Selasa, 14 Mei 2013

Urang Kapau

Peta Nagari Kapau Zaman Kolonial Belanda



Oleh: Zulfadli, SH,MK


Apabila mendengar nama Kapau, umumnya tidak ada orang yang tidak mengenal nama yang satu ini. Maka ingatan orang akan tertuju kepada Nasi Kapau yang sudah terkenal itu dan memang berasal dari Kapau, Kapau adalah sebuah nagari yang terletak di sebuah dataran agak rendah, berjarak lebih kurang enam kilometer dari pusat kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat. Sebuah nagari (desa) kecil yang penduduknya tidak seberapa. Karena sebagian besar  penduduknya pergi merantau ke seluruh nusantara bahkan ke mancanegara.

Mungkin barangkali salah satu sebab nagari ini ditinggal warganya pergi merantau adalah karena faktor wilayahnya yang kecil dan sangat sulit untuk dikembangkan. Tapi disamping itu juga jiwa dagang atau manggaleh sebagian warganya, yang sekarang lebih kerennya disebut dengan jiwa business. Disamping itu apabila kita menengok lebih dekat ke daerah Kapau itu sendiri, maka warganya bukan berdagang saja tapi banyak juga yang bertani atau menjadi petani di kampung karena sawah dan ladang luas-luas. Sehingga tidak mengherankan banyak orang luar daerah Kapau yang berdatangan ke sini karena tergiur untuk menggarap sawah ladang yang bagus-bagus.

Alhasil penduduk luar yang berdatangan tersebut mendominasi penggarapan sawah yang ada di Kapau dibandingkan penduduk Kapau asli. Bahkan ada yang telah berdomisili di Kapau sejak puluhan tahun lalu.

Namun ada suatu aturan adat yang sudah diwarisi turun temurun yaitu ”Dilarang menjual tanah atau sawah ke warga luar nagari Kapau”, dan aturan ini sampai sekarang masih dipegang teguh, meskipun aturan ini ada kelebihan dan kekurangan tapi terlepas dari itu semua, anak nagari Kapau harus berbangga karena adat istiadat, sosial budayanya masih murni dan utuh. Kemudian orang yang datang dari luar hanya sekedar berdomisili dengan cara menumpang tinggal dan menggarap tanah yang ada di Kapau dan kiranya itu sudah cukup dan tidak ada persoalan yang mengemuka.

Disini kita tidak membedakan apakah dia itu orang Kapau asli atau bukan, kita hanya menyebut warga Kapau, selagi dia berada di Kapau, tinggal dan mencari makan di Kapau maka rasanya tidak perlu dipersoalkan asal usulnya karena mereka adalah aset untuk kemajuan nagari. Tinggal lagi bagaimana warga Kapau ini memiliki karakter yang dapat dibanggakan. Alhamdulillah selama ini interaksi sesama warga Kapau terjalin dengan baik dan aman, begitu pula dengan warga perantauan.

Ketika melihat aktivitas warga Kapau, saya berkesimpulan ada suatu ciri khas yang dimiliki warga Kapau yaitu rasa kebersamaan dan kekeluargaan. Kemudian partisipasi masyarakat dalam pembangunan, mungkin itu sangat umum tapi boleh dikatakan tidak ada gejolak ketidakpuasan yang dilampiaskan dalam bermacam bentuk seperti aksi massa dan sebagainya, sehingga tidak ada hal-hal yang berujung unjuk kekuatan, anarkhisme dan sebagainya sebagaimana yang terjadi di daerah-daerah lain misalnya. Inilah yang patut disyukuri.

Disamping itu budaya merantau yang sudah diwarisi turun temurun sejak nenek moyang, mulai merantau secara regional, nasional kemudian internasional. Sehingga sebagian besar warga Kapau (lebih kurang 75 %) adalah perantau, mereka merantau ke seluruh pelosok Nusantara bahkan sampai ke negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura. Dan tidak mengherankan pepatah yang mengatakan ”Karatau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang dahulu, di rumah paguno balun”, Karatau madang di hulu, berbuah berbunga belum, ke rantau bujang dahulu, di rumah belum dibutuhkan. Maksudnya seorang pemuda minang itu disuruh untuk merantau mencari ilmu atau merubah nasib agar sukses, setelah sukses diharapkan membangun kampung.

Suatu keunikan budaya merantau urang (orang) Kapau, dan juga orang Minang pada umumnya adalah sifat merantau yang tidak melupakan kampung halaman. Sehingga berapapun jauh dan lamanya merantau masih timbul keinginan untuk pulang kampung, minimal satu kali satu tahun, atau paling tidak masih mengirimkan bantuan ke sanak saudara di kampung. Disamping itu mereka umumnya masih mempertahankan adat istiadat atau kebiasaan-kebiasaan di rantau meskipun telah berbaur dengan suku atau bangsa lain.

Orang Kapau baik yang berada di kampung maupun yang berada di perantauan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Meskipun jarak memisahkan tetapi hati mereka adalah satu. Ini dapat dibuktikan peranan perantau dalam membangun kampung berupa sarana dan prasarana dan semangat gotong royong rang kampuang yang masih ada, minimal di kampung masing-masing. Namun hal ini perlu ditingkatkan dan dikoordinir di tingkat nagari, maka perlu bukti-bukti nyata dari pemerintah nagari dalam mengkordinir pembangunan yang ada di nagari Kapau itu sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar