Selasa, 04 Juni 2013

PERGOLAKAN DITENGAH PERGOLAKAN (2)





Oleh: Zulfadli Aminuddin


Suasana gelap di malam itu meliputi halaman rumah dimana beberapa tentara sudah menunggu, maklum waktu itu penerangan masih dengan lampu minyak tanah atau lampu togok, dari dalam rumah lampu togok cahayanya cuma remang-remang sampai ke halaman rumah. Sutan Basa tidak mengenal pasti berapa orang dan siapa saja tentara yang akan menangkapnya karena suasana gelapnya malam.

Sutan Basa keluar dari dalam rumah dilepas isteri dan anaknya dengan isakan tangis tertahan, tampak aura ketakutan di wajah mereka. Keluarganya mungkin masih berharap Sutan Basa nanti akan kembali berkumpul bersama mereka sebagaimana sediakala. Wajah Sutan Basa tampak tegang namun ia masih berusaha tetap tenang di hadapan keluarganya  meskipun dia ragu akan perlakuan tentara-tentara itu. Karena wataknya yang keras sulit baginya untuk cengeng menghadapi situasi seperti ini.

Sambil terus mengangkat tangan di atas kepala, Sutan Basa melangkahkan kakinya dengan tegar diikuti oleh tentara-tentara itu dengan todongan pistol. Sutan Basa digiring sejauh lebih kurang dua ratus meter dari rumahnya ke pinggir jalan dekat sebuah surau. Di sana secara bertubi tubi Sutan Basa dipukuli oleh tentara-tentara dengan tangan kosong dan ada juga dengan gagang senapan.

Penganiayaan terhadap Sutan Basa berlangsung dramatis tanpa ada yang berani menolong, tidak seorang pun masyarakat di sekitar tempat itu yang berani mendekat. Siapapun yang berani mendekat dan menolong berarti sama saja dengan bunuh diri, karena hukum berada di tangan para tentara, mereka dengan leluasa bertindak sesuai dengan keinginannya dalam menangkap serta menghukum siapa saja. Ibarat sebuah pisau mereka terpegang tangkainya sedangkan rakyat biasa terpegang matanya. Karena hanya satu sebab yaitu situasi dan kondisi daerah sebagai darurat perang. Teriakan kesakitan Sutan Basa tidak menimbulkan rasa iba dari tentara-tentara itu yang ibarat robot yang sudah terprogram terus saja menganiaya Sutan Basa.

Tanpa adanya rasa belas kasihan dari tentara-tentara itu, tembakan beruntun senjata otomatis dari jarak dekat diarahkan ke tubuh Sutan Basa, bunyi tembakan memecah kesunyian malam, peluru pun menembus tubuh Sutan Basa. Tubuh Sutan Basa yang sudah tidak berdaya itu pun terkulai, Sutan Basa tewas bersimbah darah, dia tewas secara tidak adil karena keadilan sudah terampas dengan semena-mena.

Suasana kembali hening dan sunyi, tanpa merasa bersalah akhirnya tentara-tentara itu berlalu meninggalkan Sutan Basa yang sudah tidak bernyawa, dia terkapar bersimbah darah. Seolah-olah sudah disetting sedemikian rupa para tentara itu hanya bertindak sebagai petugas  yang telah selesai melaksanakan tugasnya. Beberapa saat kemudian barulah orang-orang berdatangan mengambil jenazah Sutan Basa.

Tidak terhitung berapa yang bernasib seperti Sutan Basa, tidak terhitung berapa Istri yang kehilangan suaminya dan anak kehilangan bapaknya. Pergolakan daerah telah membawa malapetaka yang dahsyat. Siapa yang harus disalahkan sebab takdir telah terjadi.

Pak Datuk masih belum dapat memejamkan matanya malam itu, dia terus menerawang tapi bukan menghayal, pikirannya bergolak. Sesekali dia terbayang dengan Sutan Basa yang menurut firasat pak Datuk,  Sutan Basa akan mengalami keterancaman atas jiwanya. Tapi di lain fihak pak Datuk juga memikirkan nagari dan masyarakatnya yang juga terancam akibat pergolakan daerah ini. Di samping itu jiwanya juga terancam karena keberaniannya dalam menyerempet bahaya dalam pergolakan daerah.

Tewasnya Sutan  Basa secara cepat menyebar ke pelosok nagari. Mendengar kabar Sutan Basa tewas, pak Datuk hanya nampak masygul, sebelumnya dia sudah berkeyakinan dan sudah tahu siapa dalang dibalik pembunuhan ini, usaha menghindari peristiwa ini jangan sampai terjadi sudah dilakukannya, tapi apa daya dibalik itu semua diluar kemampuan pak Datuk, nasi sudah menjadi bubur, kejadian itu telah terjadi begitu cepat dan tentu sudah dirancang secara rapi dan terencana.

Pak Datuk bergegas menuju kediaman Sutan Basa. Jenazah sudah berada di tengah rumah dikelilingi isteri dan anak-anaknya serta kerabat yang meratapi kepergian tragis dari orang yang mereka cintai. (Bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar