Oleh: Zulfadli, SH,MK
Beberapa waktu yang lalu saya ditelpon seorang teman
perihal masalah yang timbul seputar pelaksanaan adat salingka nagari di nagari
Kapau. Teman ini adalah seorang anak nagari Kapau juga yang bekerja di rantau
tapi sering pulang kampung, punya kepedulian yang tinggi kepada kehidupan
beradat dan beragama di kampungnya. Dia menyinggung tentang acara-acara
seremonial adat baralek / berhelat kawin. Praktek seremonial adat yang pernah
dialaminya adalah ketika acara jamuan baralek yang diisi dengan pasambahan atau
sambah kato. Ketika itu masuklah waktu shalat magrib ditandai dengan
berkumandangnya azan. Akan tetapi apa yang terjadi, di tengah rumah yang
dipenuhi oleh ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan sebagainya tidak
satupun yang tergerak untuk memenuhi panggilan Allah, acara tetap berlanjut. Karena
bila acara belum selesai tidak seorangpun yang berani untuk beranjak pergi,
yang sebetulnya karena faktor segan karena saling menghargai.
Ini adalah fenomena yang sudah biasa terjadi
selama ini di nagari Kapau, para pemimpin adat dan sebagainya seolah-olah tidak
menyadarinya. Dan pepatah yang mengatakan ”adat nan babuhua sentak dan syara’
nan babuhua mati” seakan-akan tidak berlaku. Sebetulnya pepatah ini berarti
syara’ atau agama lebih didahulukan dari adat. Apabila datang kewajiban agama
maka aktifitas adat dan duniawi lainnya dihentikan terlebih dahulu. Dalam
pepatah lain ”Adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah” syara’mangato adat
mamakai, sudah mengisyaratkan itu. Artinya apa yang disyari’atkan oleh syarak
maka adat wajib melaksanakannya.
Menurut hemat saya kejadian seperti itu sangat
berlebihan karena agama menjadi sesuatu yang tidak penting. Ini menandakan pudarnya
rasa keberagamaan di tengah masyarakat. Padahal agama itu adalah aturan dari
Allah, berarti ketaatan kita kepada Allah patut dipertanyakan.
Sebetulnya apabila kita melihat fakta di
masyarakat, memang masih ada yang berkeyakinan bahwa hal di atas itu adalah
salah tapi menurut saya jumlah mereka ini sangat sedikit dan dikalahkan oleh
pendapat mayoritas yang tidak peduli dengan agama dan ibadah-ibadahnya terutama
shalat. Keadaan yang sangat memprihatinkan.
Tetapi bukan berarti tidak ada jalan keluarnya,
menurut saya semua itu sangat ditentukan komitmen pimpinan adat itu sendiri
dalam merumuskan suatu aturan yang jelas dan pemikiran saya ini saya yakini menjadi pemikiran umumnya anak nagari Kapau. Ninik-mamak sebagai pimpinan di
kaumnya mesti satu suara, apabila beberapa orang ninik mamak itu sendiri yang
melaksanakan bahwa ”kewajiban agama mesti ditegakkan” dan segera bangkit
melaksanakan kewajiban tersebut, saya yakin semua orang akan mengikuti. Inilah
yang disebut dengan pepatah ”saciok bak ayam, sadanciang bak basi” artinya
apapun yang dilaksanakan menjadi seirama dan tidak ada yang sumbang.
Terakhir saya pribadi menghimbau kepada dunsanak
semua dari hati ke hati, Pertama; apabila panggilan azan sudah bergema
sebaiknya kita hentikan segala aktifitas terlebih dahulu, apakah sedang
baralek, sedang rapat dan sebagainya, tunaikan shalat dahulu, kalau dapat secara
berjamaah. Setelah itu silahkan acara dilanjutkan kembali. Kebiasaan kita
selama ini adalah menghentikan kegiatan dan mendengarkan azan yang sedang
berkumandang, kemudian acara kembali dilanjutkan, ini adalah salah, karena
kewajiban itu adalah menunaikan shalat bukan mendengarkan azan. Ini adalah
suatu kelalaian, meskipun kita menunaikan shalat kemudiannya, tapi kita sudah lalai yang pasti dimurkai
oleh Allah dan kita menjadi orang yang merugi.
Kedua; barangkali ini alternatif lain yaitu
mendisiplinkan diri dengan waktu, dimana waktu itu dimanfaatkan seefisien
mungkin, tidak molor sehingga acara kita tepat waktu dan sebelum waktu shalat
masuk maka acara kita sudah selesai. Atau sebelum melakukan kegiatan maka kita
laksanakan terlebih dahulu kewajiban shalat, baru kemudian kegiatan kita mulai,
terutama pada waktu shalat ashar dan magrib yang waktunya terbatas.
Jadi keprihatinan ini saya yakin juga menjadi
keprihatinan kita semua yang masih memiliki iman di dalam dada dan kepedulian
yang tinggi kepada tegaknya bangunan Islam di tengah kaum kerabat kita. Demikian
dan terimakasih. Wallahu a’lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar