjong semi permanen dan berdinding sasak (bambu) yang diplester serta satu meter kebawah batu bata. Tidak ada aula untuk rapat, kalau rapat selalu menumpang di gedung SD yang waktu itu SD 2 Pandam Basasak.

Jadi disampaikanlah oleh Inyiak Indo sebagai Walinagari bahwa syarat suatu nagari di dalam adat disebutkan, babalai bamusajik, bapandam ba pakuburan, bapasa batapian tampat mandi. Kondisinya nagari kapau belum punya balai / balairung / balai adat. Berarti ada yang kurang, nah kondisi inilah yang perlu dicari jalan keluarnya.

Jalan keluarnya tidak lain tidak bukan tentu membangun baru dan tidak mungkin merehab yang sudah ada dgn keadaan sangat sederhana seperti ini, mungkin begitu barangkali yang berkecamuk dalam pemikiran Bapak H Hashuda.

Dan ide selanjutnya berkembang bahwa bangunan baru tersebut bukan hanya balai adat tapi dua fungsi sekaligus yaitu Balai Adat dan kantor Walinagari. Dan beberapa tokoh masyarakat yang hadir juga sepakat dengan usulan ini.

Dari penjelasan selanjutnya yang diberikan sahabatnya ialah tidak ada dari pemerintah dana alokasi atau berupa bantuan untuk pembangunan balai adat atau kantor wali nagari dan memang tidak ada waktu itu. Kecuali dana Bandes (Bantuan Desa) yang telah diserahkan langsung ke dusun-dusun yang ada sebanyak 12 dusun/jorong. Dana Bandes ketika itu kira-kira Rp.458 ribu per dusun perbulan. Jadi hampir mustahil diharapkan atau diambil dari dana bandes tersebut. Lalu bagaimana solusinya, harus dicari akal.

Dengan keadaan seperti ini, singkat cerita akhirnya Bapak H Hashuda bersedia menjadi sponsor dana awal bagi pembangunan balai adat dan kantor wali nagari Kapau.

Wali nagari Bapak A Dt Bagindo Basa menyambut dgn gembira kesediaan Bapak H Hashuda tapi dilain pihak khawatir darimana sumber dana pembangunan sampai selesai? Inipun tentu akan menjadi persoalan yang cukup rumit.

Tapi sebagai wali nagari beliau tidak kehilangan akal, bagaimana cara mencari dana yang akan digunakan untuk pembangunan balai adat dan kantor wali nagari.

Beliau akhirnya memutar akal dan skenario ini ditengarai sukses dikemudian hari. Dan selesailah babak awal permasalahan.

Hari demi hari berlalu dan kiranya tidak ada satu hari pun yang terlewatkan untuk memikirkan agar gagasan ini terwujud, maka diundanglah seluruh Kepala Dusun, ketua, sekretaris LKMD, dan seluruh unsur masyarakat untuk membahas hal ini.

Maka dalam rapat tersebut Wali Nagari menyampaikan usul bagaimana bila sebaiknya dana Bandes untuk satu tahun sekitar Rp.5,5 juta pada waktu itu, dipergunakan untuk biaya pembangunan balai adat dan kantor walinagari.

Berbagai tanggapan bermunculan, Hal ini bukan tanpa alasan karena dusun/jorong tentu tidak mendapat bandes untuk satu tahun. Tapi dengan argumen dan penjelasan yang masuk akal maka peserta rapat dapat diberi pemahaman dan keyakinan.

Dengan jiwa besar seluruh kepala dusun dan lembaganya akhirnya sepakat menyerahkan dana bandes satu tahun (1979) dipergunakan untuk kepentingan yang lebih besar dan tak kalah pentingnya yaitu membangun balai adat dan kantor walinagari kapau yang representatif.

Dalam waktu tidak terlalu lama dimulailah pembangunan dengan dana sponsor Bpk H Hashuda Rp.1,4 juta. Beliau ditunjuk sebagai ketua umum panitia pembangunan, Inyiak Khatib Rasyidin Kari Bagindo sebagai ketua pelaksana dan Inyiak Ajo Dewan Dt Marajo sebagai bendahara.

Ketika pembangunan sedang berjalan dan masih butuh banyak biaya Bpk H Hashuda meminjamkan dana sebanyak Rp.6,6 juta (kemudian hari beliau sumbangkan juga) sehingga keseluruhan dana yang masuk yaitu dari Bandes Rp.5,5 juta serta ditambah sumbangan lain Rp.2,4 juta, sehingga total semuanya Rp.15,8 juta.

Pembangunan balai adat dan kantor walinagari berlangsung dalam waktu yang tidak terlalu lama, sekitar dua tahun selesailah pembangunan berkat partisipasi semua elemen nagari dan juga perantau.

Tidak lama setelah selesainya pembangunan balai adat dan kantor walinagari, dilaksanakanlah Alek Batagak Pangulu sekaligus peresmian balai adat dan peresmian Listrik Masuk Desa (LMD) oleh Bapak H Azwar Anas Gubernur Sumatera Barat. Dan Bapak H Hashuda akhirnya ikut menjadi salah seorang dari 41 orang yang dilewakan menjadi Penghulu dengan gelar Dt Majo Nan Tuo.

Terimakasih kepada para pendahulu kita yang telah berjuang mengorbankan hal yang sifatnya moril maupun materil. Serta kita doakan agar beliau-beliau dilapangkan di alam kubur bagi yang sudah wafat dan juga seluruh masyarakat yang ikut memberikan andil baik langsung maupun tidak langsung. Segala hasil perjuangan dan pengorbanan tersebut dapat kita pelihara dengan sebaik-baiknya.

Wallahua'lam, Terimakasih.
  
⁠⁠⁠⁠⁠SEJARAH NAGARI KAPAU NAGARI KITO

Menurut curai atau paparan urang tuo-tuo dalam Nagari Kapau takalo nagari Kapau alun bauni maso dahulunyo, tasabuik juo dlm tambo Nagari Kapau yg telah disahkan oleh Kerapatan Ninik Mamak Enam Suku pd tahun 1913 sebagaimana yg tersebut dibawah ini.

Pado maso dahulunyo barangkeklah 4 kumpulan atau 4 rombongan dari Pariangan Padang Panjang yaitu: 1.Kapau, 2.Kurai, 3.Sianok, 4.Koto Gadang.

Barapo lamo maso perjalanan tidak disebutkan, keempat rombongan itupun sampailah dekat batas Agam dengan Tabek Patah dakek nagari Tanjung Alam. Mako tiap-tiap kumpulan/rombongan itupun berhentilah di suatu tempat dengan pengambilan tempat masing-masing rombongan itu.

Barapo banyaknyo satu-satu rombongan itu tidak adolah yg dapek manarangkan. Urang Kurai berhentilah disana itu, tempat sekarang masih banamo Padang Kurai dan urang Koto Gadang pun berhenti pulo disitu yg sekarang tempat itu masih banamo Koto Gadang dan Sianok, demikian pulo sampai sekarang banamo Sianok dan urang Kapau pun berhentilah pula ditempat itu yg sampai sekarang namo kampung itu masih banamo Kapau yaitu dibawah Kayu Kapur atau dimano tumbuah kayu itu banamo Bukit Kapau.

Barapo lamo di tempat itu tidaklah ado satu sejarah atau tambo maupun riwayat yg manarangkan. Tapi keempat rombongan itu pasti berhenti di tempat itu. Keempat tempat itu atau kampuang masih ado bahuni sekarang masih banamo Sianok, Koto Gadang, Kurai dan Kapau dalam nagari Koto Tinggi dikaki Gunuang Marapi Kelarasan Limo Koto Baso.

Barapo lamonyo keempat rombongan diam disitu, mako kampuang atau tempat batambah sampik, mako tumbuahlah kiro-kiro bagi urang Kapau handak mancari dan membuat satu nagari lain atau tempat begitu pulo urang Kurai, Sianok dan Koto Gadang. Keempat rombongan itu turunlah ketempat masing-masing, sekarang meninggalkan pusako Amanat ditempat yg ditinggalkan itu.

Urang Kapau meninggalkan amanat sabuah Lasuang Batu, yg terletak di Bukit Kapau diatas Talago (satu lubuak yg luas) dibawah batuang tungga. Urang Kurai maninggakan pusako atau umanat Sisiak Tabiang, yg sekarang masih tasabuik Sisiak Tabiang. Urang Kurai dimaso kaki Gunuang Marapi, atau Kurai Atas. Sianok meninggalkan pusako atau umanat sabuah Lasuang Duato ataupun sekarang umanat itu Lasuang Luluih di Koto Gadang.

Orang Kapau pun mengutus dan menyusunlah sebuah badan untuk pergi meninjau atau melihat dimano tanah yg lebar dan subur untuk membuat Nagari. Mako terkemukalah satu badan yg diketuai induak Dt Bandaharo (Jambak enam Induak) mako bajalanlah basamo-samo, barapo lamonyo di jalan mako tibolah di suatu tempat yg kiro-kiro sekarang tempat itu didekat Simpang Sungai Janiah. Keenam badan itu menuju matohari mati dan kemudian sampailah ke kampung Koto kini, waktu itu belum ado kampuang malahan rimbo belukar.

Barapo banyaknyo orang yg mangiriangkan induak nan anam itu tidaklah disebutkan. Orang itu memeriksalah disekeliling koto itu yg sekarang ini maka diberi kabar kepado urang Kapau yg berada di Bukit Kapau.
Kemudian datanglah urang Malayu nan 7 induak untuk menyaksikan yg dikapaloi oleh Dt Mangkudun. Karano alah terbukti tanah itu baiak, luas dan subur maka diberilah kaba sakali lai ke Bukit Kapau. Mako sagalo urang Kapau nan barado di Bukit Kapau itu, turunlah dari Bukit Kapau mandapek ka kampuang Koto kini. Tanjuang Pisang Simabua 3 inyiak, Guci Pili enam induak, suku Koto tigo inyiak, Jambak Kaciak 2 induak, keempat-empat nya suku ini mana yg dahulu tibo di Koto tidaklah ado riwayat yg menentukan.

Setelah hadir keenam sukunya sampai di Kapau (koto kini) mako ninik mamak yg urang Kapau semuanya yg turun dari Bukit Kapau itupun merambah dan menebaslah membuat perumahan serta tempat masing2 induak, memilih tanah nanmaa nan disukoinyo, mako sabab itulah jugo di Koto sekarang umpamonyo urang Jambak nan 6 induak, tanah pusakonyo di Koto tercerai bateh oleh satu Induak dengan satu Induak yg lain pun ado juo tanah yg itu juo sejajar. Tetapi kebanyakan tidak dari satu induak juo berdekatan. Setelah siap sagalo usaho dan karajo, siap pulo tempat masiang-masiang Induak dan suku. Mako dibuatlah suatu taratak untuak bajago di Pintu Koto yg mano Pintsu Koto itu menghadap ke Koto Marapak nagari Ampek Angkek sekarang. Itulah yg banamo Pintu Koto dahulunyo, kemudian urang nan di Koto itu membuatlah suatu ladang basamo, dimano ladang basamo dinamoi Ladang Laweh dan karano itulah ladang nan laweh itu disambung membuatnya, kemudian ladang itu tidak dapat diperkebun sebab tanahnya liat banyak batu-batu dan ranggiang (dangka) kemudian musahua namonyo Dangkek.

Kemudian daripado nantun nenek muyang kito pun sepakat mambuek kabun basamo kalua kampung koto-koto. Yaitu di Parak Maru sekarang, setelah selesai dinamoi Parak Baru artinya kabun jolong sampai orang manyabuik Parak Maru tetapi asal katonyo Parak Baru (Parak Jolong),
Selesai ladang selesai pulolah parak, untuk bahan makanan bakarajo marambah, manabang dan marateh, mako dibuat dirambahlah samak dan belukar di kampung Koto Panjang yg membelintang dari utara ke selatan yg tidak putus-putusnya.

Salasai itu mako dinamoi sagalo urang Koto Panjang. Koto di Ladang Laweh adolah sabab banamo itu Koto tempat mandapek jolong datang. Koto Panjang mulai membuat kampung yg memanjang dar hilir ke mudiak (utara ke selatan) kemudian usaho ditambah lagi, sebab yg datang dari Bukit Kapau sudah banyak anak beranak, begitupun yg tinggal di Koto, di kampuang koto panjang, mako dibuat dan dirambah lagi satu belukar yg luas lagi datar, itulah yg dinamoi kampuang Padang Bacantiang sekarang, artinya suatu padang yg bagus dahulunya dalam nagari Kapau tempat mahambung sipak rago, tempat bermain layang-layang, tempat bermuda bergelanggang. Canting artinyo santing (bagus), setengah riwayat kato-kato itu berasal dari Canting suatu perkakas yg dipergunakan perempuan untuk paragi kain, di kampung itulah dahulunyo tempat orang maragi kain dengan ambalau, tetapi yg tepat canting, adolah santiang (bagus). Kemudian usaho ini diperluas lagi menambah atau merambah belukar-belukar di kampuang Induring kini, sebab namo kampuang itu belun ado. Waktu merambah dan menebas itu maka kedapatanlah suatu batang kayu yg besar dari kayu-kayu lain, kayu itulah namonyo maring, mako dinamoi sajo kampung Induring, keasalan dari namo sebatang kayu yg tumbuh diatas satu tanah ketinggian namonyo Guguk Induring, kampuang kaciaknyo banamo talao dalam lingkungan kampuang Induring. Kemudian usaho pun ditambah lagi sebab rakyat bertambah banyak juga, dibuat lagi suatu kampuang dengan marambah dan menebas belukar di Pandam Banyak artinya kuburan yg banyak, setengah riwayat mengatakan Pandan Banyak sebab pandan sajo yg tumbuah disitu, mako dinamoilah kampung itu Pandan Banyak.

Setelah kampung bahuni, alah bakoto, alah bataratak mako dibuat parit-parit ditanam aur baduri yg akan menjadi pagar nagari untuk mencukupi syarat sebuah nagari, iyolah barumah, alah batanggo, alah balabuah batapian tampat mandi di sungai, namonyo caro lamo, didirikan suatu Balai di tangah rang kapau (ditangah nagari kapau) sampai sekarang masih tetap namonyo Tangah Rang Kapau, disebut juo disitu Baruah Balai antaro Kampuang Koto Panjang Hilia dengan kampuang Padang Cantiang banamo Tangah Rang Kapau. Masjid berdiri di kampuang Induriang, Balai di tangah rang kapau, Gobah di kampuang Koto, tempat berapat yang enam suku, ado enam pulo batu balega kedudukan penghulu enam suku untuk berapat.
Gobah tempat berapat enam suku, Balai tempat berapat seluruh negeri Kapau, Masjid alim jo ulama, sudah banamo kampuang-kampuang, sudah baparik sudah bapaga, sebagai Pepatah Minangkabau:

Taratak mulai dibuek, sudah dibuek manjadi koto, sudah koto manjadi dusun, sudah dusun manjadi nagari, banamo nagari Kapau, mengambil keasalan dari namo tempat bermulo sabalum turun ka Kapau kini, iyolah Kapau dibateh Agam jo Tanah Datar dekat nagari Tanjung Alam, ditempat tumbuah sabatang kayu banamo Bukit Kapau, artinyo Kayu Kapau, nagari banamo waktu niniak-niniak yg turun dari Bukit Kapau itu balun ado Nagari Kapau nan Bagala Penghulu yg dimaksud Datuk. Mako dibangunlah penghulu di nagari Kapau mengambil contoh tilusuri tauladan dari Bukit Kapau. Tiap induak diangkat menjadi penghulu yang sainduak, tiap induak itulah berkembang biak, juga untuk memerintah anak kemenakan, maka dibangunlah dalam nan sainduak itu berapa penghulu yg akan membela dan memerintah anak-anak kemenakan yg banyak itu dalam separuik masing-masing.

Cara melaksanakan perkara menurut ada jika tumbuh perselisihan antaro anak kemenakan mako labiah dahulu diselesaikan oleh penghulu tiap-tiap nan sainduak (pucuk dalam suku itu) tidak selesai dalam nan sasuku baru dibawo banagari.

Di nagari enam suku, enam penghulu yg menyilau (memeriksa) iaitu pucuak dari tiap-tiap suku yg enam, jadi sebagai pepatah:
bila pari meraut kuku, bakarek pisau siraut, akan peraut batuang tuo, tuonyo elok ka lantai.
Dalam adat enam suku, basuku bainduak babuah parut, kampuang dibari ba nantuo, rumah dibari batungganai.

Penghulu nan Enam Suku (penghulu pucuak) itulah akan jadi hakim tertinggi dalam nagari Kapau ataupun menurut adat, mamaciak arek mangganggam taguah terdiri dari: Satu Dt Bandaharo - Jambak Gadang, duo Dt Mangkudun - Melayu, tigo Dt Palimo - Koto, empat Dt Tandilangik - Guci Pili, limo Dt Panduko Basa - Tanjuang Pisang Simabua, enam Dt Indo Marajo - Jambak Kaciak.

Penghulu nan enam suku itu diberi pulo bapituo, kalau tumbuah menurut adat Dt Bandaharo, kalau tumbuah menurut syarak Dt Mangkudun. Kaduonyo digadangkan (dibesarkan) menurut adat dengan kato mupakat. Kalau malakekkan pusako kaduonyo orang itu ditambah dengan seekor Jawi, sedangkan mangangkek ninik mamak , yaitu penghulu nan sainduak masing-masing seekor kerbau tetapi Dt Bandaharo dan Dt Mangkudun satu ekor kerbau dan satu ekor jawi.
Itulah sebabnya Dt Bandaharo dan Dt Mangkudun pucuak bulek dalan sukunyo masing-masing, pucuak bulek dalam nan enam suku di Kapau berpedoman kepado mudo-mudo turun dari Bukit Kapau ke Kapau sekarang dengan dikuatkan kato pepatah, jiko di balai dianjuangnyo, jiko dirumah sebelah ke atas. Basalisiah atau batuka paham ninik manak nan enam suku dalam adat pulang kapado Dt Bandaharo, mako Dt Bandaharo lah yg memutuskan biang manabuakkan dengan kato dan hak dalam adat.
Adatnyo di Kapau Koto iyolah Koto Piliang dengan basandikan kato pilihan sebab pusakonyo naiak balai turun balai sampaivke balai tujuah persidangan.

Pusakonyo turun tamurun bukanlah budi caniago, jiko budi caniago bulek air kapambuluah bulek kato kamupakat, pusakonyo gadang balega, duduak samo randah tagak samo tinggi. Tetapi koto piliang bapucuak bulek baurek tunggang, gadangnyo tidak balega, pusakonyo turun tamurun, disinilah terpasangnyo gala nan bakulipah pusako nan bapunyo.

Kapau adolah nagari tungga sedangkan nagari-nagari lain duo sabutannyo umpamonyo Kurai Banuampu, Sianok Koto Gadang, Guguak Tabek Sarojo, Sariak Sungaipua, Gaduik Tilatang, Salo Bagalanggang Magek. Tetapi yaitu Kapau panyampangan (setengah) riwayat Kapau Mansiangan, Kapau Mansiangan mashur namonyo waktu Parang Padri dalam tahun 1821,
Mansiangan adolah nama tempat kediaman yang dipanggilkan urang Kapau Tuanku Kapau kabinet Tuanku Imam Bonjol, diluar negeri Kapau, namonyo Tuanku Mansiangan, Mansiangan itulah yg sekarang dinamokan orang Kapau Bangsa, disanalah makam Tuanku Mansiangan mati terbunuh. Bangsa adalah dalam lingkungan kampung Pandan Banyak. Karano nagari Kapau tunggal satu kelarasan dari dahulu sampai sekarang, sampai kelarasan Kapau dihapuskan.

Demikianlah salo salo nagari Kapau Pemerintahan dalam monografi dan sejarah riwayat urang tuo-tuo yg telah terkumpul dalam kelarasan Kapau, iyolah kelarasan Koto Piliang dalam duobaleh lareh di luak Agam.

Sejarah Nagari Kapau dan susunan adat monografi dari Kewalian Nagari Kapau Wilayah Tilatang Kamang Kabupaten Agam.

1. Dari namo siapo didapat keterangan untuk menyusun sejarah ini. Keterangan-keterangan dari sebagian Ninik Mamak yg bersamaan penerimaan mereka menurut waris yg dijawek atau dalam pertemuan hari Kamis tanggal 28-02-1952 bertempat di sekolah Perti. Serta menguatkan keputusan Kerapatan Adat Enam Suku dalam tahun 1913.

2. Watas Pemerintvahan Kewalian Kapau, watas negeri ini menurut keadaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan watas negeri menurut I.P.O semasa pemerintahan Hindia Belanda, yaitu: A. Ke Timur dengan negeri Koto Marapak Kewalian Lambah Ampek Angkek, B. Ke Barat dengan kewalian Gadut, C. Ke Utara dengan Kewalian Koto Tangah dan Gadut, C. Ke Selatan dengan Kewalian Mandiangin dan Biaro Gadang.

3. Terdiri dari beberapa kampung, Kewalian Kapau itu sekarang terdiri dari 13 kampung, yaitu Parak Maru, Dangkek Paninjauan, Ladang Laweh, Cubadak, Koto Panjang Hilir, Koto Panjang Tangah, Koto Panjang Mudik, Korong Tabik, Padang Cantiang, Cingkariang, Koto Panalok, Induriang dan Pandan Banyak.

4. Bagaimana asal usul nama Kapau. Nama Kapau dilazimkan sejak dahulu sampai sekarang keasalan sebatang Kayu Kapur yg tumbuh diatas sebuah bukit bernama Bukit Kapau negeri Koto Tinggi dalam wilayah Limo Koto Baso.

Siapo-siapo dalam nagari itu yg beriwayat, riwayat masing-masing penghulu dalam negeri ini tidak ditentukan lagi yg mewaris saja. Dari ninik turun ke mamak, dari mamak turun ke kemenakan.

Keterangan-keterangan Ninik Mamak yg bersamaan penerimaan dalam pertemuan hari Kamis tanggal 28 - 2 - 1952

Dicatat oleh:
DT. MARAJO
Disalin dari catatan oleh:
LUKMAN ST. MUDO

Salinan ini diperbanyak oleh:
Sekretariat Ikatan Keluarga Kapau D.K.I. Jaya
Pada tanggal 1 Maret 1980
Sekretaris I

(  S Y A H R I L,  SmHK  )