Oleh: Zulfadli, SH MK
Di tahun-tahun tujuh puluhan di nagari Kapau belum ada listrik, masyarakat
masih menggunakan lampu togok atau strongkeng/petromax. Yang memiliki televisi hanya
beberapa orang. Jalan-jalan masih berlobang lobang dan besar seperti kubangan
kerbau, tidak ada alat komunikasi seperti telepon apalagi handphone, kalau mau
ke pasar dengan bendi atau dengan angkutan pedesaan seperti mikrolet atau
datsun. Waktu itu masih banyak pedati mengangkut barang atau gerobak demo yang
didorong manusia. Padahal kita tahu bahwa nagari Kapau bertetangga dengan kota
Bukittinggi yang artinya berbatasan secara langsung.
Membajak sawah masih memanfaatkan tenaga kerbau atau dengan cara tenaga
manusia yaitu mencangkul, begitu juga dalam merontokkan gabah/padi masih sangat
tradisional yang terkenal dengan mairiak menggunakan kaki, kemudian dibersihkan
atau dianginkan menggunakan nyiru.
Hal diatas adalah sekilas kondisi pada waktu itu yang sangat kontras dengan
keadaan sekarang. Bukan membanding-bandingkan tapi ini adalah suatu pemikiran
bagaimana sikap kita memandang perkembangan zaman dari waktu ke waktu.
Kondisi masa dahulu itu boleh dikatakan sulit kita temui di masa kita
sekarang ini, bahkan ada yang tidak mungkin lagi kita temukan. Maka bukan tidak
mungkin ada orang yang rindu ingin kembali ke zaman dahulu, tapi jelas tidak
akan mungkin.
Dan apabila kita ditanya mana yang lebih baik zaman dahulu itu atau zaman
sekarang?. Bermacam macam jawaban yang muncul, tapi yang pasti ada kelebihan
tapi ada juga kekurangannya. Kita harus adil dalam menilai bahwa zaman
kita sekarang ini ada karena didahului oleh adanya zaman dahulu itu. Rentetan
peristiwa dan eksistensi suatu generasi tentu saja berkaitan dari dahulu sampai
sekarang dan itu boleh dikatakan suatu mata rantai yang selalu bersambung dan
terhubung.
Tetapi timbul pula pertanyaan apakah mata rantai itu bisa terputus?. Tentu
saja, karena suatu keadaan seperti bencana alam atau ada sebab lain yang
menyebabkan satu generasi punah sehingga digantikan oleh generasi baru yang
tidak bersangkut paut dengan generasi sebelumnya. Namun bisa pula disebabkan
oleh kerusakan moral dan akhlak yang memutus mata rantai tersebut. Dan
peristiwa yang berkaitan dengan generasi tersebut pun berbeda dengan peristiwa
sebelumnya.
Yang kita bahas disini tepatnya adalah alih generasi dari generasi
sebelumnya. Kenapa alih generasi, karena kita harus faham terlebih dahulu bahwa
generasi sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya dan yang sebelumnya lagi.
Dan masanya juga berbeda, pola pemikiran berbeda, tantangan yang dihadapi pun
berbeda serta banyak perbedaan lainnya. Meskipun banyak perbedaan tapi kita harus memahami bahwa ada persamaan,
salah satunya adalah persamaan tradisi.
Kita membatasi tradisi tersebut di dalam suatu kaum atau suku bangsa,
meskipun setiap bangsa mempunyai bermacam suku dan bermacam kaum, tapi setiap
suku mempunyai tradisi yang berbeda dan kaum atau suku tersebut mewarisi suatu
tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Dan biasanya bagi setiap yang
mewarisi suatu tradisi maka tradisi ini tetap mereka pertahankan.
Kita ambil satu contoh di nagari Kapau, mereka mewarisi suatu tradisi yang
disebut dengan adat yang dibuat atau disusun oleh nenek moyang sejak ratusan
tahun yang lalu. Adat ini berisi pedoman hidup dalam bermasyarakat serta
mengandung nilai-nilai moral dan akhlak yang apabila dilanggar maka akan ada
sanksi atau hukuman bagi yang melanggar. Di nagari ini ada yang dinamakan adat
salingka nagari yang artinya adat yang berlaku di lingkungan nagari. Disamping
memberlakukan adat ini tentu saja juga mempedomani adat Minangkabau pada
umumnya.
Judul yang saya angkat disini adalah Alih Generasi Yang Mempertahankan Nilai-nilai
Kehidupan, arti sederhananya alih generasi adalah berganti generasi.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa generasi tahun tujuhpuluhan, berganti
dengan generasi sekarang disaat mana kita hidup. Tentu karakter generasi tahun
tujuhpuluhan tidak sama dengan karakter generasi tahun dua ribuan misalnya.
Inilah yang saya maksudkan bahwa kita harus mewarisi karakter kuat yang ada
pada generasi tahun tujuhpuluhan atau generasi-generasi sebelumnya karena ada
hal yang positif yang mesti kita ambil.
Sebagai contoh bahwa dahulu ada karakter seorang anak yang hormat kepada
orangtuanya, seorang kemenakan/keponakan yang hormat kepada mamaknya atau
pamannya begitu pula sebaliknya. Sehingga terjadi saling hormat menghormati dan
harga menghargai, sayang menyayangi serta saling kasih mengasihi. Seorang muda
segan kepada yang lebih tua, seorang yang lebih tua menghargai yang lebih muda
dan sesama besar saling berkawan.
Saya tidak akan mengutarakan disini apa yang terjadi di zaman kita
sekarang, karena kita sudah tahu jawabannya. Sekarang mari kita introspeksi
diri, bermuhasabah karena mungkin di antara keluarga kita, kaum kerabat kita
terdapat hal-hal yang tidak sepatutnyanya atau kita sendiri yang banyak lalai.
Maka begitu pentingnya adat istiadat yang bersendikan nilai agama dalam
membentuk pribadi yang berkarakter, maka inilah yang harus kita tanamkan pada
diri kita masing-masing terlebih dahulu. Kita tidak perlu kuatir dengan
kerusakan moral dan akhlak di sekitar kita yang akan mempengaruhi, karena kita
telah membangun benteng yang kuat dalam diri masing-masing. Mari kita lakukan
perubahan pada diri kita dari yang kurang/tidak baik kepada yang lebih baik.
(13/03/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar