Oleh : Zulfadli, SH, MK
Sekali lagi saya ingin berbicara
politik, karena politik itu walau bagaimanapun tidak dapat dipisahkan dengan
hidup kita, ini yang perlu kita garis bawahi. Hidup kita sangat erat kaitannya
dengan politik. Kita hidup di suatu negara dimana di negara itu ada yang
memerintah disebut dengan pemerintah, orangnya disebut pemimpin atau kepala
pemerintahan, pemerintah tentu memerintah kita supaya mengikuti apa yang
diperintahkannya berdasarkan peraturan yang berlaku.
Pemimpin itu bukan pelayan yang bisa
kita atur sedemikian rupa tapi dia mengatur hidup kita dengan menjalankan berbagai
macam aturan. Pemimpin itu jabatan yang terhormat sepanjang dia menjalankan
amanah dengan baik. Dia dipilih karena mempunyai kelebihan, kecerdasan dan
sebagainya. Kita diikat
dengan aturan dan kita harus mentaati aturan itu, mau tidak mau dan suka tidak
suka. Kalau melanggar aturan tentu kita dianggap menentang pemerintah dan bisa
ditangkap dan diadili.
Misalnya ketika kita berkendaraan apakah pakai mobil atau
sepeda motor maka kita harus berjalan di sebelah kiri, cobalah kita melanggar
aturan itu sekali saja dengan berkendara di sebelah kanan, tentu kita akan
bertabrakan dengan kendaraan di depan kita yang berlawanan arah. Kemudian kita
wajib membayar pajak kendaraan tapi kita tidak mau membayar pajak, pasti kita
tidak berani keluar berkendara dan timbul was-was jangan-jangan ada razia,
tentu ini merepotkan kita dan kita tidak menjadi bebas pergi kemana saja. Kita
tidak boleh buang sampah sembarangan tapi kita melanggarnya dengan membuang
sampah sembarangan, sehingga saluran air tersumbat maka terjadilah banjir yang
mencelakai kita dan sanak keluarga kita.
Jelaslah bagi kita bahwa aturan yang ada itu tidak
lain dan tidak bukan untuk kepentingan kita sendiri serta kepentingan bersama.
Agar kita menjadi aman tenteram dan tidak terjadi hal-hal yang merugikan diri
kita. Karena suatu aturan tidak mungkin akan mencelakakan kita apabila kita
berjalan menurut aturan atau sistem yang berlaku tersebut.
Banyak orang bersikeras tidak suka berpolitik,
benci dan muak dengan politik, politik itu kotor katanya, tapi disamping itu
dia tetap mematuhi dan mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dan itu
merupakan produk politik, para pemimpin adalah produk politik, yang dihasilkan
melalui proses politik, meskipun diakui secara terpaksa atau tidak. Jadi
terjadi sesuatu hal yang paradoks atau bertentangan antara keinginan dengan
kenyataan. Ada pula orang yang ketika pesta demokrasi memilih golput atau
golongan putih, sama sekali tidak ikut memilih seorang pemimpin karena
ketidaksukaan atau kebencian, padahal setelah itu dia ikut menikmati hasil dari
kepemimpinan yang dia tidak sukai. Bukankah ini sesuatu yang sangat aneh dan
membingungkan.
Agama Islam tidak hanya mengatur bagaimana
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya tapi juga mengatur bagaimana berpolitik
yang baik, menjadi umat yang baik, mentaati para pemimpin sepanjang dijalan
yang benar dan para pemimpin melaksanakan kepemimpinan dengan baik pula. Islam
itu ajaran yang sempurna dan sangat kompleks dalam mengatur seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan agama dipolitisasi untuk kepentingan
politik, tidak, tapi agama menjadi dasar dan sandaran dalam berpolitik.
Jadi politik itu dapat dikatakan cara yang dikemas
dengan cantik dan elegan untuk dapat menyampaikan agama itu kepada umat,
mengajak umat itu taat kepada ajaran agamanya, apabila dia taat kepada agama
maka perilakunya otomatis akan baik, memiliki akhlakul karimah dalam
berinteraksi dengan sesama.
Politik itu bisa kotor ketika orang-orang yang ada
di dalamnya bermain kotor, politik itu akan bersih bila orang-orangnya bersih.
Tergantung bagi kita bagaimana menyikapinya, kalau kita merasa bersih dan
merasa baik maka ikutlah berperan dalam politik dan bersihkan apa yang terasa
kotor selama ini di dalam politik. Maka itulah sebabnya orang yang punya nyali
dan keberanian maka dia akan menegakkan yang benar itu benar dan yang salah itu
salah.
Kita mengetahui selama ini sebagian orang lebih
suka berteriak di luar sistem bagaimana kebobrokan perpolitikan di negara kita.
Tapi hanya ibarat berteriak di sebuah goa yang kedengaran hanya gema suaranya
saja. Ibarat menyapu rumah yang kotor maka kita harus masuk ke dalam rumah
untuk menyapunya, tidak bisa kita diluar saja dan menunggu rumah itu bersih
dengan sendirinya, bukankah itu sesuatu yang mustahil?. Dalam arti kata kita
mesti ikut berpolitik kalau kita merasa politik itu kotor dan perlu dibersihkan,
inilah yang realistis.
Secara gamblangnya dapat digambarkan, apabila kita
menganggap negara ini kotor dan perlu dibersihkan, maka berpolitiklah melalui
partai politik dan tunjukkan kepada konstituen bahwa kita mempunyai niat yang
tulus untuk menjadi pemimpin nantinya, anggaplah partai sebagai kendaraan
politik sebagai miniatur negara yang akan kita pimpin. Tapi harus diingat kita berjuang secara bersama dengan
teman atau kolega dan tidak bisa sendiri-sendiri. Tentu harus menampilkan diri
sebaik mungkin tanpa cacat sedikit pun dan pandai-pandai mengambil hati rakyat.
Harus jujur kepada rakyat dan kepada diri sendiri. Maka mudah-mudahan
konstituen atau rakyat memberikan dukungan dan merasa simpati serta memberikan
kemenangan di kemudian hari untuk seseorang menjadi pemimpin. Tetapi kalau kita
berjalan sendiri dan menganggap perjuangan kita benar sendiri dengan cap
independen tanpa mau menumpang kapal besar yang namanya partai politik maka
tipis harapan cita-cita kita akan tercapai, karena sudah banyak contoh yang
tentu tidak perlu diungkapkan disini.
Dalam konteks ini saya tidak ingin menggiring
opini pembaca agar masuk ke dunia politik atau memilih salah satu partai yang
dipercayai dalam pemilu, tapi mari kita lihat dan pelajari semua partai yang
ada secara lebih lengkap dan utuh, barulah kemudian kita membuat suatu kesimpulan
partai mana yang memenuhi kriteria kita sebagai pilihan.
Diawal berdirinya negara kita rakyat sudah
mengenal partai sebagai kendaraan politik, bahkan sebelum kemerdekaan meskipun
akhirnya dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda. Barulah setelah kemerdekaan
berbagai kelompok berlomba-lomba mendirikan partai politik yang tujuannya tidak
lain sebagai suatu cara mengisi kemerdekaan yang telah diraih. Kemudian
partai-partai ini ibarat berdagang mereka menjual dagangannya kepada rakyat,
sehingga rakyatlah yang memilih mana yang mengakar ditengah publik. Dan
tokoh-tokoh yang terpilih inilah yang menjadi pemimpin-pemimpin dan
negarawan-negarawan. Mereka tidak lagi berbicara partai dan mementingkan
kepentingan partai tapi sudah berbicara kepentingan rakyat banyak yang
diwakilinya, mereka tidak lagi berada dalam struktur partai tapi menyerahkan
kepemimpinan kepada kader yang lain, inilah etikanya. Inilah yang susah kita
praktekkan di negara kita dewasa ini, jarang sekarang ini partai politik
memberikan pendidikan politik yang elegan seperti ini.
Jadi perlu ditegaskan untuk kita semua, kenali
partai, pelajari, setelah itu nilai, kemudian baru memutuskan mana yang paling
baik. Tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak
cinta. Jangan kita terlalu idealis dan terlalu berharap diluar kemampuan yang
ada, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini, tapi kita harus kritis
menyikapi setiap persoalan untuk menuju kepada perbaikan. Setiap ada persoalan
hukum maka mari kita serahkan kepada yang berwenang, tidak ada yang kebal hukum
meskipun penegak hukum itu sendiri. Dan yang terpenting adalah kita menyadari
bahwa kita telah berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara ini, meskipun itu
hanya sedikit.
Alangkah indahnya politik itu apabila aktor-aktor
yang ada didalamnya diisi oleh pribadi-pribadi bersih, taat dan saleh. Sehingga
semakin tumbuh kepercayaan rakyat dan dengan penuh kesadaran rakyat akan dengan
senang hati ikut berpartisipasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya dalam mendukung
kebijakan-kebijakan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar