Januari 11, 2011
KETIKA PAPA BERCERITA 3
Nama Papa H.
Djasri Sjamsuddin yang lahir 03 September 1937 yang kata2 Sjamsuddin
diambil dari nama ayah beliau, H. Sjamsuddin seorang tokoh ulama di
daerah Tilatang Kamang. Baliau adalah Angku Imam di Musajik di kampung
kami di Desa Kaluang Kenagarian Tilatang Kamang Kab. Agam yang mana kini
masuk wilayah Kota Bukittinggi. Sahingga banyak yang berkainginan
basuamikan beliau sahingga nenek kami berjumlah empat orang. Istri yang
tertua adalah Ibu dari Papa yang bernama Kinan. Kalo ditambah ti maka
jadi nama yang keren ala jaman sekarang menjadi Kinanti J.
Papa masuk SR
(Sekolah Rakyat) di desa Kaluang tamat tahun 1952 salama 6 tahun trus
melanjutkan ke SMP swasta Simpang Ampek Pekan Kamis setahun trus
berhenti sebab beliau ingin membuat ijazah negeri SR dengan ikut ujian
ke Padang Gamuak Tarok Bukittinggi. Setelah lulus dan ijazah didapatkan,
dilanjutkan ke SMP 6 Simpang Lambau di depan SMA 1 Gajah Tongga selama 2
tahun trus pindah ke Batusangkar ke SMP 2 Negeri Batusangkar tamat di
tahun 1955. Melanjutkan ke SMA Negeri Batusangkar trus pindah ke
Bukittinggi. Masuk SMA B Bukittinggi yang tempatnya di SMA 2 Bukittinggi
sekarang di seputaran lapangan kantin. Nah ketika di SMA itulah sekitar
kelas 2 pecah perang PRRI. Sewaktu itu Papa hanya mendengar tentang
kondisi yang bagolak tu dari radio yang pake batere besar sepuluh biji.
Jadi untuk sekedar mendengar radio jadi mahal di masa itu.
Sebagaimana para
pelajar seusia Papa di masa itu, kebanyakan mereka langsung bergabung
menjadi tentara dibawah komando Kolonel Ahmad Husen. Sekitar tahun 1958
dan Papa bergabung dengan Brimob 5149 Padang Panjang yang bermarkas di
Kampung Katiagan di lereng Gunung Merapi yang mengarah ke Kota Padang
Panjang. Papa masih ingat senjata yang dipegang dia waktu itu adalah
Jungle Pop Or US. Mereka bergerilya masuk ke dalam kota Padang Panjang
mengincar markas Tentara Soekarno.
Bila terlihat
musuh di selisip rumah orang maka akan sama-sama sembunyi, tidak ada
perang yang membabi buta. Sepertinya mereka segan menembak dan pihak
Tentara Pelajar inipun segan untuk menembak. Sungguh perang yang santun.
Jikapun ada terjadi pembantaian atau tembak menembak biasanya musuh
tidak terlalu jelas atau balasan serangan yang menyebabakan korban. Bila
sama-sama jelas terlihat yang satu dipojok rumah yang satu dan yang
lain di pojok rumah satunya lagi, maka akan sama-sama mundur. Kompi Papa
waktu itu adalah Brigadir Muchtar Djamal. Berada di Padang Panjang itu
mulai dari akhir 1958 sampai 1959.
Tahun 1960 Papa
pindah ke Combad Suayan di daerah Suliki Kab. 50 Kota dan bertugas
disana selama 4 bulan. Meneruskan tugas ke Aia Kidjang di daerah
Kumpulan perbatasan Bukittinggi dan Lubuak Sikaping Pasaman. Ketika
bergerak ke daerah Bonjo di Pasaman, Papa bertemu dengan Pak Imam (Buya
Moh. Natsir) dimana Papa tergabung dalam Pasukan Khusus yaitu Pasukan
Teritorial Bonjol yang berjumlah 10 orang. Waktu itu yang menjadi wali
Nagari di daerah tersebu adalah Mamak Angku Yarnani yang berpusat di
Koto Kaciak Kumpulan.
Saat inilah Papa
bisa bertemu dengan Pak Syafruddin Prawiranegara yang pada saat itu
sebagai Presiden RPI (Republic Persatuan Indonesia) perubahan nama dari
PRRI. Bertemu di suasana Upacara Bendera. Pak Syafruddin waktu itu tidak
begitu faham upacara militer diiringi dan dipandu oleh Kolonel Dahlan
Djambek dimana Upacara Bendera itu benar-benar dibuat seperti layaknya
Upacara Bendera sebuah Negara yang berdaulat. Sewaktu itu Pak Syafruddin
tinggal di Koto Tinggi Suliki. Hampir semua kesatuan hadir di Upacara
Bendera Milter saat itu, Papa mengenang.
Pak Imam sewaktu
bersembunyi di daerah itu membutuhkan staff untuk keperluan kurir
logistic. Entah karena melihat Papa yang bisa dipercaya atau karena
track record Papa selama menjadi tentara pelajar dalam kurun waktu
perang itu, maka terpilihlah beliau untuk ikut di rombongan Pak Imam di
Gang Kenanga di dalam rimba di aliran Batang MAsang itu. Papa mulai
bertugas di bulan Januari 1961. Bertugas untuk keluar masuk rimba tanpa
sedikitpun meninggalkan jejak sehingga diperlukan ketelitian dalam
perjalanan. Sedapat mungkin tidak ada bekas jejak yang ditinggalkan.
Bila di sungai harus berjalan di dalamnya sehingga tidak ada jejak yang
membekas baik di pinggir sungai atau di batu-batu yg bertebaran di
sungai-sungai pedalaman Sumatera itu.
Perjalanan Papa
terkadang harus dilakoni sendiri seperti membawa senjata bantuan
Amerika. Mengirim surat-surat yang ditulis Pak Imam untuk dikirimkan ke
Amerika sebagai Negara yang membantu perjuangan RPI kala itu. Sebab
sama-sama tidak setuju dengan komunis. Namun dikala itulah Papa bertemu
suka dukanya berjalan sendirian di Rimba Sumatera itu. Yang paling
sering melihat dua mata bersinar terang si Inyiak Rimba alias Harimau
Sumatera. Pernah juga dari atas pohon yang sangat lurus dan tinggi,
turun seperti hendak mengejar seekor Gorila hitam yang sangat besar ke
bawah namun tepat tinggal beberapa meter dari tanah, si Gorila telah
lenyap tanpa bekas.
Begitu juga dengan
nasib mujur bertemu beberapa pohon durian di tengah rimba yang berbuah
lebat dan di tanah penuh dengan durian yang berjatuhan karena baru
dilanda angin kencang. Beliau pilih yang besar dan bagus dan langsung
disantap ditempat, namun hanya sanggup menghabiskan delapan buah yang
wangi ranum. Akibatnya dia mabuk durian dan jadi kapok untuk makan
durian sampai saya beli durian ketika masa saya bersekolah di
Bukittinggi. Dia makan durian sambil bercerita tentang durian yang dia
makan sewaktu di rimba Kumpulan di zaman bagolak.
Saya tidak akan
menulis banyak tentang Gang Kenanga dimana di tempat ini Buya Moh Natsir
bersembunyi bersama keluarga dan rombongannya. Hal ini sudah saya
ungkapkan detail di tulisan saya Ketika Papa bercerita bag. 1. Hanya
sedikit saya singgung tentang keterangan Papa yang berusaha
mengingat-ingat waktu di Gang Kenanga ini antara januari 1961 s/d Sept
1961 Pak Imam menulis naskah buku yang berjudul Capita Selecta 3, dimana
saya lihat di sebuah Blog Buya Masoed Abidin, naskah Capita Selecta 3
ini tidak diterbitkan.
Sebab apa
alasannya tidak diterbitkan naskah tersebut tidak ada keterangan di blog
tersebut.
To Be Continued
Batam, 11-1-11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar