Oleh: Zulfadli Aminuddin
Menarik sekali tulisan saudara Khairul Fahmi pada rubrik Komentar di koran Harian Singgalang pada hari ini Jum'at 16 Oktober 2015 (3 Muharram1437 H), dimana dalam tulisannya mengomentari organisasi Tarbiyah Islamiyah dan peranannya dewasa ini. Tulisan yang berjudul "Mengangkangi Khittah Tarbiyah" yang isinya DPP Tarbiyah Islamiyah mendukung pasangan MK- Fauzi sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Sumbar yang akan dihelat pada pilkada serentak Desember 2015 yang akan datang.
Dalam tulisannya disebutkan "Dukungan itu merupakan sikap politik resmi DPP Tarbiyah. Secara organisatoris, DPP Tarbiyah memilih berada di belakang MK-Fauzi sebagai salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada Sumbar 2015". Lebih jauh dikatakannya "...sikap pragmatis elit Ormas Tarbiyah Islamiyah sama buruknya, bahkan lebih buruk dibanding pragmatisme politisi partai politik".
Saya sangat sependapat dengan komentar saudara Khairul Fahmi ini yang dengan berani dan lugas mengecam habis-habisan sikap berpolitik DPP Tarbiyah ini. Dia yang mengaku warga tarbiyah memang seharusnya bersikap kritis dan berani menyuarakan kebenaran. Saya mengapresiasi hal ini sebab saya sendiri merasakan sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Tarbiyah dan darah tarbiyah sendiri mengalir dalam diri saya sejak kakek dan ayah saya. Apa yang menjadi kegundahan saudara Khairul Fahmi sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Jadi kita tidak perlu heran bila peran yang dimainkan organisasi tarbiyah bukan sekarang saja tapi sudah lama, rasanya tidak perlu pula diuraikan disini. Saya yang menjadi pengurus yayasan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Kapau sejak awal tahun 2000 an, belum pernah sekali pun mengetahui adanya kontribusi dari organisasi tarbiyah untuk MTI Kapau, yang katanya organisasi tarbiyah mengklaim punya madrasah (MTI) yang tersebar di Sumbar. Tapi kenyataannya bagaimana, sekali saja berkunjung ke MTI Kapau tidak pernah apalagi memberikan bantuan.
Sehingga apa yang diklaim ini tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan seolah-olah Tarbiyah tidak peduli dengan nasib MTI yang masih bertahan sampai saat ini, dan MTI yang dikatakan milik Tarbiyah sekedar lips service belaka.. Di awal sejarahnya boleh dikatakan demikian bahkan Persatuan Tarbiyah Islamiyah lahir dari rahim MTI itu sendiri. Sehingga sekarang kalau benar demikian MTI menjadi seekor ayam yang kehilangan induk. Bahkan MTI sekarang ini banyak yang dikelola oleh orang-orang yang tidak berlatar belakang organisasi tarbiyah sehingga MTI bertahan secara otonom dan tidak ada sangkut pautnya dengan organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Alhasil Tarbiyah telah kehilangan rohnya, kalau organisasi ini tidak merubah mind set nya maka alamat akan ditinggalkan oleh konstituen. Mungkin dalam hal ini bisa saja belajar dari organisasi NU dan Muhammadiyah.
Inilah kelemahan organisasi tarbiyah yang perlu disikapi dengan serius jangan hanya menjadi alat bagi segelintir elit organisasi untuk kepentingan politiknya. Dan tentu harapan kita para elit perlu duduk semeja membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan bagaimana madrasah-madrasah yang ada berkembang maju dalam arti kata fokus kepada pendidikan agama bukan politik, mari dibantu MTI-MTI yang hidupnya senin kamis ini bukan berkutat dengan acara seremonial dan pragmatis. Saya tidak setuju bila tarbiyah berpolitik praktis kecuali kader atau warga tarbiyah secara pribadi silakan berpolitik tapi jangan membawa-bawa nama organisasi Tarbiyah Islamiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar