Oleh: Zulfadli Aminuddin
Diantara tokoh muda yang aktif di organisasi Muhammadiyah di
zaman Kolonial Belanda pada tahun 1920 an terdapatlah nama pada waktu itu yang
cukup menonjol yaitu Saeran bin Ramli. Beliau lahir di dusun Padang Cantiang
nagari Kapau sekitar tahun 1906 dari suku Jambak. Bapaknya bernama Ramli dan Ibunya Icah, beliau
adalah anak kedua dari pasangan Ramli dan Icah, sedangkan kakaknya bernama
Rasyidah. Sedangkan dua orang lagi adiknya adalah seibu dengannya yaitu
Syamsiar dan Aisyah.
Sebagai seorang remaja yang termasuk pintar dan haus akan ilmu
pengetahuan, terutama ilmu agama, maka beliau berniat belajar hingga ke pulau
Jawa. Tidak mengherankan, karena dalam usia yang relatif muda telah mampu
menguasai ilmu agama terutama kitab kuning dan mahir beberapa bahasa asing
yaitu Belanda, Inggris, Jerman dan Arab tentunya.
Sebagai seorang yang mempunyai cita-cita yang tinggi Saeran
muda belum puas dengan ilmu yang diperolehnya di kampung. Dengan tekad yang
sangat besar dalam menuntut ilmu, dan dalam usia yang masih muda belia beliau
berniat berangkat ke pulau Jawa meskipun tanpa biaya yang cukup, namun dengan
kefasihannya berbahasa asing beliau berani berbicara dengan kapten kapal orang
Belanda yang akan membawanya ke pulau Jawa, sehingga kapten kapal tersentuh dan
mengizinkannya ikut berangkat dengan kapal tanpa membayar ongkos sepeser pun.
Selesai menuntut ilmu di pulau Jawa Saeran pulang ke
kampungnya Kapau, namun tidak berapa lama berada di kampung beliau jatuh sakit
dan atas kehendak Allah akhirnya beliau berpulang kerahmatullah pada tahun 1932
dalam usia yang masih sangat muda yaitu 26 tahun, tetapi memiliki semangat
belajar yang sangat tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.
Saeran dimakamkan di tanah bakonya tepatnya di dusun
Cingkaring dimana Ayah dan ibunya juga dimakamkan di sana. Dalam hal penyelenggaraan jenazah
dilaksanakan oleh kepanduan Hizbul Wathan, anak organisasi Muhammadiyah dimana
selama hidup dia aktif di sana.
Bukti dari kemampuannya belajar adalah masih terdapatnya hingga sekarang beberapa
kitab yang tidak berbaris atau kitab gundul di rumah orang tuanya di dusun
Padang Canting, sekarang jorong Padang Canting kenagarian Kapau
Kec.Tilatang Kamang Kab.Agam Sumatera Barat.
Hasil perjuangannya belum seberapa tapi semangatnya belajar cukuplah
menunjukkan kepada kita seandainya dia diberi umur lebih lama lagi, pasti
sejarah akan mencatat hasil dari perjuangannya yang tentu luar biasa. Semoga arwah
beliau diterima Allah Swt dengan sebaik-baiknya dan semangatnya yang sangat
tinggi menuntut ilmu dapatlah hendaknya menular dan menginspirasi generasi muda
nagari Kapau di masa yang akan datang. Amin. (12/06/2013)