Oleh: Zulfadli, SH, MK
Apabila berbicara tentang krisis maka sudah sangat
sering kita mendengarnya, krisis adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan,
kemunduran, ketakberdayaan, hilangnya sesuatu yang baik yang diharapkan
sehingga timbul sesuatu yang buruk. Dimana dalam hal ini orang yang masih mau
berfikir jernih diliputi keresahan, kemarahan sulit menerima keadaan tersebut dan
sebagainya, tapi ada juga yang menghadapinya dengan kepanikan serta ke putus
asa an dan sebagainya. Bermacam-macam sikap orang dalam menerima keadaan
tersebut.
Dahulu sebelum munculnya era reformasi terkenal
dengan krisis moneter atau disingkat dengan krismon, dimana nilai rupiah
merosot tajam apabila dikurs dengan dollar Amerika. Sehingga timbullah
kegoncangan yang meluas ditengah masyarakat. Kemudian ditimpakan penyebab
krisis tersebut kepada pemerintah Orde Baru. Akhirnya pemerintahan Orde Baru
tumbang oleh aksi yang dimotori oleh mahasiswa.
Krisis moneter tidak berdiri sendiri tapi
katakanlah hanya sebagai pemicunya, karena diikuti kemudian dengan krisis
lainnya yang bersifat multidimensi, seperti krisis kepercayaan, krisis
kepemimpinan, krisis sosial, krisis politik. Itu hanya sebagian kecil dari
sekian banyak krisis yang ada. Kemudian kita mendengar pula krisis akhlak/budi
pekerti dan moral, barangkali yang terakhir inilah yang perlu kita garis
bawahi. Kenapa demikian, karena sebelum munculnya krisis sebagaimana disebutkan
di awal, krisis akhlak dan moral ini sebetulnya telah lebih dahulu ada tapi
banyak orang yang tidak menyadarinya. Terjadinya perilaku-perilaku buruk para
pemimpin tidak terlepas dari krisis akhlak dan moral ini. Kita tidak hanya
memandang para pemimpin tapi juga sebagian rakyat telah mengalami krisis akhlak
dan moral.
Secara jujur harus diakui bahwa pada zaman dahulu,
katakanlah puluhan tahun yang lalu segala macam krisis itu barangkali telah ada
beberapa tapi boleh dikatakan dalam skala yang kecil dan tidak punya pengaruh yang
signifikan. Tetapi sekarang
skalanya sudah sangat besar bahkan telah
menjadi multidimensi kata orang sekarang.
Menurut hemat saya akhlak dan moral ini sebetulnya
akar masalah segala krisis yang ada itu muncul. Sebab akhlak dan moral ini
sangat dijaga betul oleh agama Islam karena dalam agama Islam belumlah beragama
dan beriman seseorang itu apabila belum berakhlak dan bermoral. Nabi Muhammad
sendiri telah mengatakan; ”Tidaklah aku diutus ke bumi ini melainkan untuk
menyempurnakan akhlak/budi pekerti manusia”. Percuma seorang yang mengaku
muslim tapi budi pekertinya masih buruk, suka memfitnah, menghujat, berkata
kotor, korup, bergunjing dan sebagainya.
Melalui media massa apakah elektronik maupun media
cetak kita disuguhi berita berbagai macam bentuk kejahatan dan berbagai
kerusakan akhlak dan moral di sekeliling kita. Apalagi dewasa ini melalui media
internet dengan mudah kita mendapatkan informasi apa saja baik yang positif
maupun yang negatif yang tidak terhitung lagi banyaknya.
Kita berharap krisis yang terjadi diawal reformasi
dapat berkurang atau dihilangkan, tapi harapan itu mungkin hanya tinggal
harapan karena bukannya berkurang malahan semakin marak terjadi bahkan di
lingkungan kita masing-masing.
Apakah kita berputus asa terhadap hal demikian,
tentu tidak, sebagai orang beriman kita harus tetap optimis. Sekali-kali tidak
boleh berputus asa dan tidak boleh lemah. Karena Allah telah mengatakan bahwa
Dia tidak akan membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Selagi kita masih diberi kekuatan oleh-Nya, berusaha mulai dari diri sendiri
dan keluarga. Jagalah diri mu dan keluarga mu dari siksa api neraka kata
Allah. Hanya itulah usaha kita sedangkan
keputusan selanjutnya serahkanlah kepada Allah swt, hanyalah orang bodoh yang
ingin semua usahanya berhasil, padahal hanya Allah yang mampu mewujudkannya.
Kita tidak dituntut oleh Allah supaya berhasil dari usaha kita itu tapi apa
yang telah kita lakukan dan niatkan untuk mencapainya, kita telah mendapat
Keridhaan dari-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar