Senin, 25 Maret 2013
Sabtu, 23 Maret 2013
Krisis dan Akar Masalahnya
Oleh: Zulfadli, SH, MK
Apabila berbicara tentang krisis maka sudah sangat
sering kita mendengarnya, krisis adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan,
kemunduran, ketakberdayaan, hilangnya sesuatu yang baik yang diharapkan
sehingga timbul sesuatu yang buruk. Dimana dalam hal ini orang yang masih mau
berfikir jernih diliputi keresahan, kemarahan sulit menerima keadaan tersebut dan
sebagainya, tapi ada juga yang menghadapinya dengan kepanikan serta ke putus
asa an dan sebagainya. Bermacam-macam sikap orang dalam menerima keadaan
tersebut.
Dahulu sebelum munculnya era reformasi terkenal
dengan krisis moneter atau disingkat dengan krismon, dimana nilai rupiah
merosot tajam apabila dikurs dengan dollar Amerika. Sehingga timbullah
kegoncangan yang meluas ditengah masyarakat. Kemudian ditimpakan penyebab
krisis tersebut kepada pemerintah Orde Baru. Akhirnya pemerintahan Orde Baru
tumbang oleh aksi yang dimotori oleh mahasiswa.
Krisis moneter tidak berdiri sendiri tapi
katakanlah hanya sebagai pemicunya, karena diikuti kemudian dengan krisis
lainnya yang bersifat multidimensi, seperti krisis kepercayaan, krisis
kepemimpinan, krisis sosial, krisis politik. Itu hanya sebagian kecil dari
sekian banyak krisis yang ada. Kemudian kita mendengar pula krisis akhlak/budi
pekerti dan moral, barangkali yang terakhir inilah yang perlu kita garis
bawahi. Kenapa demikian, karena sebelum munculnya krisis sebagaimana disebutkan
di awal, krisis akhlak dan moral ini sebetulnya telah lebih dahulu ada tapi
banyak orang yang tidak menyadarinya. Terjadinya perilaku-perilaku buruk para
pemimpin tidak terlepas dari krisis akhlak dan moral ini. Kita tidak hanya
memandang para pemimpin tapi juga sebagian rakyat telah mengalami krisis akhlak
dan moral.
Secara jujur harus diakui bahwa pada zaman dahulu,
katakanlah puluhan tahun yang lalu segala macam krisis itu barangkali telah ada
beberapa tapi boleh dikatakan dalam skala yang kecil dan tidak punya pengaruh yang
signifikan. Tetapi sekarang
skalanya sudah sangat besar bahkan telah
menjadi multidimensi kata orang sekarang.
Menurut hemat saya akhlak dan moral ini sebetulnya
akar masalah segala krisis yang ada itu muncul. Sebab akhlak dan moral ini
sangat dijaga betul oleh agama Islam karena dalam agama Islam belumlah beragama
dan beriman seseorang itu apabila belum berakhlak dan bermoral. Nabi Muhammad
sendiri telah mengatakan; ”Tidaklah aku diutus ke bumi ini melainkan untuk
menyempurnakan akhlak/budi pekerti manusia”. Percuma seorang yang mengaku
muslim tapi budi pekertinya masih buruk, suka memfitnah, menghujat, berkata
kotor, korup, bergunjing dan sebagainya.
Melalui media massa apakah elektronik maupun media
cetak kita disuguhi berita berbagai macam bentuk kejahatan dan berbagai
kerusakan akhlak dan moral di sekeliling kita. Apalagi dewasa ini melalui media
internet dengan mudah kita mendapatkan informasi apa saja baik yang positif
maupun yang negatif yang tidak terhitung lagi banyaknya.
Kita berharap krisis yang terjadi diawal reformasi
dapat berkurang atau dihilangkan, tapi harapan itu mungkin hanya tinggal
harapan karena bukannya berkurang malahan semakin marak terjadi bahkan di
lingkungan kita masing-masing.
Apakah kita berputus asa terhadap hal demikian,
tentu tidak, sebagai orang beriman kita harus tetap optimis. Sekali-kali tidak
boleh berputus asa dan tidak boleh lemah. Karena Allah telah mengatakan bahwa
Dia tidak akan membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Selagi kita masih diberi kekuatan oleh-Nya, berusaha mulai dari diri sendiri
dan keluarga. Jagalah diri mu dan keluarga mu dari siksa api neraka kata
Allah. Hanya itulah usaha kita sedangkan
keputusan selanjutnya serahkanlah kepada Allah swt, hanyalah orang bodoh yang
ingin semua usahanya berhasil, padahal hanya Allah yang mampu mewujudkannya.
Kita tidak dituntut oleh Allah supaya berhasil dari usaha kita itu tapi apa
yang telah kita lakukan dan niatkan untuk mencapainya, kita telah mendapat
Keridhaan dari-Nya.
Perilaku Elegan Dalam Berpolitik
Oleh : Zulfadli, SH, MK
Sekali lagi saya ingin berbicara
politik, karena politik itu walau bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan
hidup kita, ini yang perlu kita garis bawahi. Hidup kita sangat erat kaitannya
dengan politik. Kita hidup di suatu negara dimana di negara itu ada yang
memerintah disebut dengan pemerintah, orangnya disebut pemimpin atau kepala
pemerintahan, pemerintah tentu memerintah kita supaya mengikuti apa yang
diperintahkannya berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pemimpin itu bukan pelayan yang bisa
kita atur sedemikian rupa tapi dia mengatur hidup kita dengan menjalankan berbagai
macam aturan. Pemimpin itu jabatan yang terhormat sepanjang dia menjalankan
amanah dengan baik. Dia dipilih karena mempunyai kelebihan, kecerdasan dan
sebagainya. Kita diikat
dengan aturan dan kita harus mentaati aturan itu, mau tidak mau dan suka tidak
suka. Kalau melanggar aturan tentu kita dianggap menentang pemerintah dan bisa
ditangkap dan diadili.
Misalnya ketika kita berkendaraan apakah pakai mobil atau
sepeda motor maka kita harus berjalan di sebelah kiri, cobalah kita melanggar
aturan itu sekali saja dengan berkendara di sebelah kanan, tentu kita akan
bertabrakan dengan kendaraan di depan kita yang berlawanan arah. Kemudian kita
wajib membayar pajak kendaraan tapi kita tidak mau membayar pajak, pasti kita
tidak berani keluar berkendara dan timbul was-was jangan-jangan ada razia,
tentu ini merepotkan kita dan kita tidak menjadi bebas pergi kemana saja. Kita
tidak boleh buang sampah sembarangan tapi kita melanggarnya dengan membuang
sampah sembarangan, sehingga saluran air tersumbat maka terjadilah banjir yang
mencelakai kita dan sanak keluarga kita.
Jelaslah bagi kita bahwa aturan yang ada itu tidak
lain dan tidak bukan untuk kepentingan kita sendiri serta kepentingan bersama.
Agar kita menjadi aman tenteram dan tidak terjadi hal-hal yang merugikan diri
kita. Karena suatu aturan tidak mungkin akan mencelakakan kita apabila kita
berjalan menurut aturan atau sistem yang berlaku tersebut.
Banyak orang bersikeras tidak suka berpolitik,
benci dan muak dengan politik, politik itu kotor katanya, tapi disamping itu
dia tetap mematuhi dan mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dan itu
merupakan produk politik, para pemimpin adalah produk politik, yang dihasilkan
melalui proses politik, meskipun diakui secara terpaksa atau tidak. Jadi
terjadi sesuatu hal yang paradoks atau bertentangan antara keinginan dengan
kenyataan. Ada pula orang yang ketika pesta demokrasi memilih golput atau
golongan putih, sama sekali tidak ikut memilih seorang pemimpin karena
ketidaksukaan atau kebencian, padahal setelah itu dia ikut menikmati hasil dari
kepemimpinan yang dia tidak sukai. Bukankah ini sesuatu yang sangat aneh dan
membingungkan.
Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya tapi juga mengatur bagaimana berpolitik
yang baik, menjadi umat yang baik, mentaati para pemimpin sepanjang dijalan
yang benar dan para pemimpin melaksanakan kepemimpinan dengan baik pula. Islam
itu ajaran yang sempurna dan sangat kompleks dalam mengatur seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan agama dipolitisasi untuk kepentingan
politik, tidak, tapi agama menjadi dasar dan sandaran dalam berpolitik.
Jadi politik itu dapat dikatakan cara yang dikemas
dengan cantik dan elegan untuk dapat menyampaikan agama itu kepada umat,
mengajak umat itu taat kepada ajaran agamanya, apabila dia taat kepada agama
maka perilakunya otomatis akan baik, memiliki akhlakul karimah dalam
berinteraksi dengan sesama.
Politik itu bisa kotor ketika orang-orang yang ada
di dalamnya bermain kotor, politik itu akan bersih bila orang-orangnya bersih.
Tergantung bagi kita bagaimana menyikapinya, kalau kita merasa bersih dan
merasa baik maka ikutlah berperan dalam politik dan bersihkan apa yang terasa
kotor selama ini di dalam politik. Maka itulah sebabnya orang yang punya nyali
dan keberanian maka dia akan menegakkan yang benar itu benar dan yang salah itu
salah.
Kita mengetahui selama ini sebagian orang lebih
suka berteriak di luar sistem bagaimana kebobrokan perpolitikan di negara kita.
Tapi hanya ibarat berteriak di sebuah goa yang kedengaran hanya gema suaranya
saja. Ibarat menyapu rumah yang kotor maka kita harus masuk ke dalam rumah
untuk menyapunya, tidak bisa kita diluar saja dan menunggu rumah itu bersih
dengan sendirinya, bukankah itu sesuatu yang mustahil?. Dalam arti kata kita
mesti ikut berpolitik kalau kita merasa politik itu kotor dan perlu dibersihkan,
inilah yang realistis.
Secara gamblangnya dapat digambarkan, apabila kita
menganggap negara ini kotor dan perlu dibersihkan, maka berpolitiklah melalui
partai politik dan tunjukkan kepada konstituen bahwa kita mempunyai niat yang
tulus untuk menjadi pemimpin nantinya, anggaplah partai sebagai kendaraan
politik sebagai miniatur negara yang akan kita pimpin. Tapi harus diingat kita berjuang secara bersama dengan
teman atau kolega dan tidak bisa sendiri-sendiri. Tentu harus menampilkan diri
sebaik mungkin tanpa cacat sedikit pun dan pandai-pandai mengambil hati rakyat.
Harus jujur kepada rakyat dan kepada diri sendiri. Maka mudah-mudahan
konstituen atau rakyat memberikan dukungan dan merasa simpati serta memberikan
kemenangan di kemudian hari untuk seseorang menjadi pemimpin. Tetapi kalau kita
berjalan sendiri dan menganggap perjuangan kita benar sendiri dengan cap
independen tanpa mau menumpang kapal besar yang namanya partai politik maka
tipis harapan cita-cita kita akan tercapai, karena sudah banyak contoh yang
tentu tidak perlu diungkapkan disini.
Dalam konteks ini saya tidak ingin menggiring
opini pembaca agar masuk ke dunia politik atau memilih salah satu partai yang
dipercayai dalam pemilu, tapi mari kita lihat dan pelajari semua partai yang
ada secara lebih lengkap dan utuh, barulah kemudian kita membuat suatu kesimpulan
partai mana yang memenuhi kriteria kita sebagai pilihan.
Diawal berdirinya negara kita rakyat sudah
mengenal partai sebagai kendaraan politik, bahkan sebelum kemerdekaan meskipun
akhirnya dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Barulah setelah kemerdekaan
berbagai kelompok berlomba-lomba mendirikan partai politik yang tujuannya tidak
lain sebagai suatu cara mengisi kemerdekaan yang telah diraih. Kemudian
partai-partai ini ibarat berdagang mereka menjual dagangannya kepada rakyat,
sehingga rakyatlah yang memilih mana yang mengakar ditengah publik. Dan
tokoh-tokoh yang terpilih inilah yang menjadi pemimpin-pemimpin dan
negarawan-negarawan. Mereka tidak lagi berbicara partai dan mementingkan
kepentingan partai tapi sudah berbicara kepentingan rakyat banyak yang
diwakilinya, mereka tidak lagi berada dalam struktur partai tapi menyerahkan
kepemimpinan kepada kader yang lain, inilah etikanya. Inilah yang susah kita
praktekkan di negara kita dewasa ini, jarang sekarang ini partai politik
memberikan pendidikan politik yang elegan seperti ini.
Jadi perlu ditegaskan untuk kita semua, kenali
partai, pelajari, setelah itu nilai, kemudian baru memutuskan mana yang paling
baik. Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak
cinta. Jangan kita terlalu idealis dan terlalu berharap diluar kemampuan yang
ada, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini, tapi kita harus kritis
menyikapi setiap persoalan untuk menuju kepada perbaikan. Setiap ada persoalan
hukum maka mari kita serahkan kepada yang berwenang, tidak ada yang kebal hukum
meskipun penegak hukum itu sendiri. Dan yang terpenting adalah kita menyadari
bahwa kita telah berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, meskipun itu
hanya sedikit.
Alangkah indahnya politik itu apabila aktor-aktor
yang ada didalamnya diisi oleh pribadi-pribadi bersih, taat dan saleh. Sehingga
semakin tumbuh kepercayaan rakyat dan dengan penuh kesadaran rakyat akan dengan
senang hati ikut berpartisipasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mendukung
kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara.
Senin, 18 Maret 2013
Kisah Perjalanan Seorang Ibu
Jusna, begitulah nama beliau. Sosok
seorang ibu yang penuh pengorbanan selama hidupnya. Menghadapi tantangan hidup
yang tidak ringan dari masa ke masa. Sekarang di usianya yang lebih delapan
puluh empat tahun ingatan beliau masih normal. Gurat wajah dalam mengalami
dinamika hidup selama ini membekas di wajah beliau yang sudah nampak tua. Lahir
dan dibesarkan di sebuah dusun dengan kesederhanaan. Beliau ditinggal wafat
seorang ayah sebagai tempat bergantung ketika masih berusia 16 tahun, ketika
itu di zaman penjajahan Jepang. Akhirnya beliau tinggal bersama dengan ibu serta tiga orang adik-adiknya.
Kesulitan hidup di masa-masa
penjajahan memang terasa berat tapi mau tidak mau harus dijalani, begitu juga
menghadapi masa kemerdekaan dan kesusahan di masa perang kemerdekaan. Setelah
masa revolusi fisik atau masa agresi militer Belanda Ibu Jusna menikah dengan
seorang prajurit TNI dari dusun tetangga nama beliau Pak Menan. Dan dikaruniai enam
orang anak, anak yang ketiga lahir kembar dua perempuan, sedangkan anak pertama
meninggal pada umur satu tahun lebih. Sebagai isteri seorang prajurit tentu
beliau mengikuti kemana suami bertugas. Banyak suka duka menjadi isteri seorang
prajurit atau tentara. Pernah beliau mengikuti suami bertugas ke Aceh selama
beberapa tahun sampai menjelang peristiwa PRRI. Sehingga salah seorang anak
beliau lahir di Aceh.
Pada masa Pergolakan daerah di
Sumatera Tengah yaitu Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / PRRI tahun
1957, suami beliau berjuang di hutan belantara sebagai tentara PRRI. Suatu
perjuangan yang berat dimana pemerintah pusat menganggap PRRI itu sebuah
pemberontakan. Pada tahun 1958 adik Ibu Jusna yang bernama Amah wafat dan
meninggalkan dua orang putra yang masih kecil-kecil. Sehingga Ibu Jusna harus
menjaga anak yang masih kecil tersebut. Menjelang akhir riwayat PRRI tahun sekitar
1961 pak Menan yang waktu itu berpangkat Letnan TNI hilang di rimba ketika
berjuang sebagai tentara PRRI menghadapi tentara pusat atau Angkatan Perang
Republik Indonesia / APRI. Keberadaan beliau tidak pernah diketahui sampai
sekarang apakah masih hidup atau sudah meninggal dunia, bahkan beliau dengan
keluarga sudah mencari ke Jambi dan tempat lainnya berdasarkan informasi
seorang dukun atau paranormal. Tapi usaha itu sia-sia karena tidak pernah
menemukan suami tercinta. Ibu Jusna harus menghidupi tujuh orang anak yang
masih kecil-kecil, lima anak kandung beliau dan dua orang anak saudaranya yang
telah meninggal dunia.
Bertahun tahun Ibu Jusna harus tabah
menghadapi cobaan yang dihadapi, tapi untunglah ada sawah peninggalan leluhur
yang dapat dikerjakan, itupun harus dibagi-bagi dengan saudara-saudara sepupu.
Tetapi itu belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kemudian bersama Ibunya
beliau membuat usaha rumah tangga yaitu kue sapik dari tepung beras dan dijual
ke sebuah kota selama lebih kurang satu jam lebih perjalanan dengan kendaraan
pada waktu itu.
Setelah sekian lama berlalu Ibu Jusna
akhirnya mendapatkan pensiun janda dari pemerintah karena perjuangan suami
sebagai tentara diakui dengan pangkat Sersan Mayor. Alhamdulillah dengan uang pensiun
tersebut dapat menambah kebutuhan sehari-hari pada waktu itu.
Pada tahun 1968 beliau menikah
dengan seorang veteran pejuang nama beliau pak Amin dan secara kebetulan masih
satu kampung dengan pak Menan suami beliau terdahulu dan kebetulan pula
sama-sama seperjuangan di masa revolusi. Pak Amin pada waktu itu sedang bekerja
sebagai anggota DPRD kabupaten dan beristeri serta mempunyai anak tiga orang. Dari
perkawinan tersebut dikaruniai seorang anak laki-laki.
Pada tahun 1970 an ibu Jusna harus
merelakan kepergian empat orang anak, satu laki-laki dan tiga orang perempuan
untuk merantau ke negeri seberang yaitu Malaysia kecuali satu orang perempuan yang
tetap di kampung dan seorang anak laki-laki dengan pak Amin. Yang membawa
merantau adalah etek atau bibi dari ibu Jusna yang telah lama merantau di
Malaysia dan telah menjadi warga negara Malaysia. Ibu beliau Rasidah juga
meninggal dunia pada akhir tahun 70 an. Berturut turut kemudian meninggal pula dua
orang adik laki-laki beliau akhir tahun 80 an.
Saat bahagia dan duka datang silih
berganti begitulah kehidupan, Ibu Jusna pernah datang beberapa kali ke Malaysia
terutama menghadiri pernikahan anak dan para cucu beliau, dimana cucu beliau sekarang
ini berjumlah 18 orang dan cicit sebanyak 15 orang baik yang di rantau maupun
di kampung. Pada tahun 2000 suami beliau pak Amin juga meninggal dunia disusul
beberapa tahun kemudian anak laki-laki yang tertua yang meninggal dunia di
Malaysia.
Disaat usia yang semakin senja Allah
masih memberikan kesehatan sehingga beliau masih sempat berkunjung ke Malaysia untuk
yang kesekian kalinya. Pada kunjungan beliau, mungkin yang terakhir, pada awal
tahun 2011 beliau cukup lama berada di Malaysia kira-kira hampir satu tahun.
Beliau pulang ke kampung pada akhir 2011. Selama lebih kurang sepuluh hari berada
di kampung beliau terjatuh di halaman samping rumah, sehingga mengalami patah
tulang pinggul. Dengan penderitaan selama berbulan-bulan Alhamdulillah beliau
sudah mampu berjalan sedikit menggunakan tongkat berkaki empat.
Ibu Jusna, yang kami anak-anak
beliau memanggil dengan Amak sekarang berada di kampung, kami berjanji akan
merawat amak dengan kemampuan yang ada pada kami meskipun tidaklah seberapa dibandingkan
dengan perjuangan dan pengorbanan amak selama ini yang tidak terhitung. Maafkanlah
kelalaian dan kesalahan kami. Kami berdoa semoga amak diberikan umur yang
berkah dan kekuatan oleh Allah dalam menghadapi sisa hidup ini. Amak... kami
anak-anak dan cucu-cucu mu sangat mencintai Amak.
Minggu, 17 Maret 2013
BERSIH PEDULI DAN PROFESIONAL
Oleh : Zulfadli, SH, MK
Ketika menjabat kepala jorong semacam jabatan di
bawah kepala desa atau nagari di Minangkabau, seorang teman memberi saya sebuah
buku kecil yang berjudul “Mengapa Memilih PK Sejahtera: 42 Argumen PK Sejahtera harus menang di Pemilu 2004” dan sebuah
kartu ucapan selamat lebaran dari pengurus partai. Teman saya ini adalah kader Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Kalau tidak salah waktu kejadiannya pada pertengahan
tahun 2003.
Sebagai seorang yang didahulukan selangkah dan
ditinggikan seranting di kampung saya atau sebagai pelayan masyarakat saya
faham apa maksud pemberian oleh teman saya tersebut. Tentu saya harus mengambil suatu sikap yaitu tidak
menjadi partisan partai politik manapun. Setelah membaca buku kecil tersebut
dari awal hingga akhir saya berkesimpulan bahwa buku kecil ini bagus dan tidak
saya sangsikan lagi kebenarannya.
Saya tidak pernah menjadi kader dari partai
politik manapun sebelumnya walau pada masa orde baru sekalipun. Secara jujur
saya akui bahwa saya tidak pernah memilih partai Islam pada masa itu. Tapi
sejak tahun 1999 diawal reformasi saya mempunyai pemikiran lain bahwa sudah
saatnya partai politik yang berasaskan Islam yang harus tampil memimpin
republik ini, namun saya belum berminat menjadi kader partai politik. Pada
pemilu 1999 saya memilih salah satu partai Islam, saya tidak perlu menyebutkan
partai apa tapi bukan PKS, yang waktu itu masih bernama Partai Keadilan (PK). Tetapi
yang penting adalah pemimpin partai tersebut tokoh favorit saya waktu itu. Akhirnya
kepercayaan saya kepada partai ini lambat laun mulai memudar, karena saya
melihat sebagai partai Islam kok pemimpinnya tidak islami. Kok tokoh favorit
yang menjadi harapan saya ini isterinya tidak pakai jilbab?, padahal Islam
mewajibkan seorang muslimah memakai jilbab?. Sungguh aneh menurut pikiran saya.
Sejak saat itu harapan saya pupus dan saya
berfikir tidak akan lagi berharap terhadap partai ini di masa mendatang. Setelah
saya fikir dan menimbang-nimbang baik buruknya saya yakin tentu ada partai baru
yang berasas Islam yang akan memenuhi harapan saya, sebab saya sama sekali
tidak percaya dengan partai berideologi lain selain Islam. Akhirnya Saya melihat
ternyata Partai Keadilan Sejahtera yang cocok dengan kriteria saya apalagi mengetahui
ciri khasnya sebagai partai da’wah, kejadian ini berlaku sebelum saya menerima
buku kecil tersebut. Saya memimpikan partai ini menjadi kekuatan baru sebagai
partai masa depan di republik yang kita cintai ini.
Saya berterimakasih kepada teman yang telah
memberi buku kecil yang sangat berharga bagi saya karena telah memberikan
pengetahuan yang cukup lengkap dan panduan untuk memilih yang terbaik diantara
yang baik. Sebagai kepala jorong tentu secara etika saya tidak mungkin aktif
sebagai kader apalagi duduk di kepengurusan. Saya berpikir cukup sebagai
simpatisan. Dan pada pemilu tahun 2004 saya telah memastikan memilih Partai
Keadilan Sejahtera (PKS).
Setelah saya tidak lagi menjabat kepala jorong
pada tahun 2005 saya belum berpikir untuk aktif di kegiatan politik, karena
saya masih mempunyai kesibukan di pemerintahan nagari sebagai anggota Badan
Perwakilan Rakyat di nagari. Kemudian juga menjadi staf di kantor wali nagari
dan masih banyak kegiatan lainnya disamping mengelola Yayasan Pondok Pesantren di
kampung saya sebagai salah seorang pengurus dan staf pontren dan juga mengurus
Mushalla serta MDA.
Pada awal tahun 2008 saya didatangi oleh tiga
orang kader PKS, mereka adalah pengurus DPD PKS Kabupaten. Saya mendapat penghargaan yang tinggi
sekali karena kedatangan tamu istimewa ini. Singkat cerita saya ditawarkan
menjadi kader PKS dan tanpa keraguan sedikitpun saya bersedia, kesediaan saya
tidaklah heran karena sejak 2004 saya tidak asing lagi dengan PKS, selama empat
tahun sudah cukup kiranya dalam menentukan suatu pilihan untuk bergabung
sebagai kader partai.
Sehingga sejak saat itu saya resmi menjadi kader
dan tidak lama setelah itu saya menerima kartu anggota dan ditunjuk sebagai Ketua
Dewan Pimpinan Ranting (DPRa) di nagari saya. Ada ciri khas partai ini yang
berbeda dengan partai lain yaitu bahwa setiap kader ditempa dan dibekali dengan
kegiatan, yaitu Liqo’ artinya pertemuan yang dilaksanakan sekali dalam seminggu
berupa pengajian, dimana setiap kader dibagi berkelompok sebanyak enam sampai
12 orang, kemudian mengikuti pengajian yang dipimpin seorang guru/murabbi atau
mentor. Pengajian ini diawali dengan tilawah al-Qur’an masing-masing kader,
kemudian dilanjutkan dengan taujih / tausiyah oleh guru yang berisikan kajian-kajian
keislaman, fiqih, hadits, tafsir, sirah nabawiyah dan lain-lain dan selalu pula
dibarengi dengan diskusi. Dan diharapkan juga nantinya masing-masing kader
mampu pula menda’wahkan Islam di tengah masyarakat.
Liqo’ yang dilakukan ini sangat banyak manfaatnya
dan saya tidak sedikitpun melihat hal-hal yang meragukan atau katakanlah
menyimpang dari amalan kita sehari-hari, kader dituntut menjadi pribadi muslim
yang mampu menjalankan ajaran Islam itu secara kaffah, sebagai mu’min sejati yang
meyakini hari berbangkit, bukan hanya melaksanakan yang wajib tapi sampai
kepada yang sunnah. Dengan bekal inilah kita harapkan lahir para pemimpin yang
bersih, memiliki kepedulian sosial dan profesional di bidang yang ditekuninya.
Pemimpin yang tawaddu’ yang tidak mengharapkan dunia sebagai tujuan tetapi
berlomba-lomba mencari Ridha Allah.
Disamping Liqo’ masih banyak kegiatan lain yang
dapat diikuti kader dan simpatisan seperti tasqif mingguan siraman rohani dan
diskusi keagamaan, rihlah keluarga, kepanduan, kegiatan alam, aksi solidaritas
damai, aksi kepedulian sosial dan masih banyak lagi.
Sesuatu yang saya dapatkan dalam liqo’ dan selalu
ada dalam ingatan saya adalah bahwa inti dari kita berorganisasi dan berpolitik
itu adalah dakwah agama kita yang mulia ini terus bergerak di dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, yang dimulai dari diri kita masing-masing. Partai hanyalah
sarana dan alat untuk mencapai itu semua, sekiranya partai ini dibubarkan,
dakwah itu tetap akan ada dan tidak akan berhenti hingga akhir zaman. Saya
berfikir bahwa partai boleh diibaratkan hanyalah sebuah kapal atau bahtera yang
mengarungi samudra yang sangat luas yang akan mengantarkan kader menjadi
pemimpin di tempat tujuan nantinya.
Ada orang yang alergi dengan politik, mereka
menganggap politik itu kotor dan partai politik itu sarang koruptor. Kenapa
harus alergi, barangkali karena tabiat buruk para politikus. Tapi ingatlah
saudaraku setiap partai pasti bertujuan baik, tidak ada partai yang buruk atau
jelek hanya saja ada oknum yang tidak baik, manusia yang mengendalikannya yang
mungkin jahat. Politik itu pada dasarnya baik bila manusia didalamnya juga
baik. Inilah yang harus dicamkan, menjadikan manusia itu baik dan berakhlak, tidak
ada jalan lain selain mendidiknya dengan dasar agama, jadi setiap manusia itu
wajib selalu berpedoman kepada ajaran agama khususnya Islam.
Dan ada pula orang yang berpandangan, jangan
membawa-bawa agama ke ranah politik. agama bukan untuk dipolitisasi, katanya.
Ini adalah pandangan yang sangat keliru, karena Islam itu adalah jalan yang
lurus sebagai jalan keselamatan, selagi orang itu berada di jalan yang lurus,
pasti segala prilakunya tidak akan menyimpang. Ada dua hal prinsipil yang perlu
diketahui bahwa, Pertama; Islam tidak hanya mengatur hubungan Makhluk dengan
Khalik tapi juga mengatur hubungan makhluk dengan sesamanya, hablum minallah wa
hablum minannaas, artinya hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia
dengan sesama manusia. Bagaimana hubungan sesama manusia inilah yang perlu adanya
kepemimpinan yang dilakukan oleh orang yang ahli/mengamalkan ajaran agama,
bagaimana perilaku seorang pemimpin dan bagaimana perilaku orang dalam menerima
kepemimpinan itu dan maka itulah politik. Kedua; setiap pribadi yang beragama Islam wajib
memegang teguh tali/agama Allah, setiap tindakannya, perilakunya selalu berada
dibawah aturan Allah dan Rasul-Nya inilah jalan lurus yang wajib diyakini dan
diamalkan.
Sekarang Partai Keadilan Sejahtera dihujat
habis-habisan oleh orang-orang yang tidak senang, mereka seolah tidak mau tahu
bahwa partai ini adalah anak kandung reformasi yang lahir dari rahim reformasi
setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Apalagi akhir-akhir ini PKS diterpa badai
dahsyat dimana Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq yang ketika menjadi Presiden PKS
dijadikan tersangka oleh KPK. Dan hal ini menjadi berita menarik bagi
media-media sekuler untuk menghantam PKS agar partai ini hancur karena
kebencian mereka terhadap perkembangan partai ini. Boleh diibaratkan tusukan
pedang yang tajam langsung ke jantung partai itu sendiri. Tapi apakah partai
oleng dan kemudian ambruk?. Ternyata diluar dugaan, jangankan oleng, bergeming
pun tidak.
Hal ini berkat kesigapan pimpinan di tingkat pusat
dalam mengelola strategi penyelamatan partai, dalam waktu pendek dan melalui
pemilihan yang singkat maka kepemimpinan partai segera diserahkan kepada Ustadz
Anis Matta yang segera menjadi Presiden partai menggantikan Ustadz Luthfi Hasan
Ishaaq yang telah mengundurkan diri karena menjadi tersangka. Dan Anis Matta sebagai
presiden partai Alhamdulillah ternyata mampu mengendalikan jalannya partai
dengan sangat baik.
Tetapi sebagai salah seorang kader PKS saya sama
sekali tidak terpengaruh, malahan semakin bertambah kepercayaan saya terhadap
PKS. Terlepas dari bersalah atau tidaknya beliau nantinya di depan hukum saya
yakin mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq tidak bersalah. Dan tidak ada
keyakinan saya sedikitpun bahwa tokoh sekaliber beliau terlibat kasus seperti
yang dituduhkan. Saya yakin suatu saat Allah pasti akan menunjukkan kebenaran
yang sesungguhnya.
Menurut analisa saya ada tiga pihak yang
memproklamirkan kebencian yang meluap-luap dan berupaya dengan ribuan cara agar
PKS dibonsai atau kalau perlu hilang dari peredaran. Pertama; Pihak penggagas dan pendukung Sepilis (sekulerisme,
pluralisme dan liberalisme), termasuk disini kaum munafik yang sangat anti
kepada partai yang berasaskan Islam dan pada dasarnya mereka anti kepada Islam
itu sendiri. Kedua; Pihak Islam KTP
yang dangkal pemahaman keislamannya, dimana mereka ini mudah terpengaruh dan
dipengaruhi serta ikut-ikutan tanpa adanya dasar pemahaman yang utuh. Ketiga; Pihak yang bergelimang dosa dan
kemaksiatan yang merasa ketakutan apabila partai Islam berkuasa maka usaha dan
propagandis mereka akan terancam dihabisi.
Berkaca dari sejarah bahwa partai Islam dan para
tokoh-tokoh Islam yang taat selalu dimusuhi oleh penguasa yang sekuler, karena
dari dulu sampai sekarang partai yang berdasarkan Islam selalu dicurigai, sejak
zaman orde lama sampai orde baru tokoh politik Islam selalu terpinggirkan
bahkan banyak yang di-kandangsitumbin-kan. Karena apa, karena satu sebab,
mereka membela kebenaran dan keadilan. Setelah reformasi maka kekuatan politik
Islam kembali bangkit dan salah satunya adalah Partai Keadilan Sejahtera. Apa
mau dikata tidak seorangpun yang dapat menghambat perkembangannya apabila Allah
berkehendak. Tetapi para penguasa selalu mewaspadai, namun berhubung zaman sekarang
adalah zaman reformasi maka mereka tidak mampu mencari titik kelemahan partai
ini.
Barangkali 1001 cara diusahakan agar partai ini
hancur lebur, musnah tidak bersisa atau setidaknya ditinggalkan oleh konstituen
atau tidak lagi dipercayai oleh rakyat. Tapi Alhamdulillah Allah Yang Maha
Perkasa dan Maha Bijaksana telah menunjukkan jalan yang terbaik dan ternyata
para kader tidak bergeming sedikitpun bahkan semakin kokoh ibarat karang yang
diterjang ombak dan badai dan sedikitpun tidak bergeser.
Masyarakat pun semakin cerdas dan tidak mudah
terpengaruh dengan black campaign yang dipropagandakan oleh manusia-manusia
yang hati nuraninya tertutup, buktinya adalah dua Pilkada di dua daerah yakni
Jawa Barat dan Sumatera Utara dimenangkan oleh Calon Gubernur yang merupakan
kader Partai Keadilan Sejahtera. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Ada satu hal lagi yang perlu diluruskan bahwa ada
pendapat yang mengatakan sebaiknya ustadz atau kiyai tidak berpolitik, lebih
baik mengurus umat karena justru politik itu bukan maqamnya para ustadz, kiyai
dan ulama, kata mereka. Dari mana dalilnya mereka dapatkan bahwa tidak boleh, apakah
ada Allah dan Rasul pernah melarang? dan apakah dalam konstitusi kita ada
larangan, tidak ada sama sekali. Justru berda’wah di dalam lingkaran kekuasaan
(eksekutif, legislatif, yudikatif) dan dilakukan oleh ustadz, kiyai atau buya
yang kebetulan berada di dalam pemerintahan, itu sebetulnya sangat tepat dan
efektif, bukan berarti da’wah diluar itu tidak tepat, karena seorang yang punya
pengetahuan/mengamalkan agama yang aktif di pemerintahan lebih mampu
memperbaiki roda pemerintahan bila ada penyimpangan, setidaknya memberikan
contoh yang baik kepada rakyat, bahwa pemimpin itu seharusnya seperti apa,
karena kita sama tahu bahwa teramat sangat besar godaan di dalam kekuasaan itu.
Islam Yes, Partai Islam No sudah tidak masanya, dan harus dibuang jauh-jauh
karena istilah itu sudah usang dan dipopulerkan oleh orang-orang yang berpaham sekularisme.
Mari kita berfikir jernih, bagaimana mungkin
sebagai seorang muslim, sebagi mukmin kita akan rela kepemimpinan di
pemerintahan itu dikuasai oleh orang-orang non Islam dan orang-orang sekuler?,
Islam KTP dan orang-orang liberal?, bagi orang-orang yang agamanya (Islam) kuat
pasti hati dan perasaannya merasa sakit. Kecuali bagi yang di hatinya ada
penyakit kronis. Padahal memilih para pemimpin dari kaum kafir jelas diharamkan
dalam Islam dan tentu saja berdosa, juga berlaku untuk yang mengaku muslim tapi
tidak mau dan tidak pernah membela kepentingan umat Islam.
Belum ada sejarahnya pemimpin negara ini memenuhi
harapan rakyat banyak dalam kepemimpinannya, semuanya menyisakan masalah,
bukannya bebas dari masalah justru semakin dihimpit oleh berbagai masalah
sehingga rakyat banyak semakin menderita. Saya melihat secercah harapan itu
masih ada dan Partai Keadilan Sejahtera memenuhi harapan itu, karena mempunyai
kekuatan kader yang sangat solid bila diberikan kesempatan memimpin negeri ini.
Saya yakin untuk ke depan PKS akan tetap istiqamah
didalam garis perjuangannya dan tetap Bersih, Peduli dan Profesional dan selalu
siap bekerja untuk Indonesia, meskipun dizalimi secara bertubi-tubi dan difitnah
secara membabi buta oleh orang-orang yang buta mata hatinya. Doa orang yang
terzalimi didengar dan pasti diijabah oleh Allah Swt. Insya Allah. Saya
menghimbau kepada Antum para kader PKS, Ikhwan dan Akhwati fillah, Istiqamahlah dalam jalan dakwah, hindari
godaan duniawi, perbanyak amal untuk akhirat dan selalu beristighfar. Saya
masih ingat pesan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Ustadz Tifatul Sembiring,
ketika menghadapi pemilu tahun 2009:
”Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ikhwani/Akhowati fillah... Kita berada dalam shaff da’wah ini adalah sebagai
prajurit-prajurit, putra-putra da’wah. Pelanjut risalah... Anak panah dari
sekian banyak anak-anak panah Allah swt... Semangat telah dikobarkan... Segala
pikiran telah dicurahkan... Tenaga dan pekikan telah dikumandangkan... Secuil
harta yang kita punya telah diinfakkan... hanya saja... Mungkinkah semua ini
membebaskan kami, ya Allah, dari siksa neraka Mu...Ya Allah ampunilah kami...”
Mari kita cerahkan semangat
dalam hati kita dengan mendengar bait-bait syair, gambaran sang pejuang da’wah
yang cita-citanya untuk menjadi syuhada akhirnya dikabulkan oleh Allah:
Majulah... Hai pembela Allah
Majulah... Hai penegak kebenaran dan
keadilan
Bendera telah berkibar
Langkah suci harus terus berderap
Kenapa berhenti !!!
Kenapa !!!
Apakah karena Abdurrahman telah mati
Tidak !!!
Tidak !!!, Hai saudara se Islam
Jangan sampai berhenti
Hai yang penyebar keagungan Islam
Dan penyampai da’wah
Harus diwujudkan bangunan yang kokoh
Bendera Islam harus kita jaga
Agar tetap berkibar
Dan amanah di pundak kalian semua
Hingga hari akhir
Abdurrahman Al-Ghafiqy
Kepada Saudaraku sesama umat Islam
mari kita perkuat Ukhuwah Islamiyah karena musuh Islam akan sangat senang
apabila umat islam saling berselisih paham, mereka akan bergembira bila umat
Islam saling bertengkar, mereka akan tertawa bila umat Allah ini saling
menjatuhkan dan mereka akan bersorak bila umat Rasulullah ini saling bermusuhan.
Ya Allah berilah kekuatan kepada umat-Mu ini dalam menghadapi fitnah dunia,
dalam mengharap Keredhaan-Mu dan dalam menggapai Surga-Mu. Amin.
Langganan:
Postingan (Atom)