Selasa, 12 Maret 2013

ALIH GENERASI YANG MEMPERTAHANKAN NILAI-NILAI KEHIDUPAN




Oleh: Zulfadli, SH MK

Di tahun-tahun tujuh puluhan di nagari Kapau belum ada listrik, masyarakat masih menggunakan lampu togok atau strongkeng/petromax. Yang memiliki televisi hanya beberapa orang. Jalan-jalan masih berlobang lobang dan besar seperti kubangan kerbau, tidak ada alat komunikasi seperti telepon apalagi handphone, kalau mau ke pasar dengan bendi atau dengan angkutan pedesaan seperti mikrolet atau datsun. Waktu itu masih banyak pedati mengangkut barang atau gerobak demo yang didorong manusia. Padahal kita tahu bahwa nagari Kapau bertetangga dengan kota Bukittinggi yang artinya berbatasan secara langsung.

Membajak sawah masih memanfaatkan tenaga kerbau atau dengan cara tenaga manusia yaitu mencangkul, begitu juga dalam merontokkan gabah/padi masih sangat tradisional yang terkenal dengan mairiak menggunakan kaki, kemudian dibersihkan atau dianginkan menggunakan nyiru.

Hal diatas adalah sekilas kondisi pada waktu itu yang sangat kontras dengan keadaan sekarang. Bukan membanding-bandingkan tapi ini adalah suatu pemikiran bagaimana sikap kita memandang perkembangan zaman dari waktu ke waktu.

Kondisi masa dahulu itu boleh dikatakan sulit kita temui di masa kita sekarang ini, bahkan ada yang tidak mungkin lagi kita temukan. Maka bukan tidak mungkin ada orang yang rindu ingin kembali ke zaman dahulu, tapi jelas tidak akan mungkin.

Dan apabila kita ditanya mana yang lebih baik zaman dahulu itu atau zaman sekarang?. Bermacam macam jawaban yang muncul, tapi yang pasti ada kelebihan tapi ada juga kekurangannya. Kita harus adil dalam menilai bahwa zaman kita sekarang ini ada karena didahului oleh adanya zaman dahulu itu. Rentetan peristiwa dan eksistensi suatu generasi tentu saja berkaitan dari dahulu sampai sekarang dan itu boleh dikatakan suatu mata rantai yang selalu bersambung dan terhubung.

Tetapi timbul pula pertanyaan apakah mata rantai itu bisa terputus?. Tentu saja, karena suatu keadaan seperti bencana alam atau ada sebab lain yang menyebabkan satu generasi punah sehingga digantikan oleh generasi baru yang tidak bersangkut paut dengan generasi sebelumnya. Namun bisa pula disebabkan oleh kerusakan moral dan akhlak yang memutus mata rantai tersebut. Dan peristiwa yang berkaitan dengan generasi tersebut pun berbeda dengan peristiwa sebelumnya.

Yang kita bahas disini tepatnya adalah alih generasi dari generasi sebelumnya. Kenapa alih generasi, karena kita harus faham terlebih dahulu bahwa generasi sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya dan yang sebelumnya lagi. Dan masanya juga berbeda, pola pemikiran berbeda, tantangan yang dihadapi pun berbeda serta banyak perbedaan lainnya. Meskipun banyak perbedaan tapi kita harus memahami bahwa ada persamaan, salah satunya adalah persamaan tradisi.

Kita membatasi tradisi tersebut di dalam suatu kaum atau suku bangsa, meskipun setiap bangsa mempunyai bermacam suku dan bermacam kaum, tapi setiap suku mempunyai tradisi yang berbeda dan kaum atau suku tersebut mewarisi suatu tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Dan biasanya bagi setiap yang mewarisi suatu tradisi maka tradisi ini tetap mereka pertahankan.

Kita ambil satu contoh di nagari Kapau, mereka mewarisi suatu tradisi yang disebut dengan adat yang dibuat atau disusun oleh nenek moyang sejak ratusan tahun yang lalu. Adat ini berisi pedoman hidup dalam bermasyarakat serta mengandung nilai-nilai moral dan akhlak yang apabila dilanggar maka akan ada sanksi atau hukuman bagi yang melanggar. Di nagari ini ada yang dinamakan adat salingka nagari yang artinya adat yang berlaku di lingkungan nagari. Disamping memberlakukan adat ini tentu saja juga mempedomani adat Minangkabau pada umumnya.

Judul yang saya angkat disini adalah Alih Generasi Yang Mempertahankan Nilai-nilai Kehidupan, arti sederhananya alih generasi adalah berganti generasi. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa generasi tahun tujuhpuluhan, berganti dengan generasi sekarang disaat mana kita hidup. Tentu karakter generasi tahun tujuhpuluhan tidak sama dengan karakter generasi tahun dua ribuan misalnya. Inilah yang saya maksudkan bahwa kita harus mewarisi karakter kuat yang ada pada generasi tahun tujuhpuluhan atau generasi-generasi sebelumnya karena ada hal yang positif yang mesti kita ambil.

Sebagai contoh bahwa dahulu ada karakter seorang anak yang hormat kepada orangtuanya, seorang kemenakan/keponakan yang hormat kepada mamaknya atau pamannya begitu pula sebaliknya. Sehingga terjadi saling hormat menghormati dan harga menghargai, sayang menyayangi serta saling kasih mengasihi. Seorang muda segan kepada yang lebih tua, seorang yang lebih tua menghargai yang lebih muda dan sesama besar saling berkawan.

Saya tidak akan mengutarakan disini apa yang terjadi di zaman kita sekarang, karena kita sudah tahu jawabannya. Sekarang mari kita introspeksi diri, bermuhasabah karena mungkin di antara keluarga kita, kaum kerabat kita terdapat hal-hal yang tidak sepatutnyanya atau kita sendiri yang banyak lalai. Maka begitu pentingnya adat istiadat yang bersendikan nilai agama dalam membentuk pribadi yang berkarakter, maka inilah yang harus kita tanamkan pada diri kita masing-masing terlebih dahulu. Kita tidak perlu kuatir dengan kerusakan moral dan akhlak di sekitar kita yang akan mempengaruhi, karena kita telah membangun benteng yang kuat dalam diri masing-masing. Mari kita lakukan perubahan pada diri kita dari yang kurang/tidak baik kepada yang lebih baik. (13/03/2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar