Sabtu, 22 Juni 2013

Saeran Ramli Sang Inspiratif




Oleh: Zulfadli Aminuddin

Diantara tokoh muda yang aktif di organisasi Muhammadiyah di zaman Kolonial Belanda pada tahun 1920 an terdapatlah nama pada waktu itu yang cukup menonjol yaitu Saeran bin Ramli. Beliau lahir di dusun Padang Cantiang nagari Kapau sekitar tahun 1906 dari suku Jambak. Bapaknya bernama Ramli dan Ibunya Icah, beliau adalah anak kedua dari pasangan Ramli dan Icah, sedangkan kakaknya bernama Rasyidah. Sedangkan dua orang lagi adiknya adalah seibu dengannya yaitu Syamsiar dan Aisyah.

Sebagai seorang remaja yang termasuk pintar dan haus akan ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama, maka beliau berniat belajar hingga ke pulau Jawa. Tidak mengherankan, karena dalam usia yang relatif muda telah mampu menguasai ilmu agama terutama kitab kuning dan mahir beberapa bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Jerman dan Arab tentunya.

Sebagai seorang yang mempunyai cita-cita yang tinggi Saeran muda belum puas dengan ilmu yang diperolehnya di kampung. Dengan tekad yang sangat besar dalam menuntut ilmu, dan dalam usia yang masih muda belia beliau berniat berangkat ke pulau Jawa meskipun tanpa biaya yang cukup, namun dengan kefasihannya berbahasa asing beliau berani berbicara dengan kapten kapal orang Belanda yang akan membawanya ke pulau Jawa, sehingga kapten kapal tersentuh dan mengizinkannya ikut berangkat dengan kapal tanpa membayar ongkos sepeser pun.

Selesai menuntut ilmu di pulau Jawa Saeran pulang ke kampungnya Kapau, namun tidak berapa lama berada di kampung beliau jatuh sakit dan atas kehendak Allah akhirnya beliau berpulang kerahmatullah pada tahun 1932 dalam usia yang masih sangat muda yaitu 26 tahun, tetapi memiliki semangat belajar yang sangat tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.

Saeran dimakamkan di tanah bakonya tepatnya di dusun Cingkaring dimana Ayah dan ibunya juga dimakamkan di sana. Dalam hal penyelenggaraan jenazah dilaksanakan oleh kepanduan Hizbul Wathan, anak organisasi Muhammadiyah dimana selama hidup dia aktif di sana. Bukti dari kemampuannya belajar adalah masih terdapatnya hingga sekarang beberapa kitab yang tidak berbaris atau kitab gundul di rumah orang tuanya di dusun Padang Canting, sekarang jorong Padang Canting kenagarian Kapau Kec.Tilatang  Kamang  Kab.Agam Sumatera Barat.

Hasil perjuangannya belum seberapa tapi semangatnya belajar cukuplah menunjukkan kepada kita seandainya dia diberi umur lebih lama lagi, pasti sejarah akan mencatat hasil dari perjuangannya yang tentu luar biasa. Semoga arwah beliau diterima Allah Swt dengan sebaik-baiknya dan semangatnya yang sangat tinggi menuntut ilmu dapatlah hendaknya menular dan menginspirasi generasi muda nagari Kapau di masa yang akan datang. Amin. (12/06/2013)

Senin, 10 Juni 2013

PERGOLAKAN DITENGAH PERGOLAKAN (3)




Oleh: Zulfadli Aminuddin


Suasana batin pak Datuk bergolak, takdir yang menimpa Sutan Basa telah terjadi, jarum jam tidak akan mungkin diputar mundur. Pak Datuk berpikir dan dalam pikirannya tergambar suatu pelajaran yang berharga, dan dia berharap sekali kejadian tersebut adalah kejadian yang terakhir.

Dan pak Datuk menganalisa kejadian ini tidak berdiri dengan sendirinya, pasti mempunyai kaitan dengan hal-hal lain yang saling berhubungan. Dan tentu ada aktor dibalik semua itu, pak Datuk sudah menduga dan dugaannya sangat dekat kepada fakta yang ada. Tapi tentu dalam mengungkap semuanya sangat sulit dalam situasi pergolakan daerah ini. Sulit mengungkapkan suatu bukti kebenaran sebagaimana sulitnya mencari jarum di dalam tumpukan jerami.

Akan halnya kematian Sutan Basa adalah satu kejadian diantara ratusan kejadian bahkan ribuan kejadian lain yang sama atau hampir sama sebab dan akibatnya, di bumi Minangkabau yang dicabik-cabik perang saudara.

Pergolakan daerah dapat dianggap suatu persoalan ibarat benang kusut yang dapat diselesaikan. “Tidak ada kusut yang tidak selesai”, kata pepatah minang, namun pepatah minang juga mengatakan; “ibarat kusut sarang tempua, api yang menyelesaikan”.  Tapi bukan ini yang kita kehendaki dalam menyelesaikannya karena kita berharap ada secercah harapan di kemudian hari dan ternyata Alhamdulillah akhirnya kita terbebas dari malapetaka yang lebih dahsyat, inilah yang patut kita syukuri.

Kemungkinan-kemungkinan yang melatarbelakangi suatu peristiwa pasti ada, bisa saja berawal dari persoalan yang bersifat pribadi. Sangat mungkin orang yang berbuat suatu kejahatan berlindung di tengah suasana daerah yang dalam keadaan darurat perang seperti ini.  Wallahua’lam... (tamat 11/06/13)



Selasa, 04 Juni 2013

PERGOLAKAN DITENGAH PERGOLAKAN (2)





Oleh: Zulfadli Aminuddin


Suasana gelap di malam itu meliputi halaman rumah dimana beberapa tentara sudah menunggu, maklum waktu itu penerangan masih dengan lampu minyak tanah atau lampu togok, dari dalam rumah lampu togok cahayanya cuma remang-remang sampai ke halaman rumah. Sutan Basa tidak mengenal pasti berapa orang dan siapa saja tentara yang akan menangkapnya karena suasana gelapnya malam.

Sutan Basa keluar dari dalam rumah dilepas isteri dan anaknya dengan isakan tangis tertahan, tampak aura ketakutan di wajah mereka. Keluarganya mungkin masih berharap Sutan Basa nanti akan kembali berkumpul bersama mereka sebagaimana sediakala. Wajah Sutan Basa tampak tegang namun ia masih berusaha tetap tenang di hadapan keluarganya  meskipun dia ragu akan perlakuan tentara-tentara itu. Karena wataknya yang keras sulit baginya untuk cengeng menghadapi situasi seperti ini.

Sambil terus mengangkat tangan di atas kepala, Sutan Basa melangkahkan kakinya dengan tegar diikuti oleh tentara-tentara itu dengan todongan pistol. Sutan Basa digiring sejauh lebih kurang dua ratus meter dari rumahnya ke pinggir jalan dekat sebuah surau. Di sana secara bertubi tubi Sutan Basa dipukuli oleh tentara-tentara dengan tangan kosong dan ada juga dengan gagang senapan.

Penganiayaan terhadap Sutan Basa berlangsung dramatis tanpa ada yang berani menolong, tidak seorang pun masyarakat di sekitar tempat itu yang berani mendekat. Siapapun yang berani mendekat dan menolong berarti sama saja dengan bunuh diri, karena hukum berada di tangan para tentara, mereka dengan leluasa bertindak sesuai dengan keinginannya dalam menangkap serta menghukum siapa saja. Ibarat sebuah pisau mereka terpegang tangkainya sedangkan rakyat biasa terpegang matanya. Karena hanya satu sebab yaitu situasi dan kondisi daerah sebagai darurat perang. Teriakan kesakitan Sutan Basa tidak menimbulkan rasa iba dari tentara-tentara itu yang ibarat robot yang sudah terprogram terus saja menganiaya Sutan Basa.

Tanpa adanya rasa belas kasihan dari tentara-tentara itu, tembakan beruntun senjata otomatis dari jarak dekat diarahkan ke tubuh Sutan Basa, bunyi tembakan memecah kesunyian malam, peluru pun menembus tubuh Sutan Basa. Tubuh Sutan Basa yang sudah tidak berdaya itu pun terkulai, Sutan Basa tewas bersimbah darah, dia tewas secara tidak adil karena keadilan sudah terampas dengan semena-mena.

Suasana kembali hening dan sunyi, tanpa merasa bersalah akhirnya tentara-tentara itu berlalu meninggalkan Sutan Basa yang sudah tidak bernyawa, dia terkapar bersimbah darah. Seolah-olah sudah disetting sedemikian rupa para tentara itu hanya bertindak sebagai petugas  yang telah selesai melaksanakan tugasnya. Beberapa saat kemudian barulah orang-orang berdatangan mengambil jenazah Sutan Basa.

Tidak terhitung berapa yang bernasib seperti Sutan Basa, tidak terhitung berapa Istri yang kehilangan suaminya dan anak kehilangan bapaknya. Pergolakan daerah telah membawa malapetaka yang dahsyat. Siapa yang harus disalahkan sebab takdir telah terjadi.

Pak Datuk masih belum dapat memejamkan matanya malam itu, dia terus menerawang tapi bukan menghayal, pikirannya bergolak. Sesekali dia terbayang dengan Sutan Basa yang menurut firasat pak Datuk,  Sutan Basa akan mengalami keterancaman atas jiwanya. Tapi di lain fihak pak Datuk juga memikirkan nagari dan masyarakatnya yang juga terancam akibat pergolakan daerah ini. Di samping itu jiwanya juga terancam karena keberaniannya dalam menyerempet bahaya dalam pergolakan daerah.

Tewasnya Sutan  Basa secara cepat menyebar ke pelosok nagari. Mendengar kabar Sutan Basa tewas, pak Datuk hanya nampak masygul, sebelumnya dia sudah berkeyakinan dan sudah tahu siapa dalang dibalik pembunuhan ini, usaha menghindari peristiwa ini jangan sampai terjadi sudah dilakukannya, tapi apa daya dibalik itu semua diluar kemampuan pak Datuk, nasi sudah menjadi bubur, kejadian itu telah terjadi begitu cepat dan tentu sudah dirancang secara rapi dan terencana.

Pak Datuk bergegas menuju kediaman Sutan Basa. Jenazah sudah berada di tengah rumah dikelilingi isteri dan anak-anaknya serta kerabat yang meratapi kepergian tragis dari orang yang mereka cintai. (Bersambung...)

Kunjungan Komunitas Kawasaki Ninja 250 cc Bukittinggi ke MTI Kapau


BERITA MTI KAPAU. Pada hari Ahad tanggal 2 Juni 2013 Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Kapau, kedatangan tamu dari Komunitas Kawasaki Ninja 250 cc Bukittinggi. Komunitas motor berkapasitas besar tersebut melaksanakan kunjungannya dalam rangka kepedulian mereka terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan. Komunitas yang beranggotakan 20 an orang tersebut baru beberapa bulan berdiri.

Kedatangan Komunitas Kawasaki Ninja 250 cc Bukittinggi ini ke MTI Kapau dalam rangka memberikan bantuan berupa Al-Qur'an, Beras, Sembako, Pakaian dan lain-lain. Kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama di Mushalla Ar-Rasyid MTI Kapau serta do'a terhadap arwah orang tua salah seorang anggota komunitas yang meninggal dunia.