Jumat, 18 April 2014

Koalisi Parpol





Oleh: Zulfadli Aminuddin

Pemilu legislatif tahun 2014 di Indonesia baru saja usai dan berdasarkan hitung cepat atau quick count maka partai yang menang pada pemilu kali ini adalah PDIP. Hasil ini biasanya tidak akan jauh berbeda dengan hasil rekapitulasi manual KPU nantinya. Namun demikian perolehan suara setiap partai hampir merata dan tidak ada yang terlalu dominan untuk bisa mengusung calon presiden sendiri untuk pemilu presiden atau pilpres bulan Juli nanti, sehingga mau tidak mau partai yang meraih suara terbanyak harus berkoalisi untuk menghadapi pemilu presiden atau pilpres bulan Juli yang akan datang.

Mengenai koalisi yang akan dibangun menghadapi pilpres maka beberapa partai besar sudah mulai intens membangun komunikasi dengan partai-partai lain yang akan mereka ajak berkoalisi. Koalisi baru terdengar gaungnya semenjak era reformasi karena itu tadi, tidak ada partai yang dominan apalagi di negara Indonesia yang terdiri dari multi partai. 

Koalisi yang terjadi di negara-negara lain, biasanya pada negara yang sistem pemerintahannya parlementer, dimana koalisinya terjadi di parlemen. Karena apabila suatu partai memperoleh suara mayoritas atau mayoritas karena berkoalisi, maka partai inilah yang berhak membentuk pemerintahan baru, kemudian ketua partai pemenang langsung menjabat Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. Berbeda dengan negara Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidential. Nah disini terdapat kerancuan pemahaman karena sebagian orang berpendapat disamping koalisi di pemerintah juga koalisi di parlemen. Padahal seharusnya di negara yang menganut sistem presidential, koalisi itu terjadi di pemerintah (eksekutif) bukan di DPR (legislatif). Disinilah perbedaan itu ada karena dalam sistem parlementer kepala pemerintahan itu tidak dipilih oleh rakyat secara langsung, sedangkan di dalam sistem presidential dimana presiden disamping kepala negara sekaligus kepala pemerintahan langsung dipilih oleh rakyat. Meskipun masih ada presiden di suatu negara yang tidak dipilih oleh rakyat tapi idealnya dalam demokrasi yang lebih baik tentu hendaknya presiden tersebut dipilih langsung oleh rakyat seperti di Indonesia, Amerika dan lain-lain.

Berdasarkan praktek di negara Indonesia maka koalisi yang akan terbentuk biasanya terdiri dari partai-partai yang mempunyai ideologi yang sama atau hampir bersamaan, meskipun secara basa basi sebagian partai ada yang mengatakan tetap akan membuka koalisi dengan semua partai.

Yang kita bicarakan disini kita khususkan koalisi dalam negara dengan sistem presidential. Koalisi dalam arti kata bergabungnya beberapa partai untuk membentuk suatu pemerintahan baru dengan melalui suatu tahap yaitu pemilu presiden, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Suatu koalisi yang dibangun tidak bisa dipaksakan dengan suatu partai tertentu yang berbeda platform dan semangat yang ada di dalam partai yang bersangkutan karena hal ini cenderung akan terdapat pertentangan satu sama lain dalam perjalanannya. Disinilah munculnya suatu keseimbangan, karena tentu partai pemenang tidak mungkin merangkul semua partai dalam membangun koalisi mengusung calon presiden tertentu. Bagi partai lain yang tidak bergabung dalam suatu koalisi maka tentu mereka akan membentuk koalisi lain. Apabila salah satu koalisi kalah dalam pilpres maka mereka berhak menjadi partai oposisi, artinya yang berada di luar pemerintahan (eksekutif).

Di negara Indonesia memang belum ada aturan baku yang mengatur mengenai oposisi ini, namun selama ini terjadi secara praktis dan apa adanya. Suatu pemerintahan di suatu negara dapat dikatakan sehat dan demokratis apabila ada partai yang menjadi oposisi, karena ini akan menjadi penyeimbang. Dan tidak selamanya oposisi tersebut berseberangan dan mengkritisi pemerintah, tetapi adakalanya oposisi tersebut harus mendukung program pemerintah yang dapat dikategorikan pro rakyat.

Sekarang kita boleh menantang setiap partai, apakah ada yang siap kalah dalam pilpres, bukan hanya siap menang saja. Apabila kalah maka bersiaplah menjadi oposisi yang baik. Namun praktek sejak era reformasi ada kecenderungan sebagian besar partai yang maunya selalu ikut di dalam pemerintahan. Tentu saja ini tidak mungkin, karena tidak ada check and balance nya. Kecenderungan ini harus diubah secara bertahap. Setiap pertandingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Jargon siap menang dan siap kalah harus dipahami betul, karena hakikatnya tidak ada yang kalah tapi semua yang terjadi adalah kemenangan seluruh rakyat. Karena rakyat harus dimenangkan untuk menuju kemakmuran dan kesejahteraan serta menjadikan bangsa Indonesia yang bermartabat lahir dan batin. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar