Jumat, 30 Agustus 2013

Kajari Takalar, Feri Tas SH MHum MSi:




Setelah menjabat Kasi Pidum Kejari Kolaka, Feri kemudian terpilih menjadi Jaksa Satuan Tugas (Satgas) tindak pidana terorisme di Kejaksaan Agung RI di Jakarta. Selanjutnya mendapat tugas baru sebagai coordinator Perkeji di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Tak lama kemudian ditugaskan menjadi pelaksana tugas Kepala Kejaksaan Negeri Malili yang hanya beberapa waktu lamanya. Dari Malili selanjutnya menuju Takalar untuk mengemban amanah sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Takalar. (Foto: Muhammad Said Welikin)



------------------------


Tegakkan Hukum Tanpa Pandang Bulu


Kepala Kejaksaan Negeri Takalar Feri Tas SH MHum MSi, ternyata oranganya menarik dan simpatik.

Sebelum bertemu dengannya terbayang dalam benak, bagaimana sosok Kajari Takalar itu. Terpikir dalam benak, mungkin perangainya "keras dan garang" serta sulit ditemui sebagaimana lazimnya pejabat penting lainnya. Ternyata sangat jauh berbeda dengan apa yang terbayangkan sebelum menemuinya.

Orang nomor satu di Kejaksaan Negeri Takalar ini, ketika dua orang wartawan Tabloid LINTAS, Hasan Kuba dan Muhammad Said Welikin yang ingin menemuinya, sedang ngobrol santai dengan beberapa orang stafnya di teras kantornya.

Ketika melihat kedatangan kami, Feri Tas langsung menyapa; "Ingin bertemu dengan siapa?".
"Dengan Pak Kajari," jawab kami.
"Oh, mari," katanya sembari bergegas menuju ruangan kerjanya di lantai dua.

Kami berdua ikut di belakang Kajari. Kami saling berbisik dengan perasaan bingung. Rupanya yang berjalan di depan kami, adalah Kajari Takalar. Kami berdua merasa tidak mengenalnya, karena Pak Kajari tidak mengenakan tanda pangkat dan tanda jabatannya.

Setelah mengisi buku tamu, ajudan mempersilahkan kami masuk di ruangan kerja Kajari. Feri Tas yang semula duduk di meja kerjanya, pindah ke kursi tamu lalu mempersilahkan kami duduk. Setelah kami memperkenalkan diri, dengan senyum simpatik Kajari kemudian menanyakan maksud kedatangan kami.

Kami mengemukakan tentang persidangan kasus Hospital Elektirc Bad (ranjang elektrik) untuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Padjonga Dg Ngalle di Takalar yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Makassar.

Pria simpatik dan ganteng yang lahir di tanah kelahiran Bung Hatta (Proklamator dan Wakil Presiden RI Pertma) Bukit Tinggi Sumatera Barat pada tanggal, 26 Februari 1969, menjelaskan, proses dari penyidik sampai kasus itu dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor semuanya sudah melalui prosedur.

Mengenai uang pengembalian yang ditanyakan itu, sebenarnya bukan kewenangan Kajaksaan. Tetapi, pada prinsipnya semuanya telah berproses sesuai prosedur.

Feri Tas sebenarnya baru beberapa bulan menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Takalar. Tetapi dengan kehadirannya di Takalar meskipun baru seumur jagung itu, langsung membuat gebrakan untuk penegakan hukum.

Salah satunya adalah kasus Ranjang Elektrik di RSUD Pajonga Dg Ngalle Takalar. Kasus itu melibatkan lima orang tersangka. Dua orang mantan Direktur Rumah Sakit, dua orang mantan bendahara Rumah Sakit dan seorang wiraswasta.

Pengalamannya sebagai insan penegak hukum diawali dengan pengangkatannya menjadi Jaksa Muda di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Berkat keterampilan dan kecerdasannya menjalankan tugas, berselang beberapa tahun Feri Tas diangkat menjadi Kepala Seksi Intelejen. Jabatan Kasi Intel ini juga diembannya dengan baik dan sukses yang membuat dirinya terorbit menjadi Jaksa Fungsional di Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewah (DI) Yogjakarta. Tak lama kemudian dimutasi lagi ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.


Atas prestasinya dalam melaksanakan tugasnya, membuat buat pria yang berperawakan sedang dan berkulit putih ini mengantarnya menduduki jabatan strategis dalam lingkup Instansi Kejaksaan. Dari Ibu Kota Negara, Feri Tas diterjunkan ke Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara untuk menduduki Jabatan Kepala Seksi Pidana Umum yang dilaksanakannnya dengan prestasi yang baik.

Setelah menjabat Kasi Pidum Kejari Kolaka, Feri kemudian terpilih menjadi Jaksa Satuan Tugas (Satgas) tindak pidana terorisme di Kejaksaan Agung RI di Jakarta. Selanjutnya mendapat tugas baru sebagai coordinator Perkeji di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

Tak lama kemudian ditugaskan menjadi pelaksana tugas Kepala Kejaksaan Negeri Malili yang hanya beberapa waktu lamanya. Dari Malili selanjutnya menuju Takalar untuk mengemban amanah sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Takalar.

Selama bertugas di Takalar sudah mengungkap beberapa kasus korupsi. Untuk mengungkap kasus korupsi dia mengaku tidak tanggung-tanggung.

"Harus dilaksanakan secara optimal sampai tuntas dan jangan tebang pilih. Hukum tidak melindungi siapa pun. Siapa yang melakukan kejahatan, harus ditindak demi keadilan dan kebenaran. Hukum tidak memiliki keberpihakan dan tidak mengenal siapa yang kebal hukum. Sebenarnya penegakan hukum bukan hanya tugas Kejaksaan semata, tetapi semua komponen masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui ada orang yang melakukan pelanggaran hukum, harus segera melaporkannya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku," papar Feri.

Artinya peran masyarakat termasuk salah satu komponen di dalam penegakan hukum. Termasuk jurnalis (wartawan) yang banyak menberitakan kasus korupsi. Untuk itu tugas wartawan juga termasuk unsur penegak hukum. Sehingga Kejaksaan perlu membangun komunikasi kemitraan dengan jurnalis media cetak dan elektronik, urai Feri Tas. (Hasan Kuba/Muhammad Said Welikin/LINTAS)


Curiculum Vitae:
------------------
Nama :  Feri Tas SH MHum MSi
Tempat/tanggal lahir  :  Bukit Tinggi, 26 Februari 1969
Pendidikan  :
- S1 Fakultas Hukum Unand 1988
- S2  HKA Bisnis UGM 2002
- S2  Administrasi Publik UNP Surabaya
Jabatan  Lain  :
- Dekan Fakultas Hukum Universitas 19 November, Kolaka (2005 - 2010)
- Dosen luar biasa di Universitas Kendari (2005 - 2009)
Jabatan Karier :
- Jaksa di Kejaksaan Tinggi Sumatra Barat
- Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Tinggi Sumatra
- Fungsionaris di Kejaksaan Tinggi DI Djokjakarta
- Fungsionaris di Kejaksaan Tinggi Jakarta Pusat
- Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kolaka, Sultra
- Satgas Tindak pidana Terorisme di Kejaksaan Agung RI
- Koordinator Perkeji di Kejaksaan Tinggi Sulselbar
- Pelaksana Tugas Kajari Malili
- Sekarang  :  Kepala Kejaksaan Negeri Takalar.  (*) 

Rabu, 28 Agustus 2013

Harun Ar-Rasyid Sang Khalifah


Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.
Bekas istana Daulah Abbasiyah di Baghdad, Irak.

REPUBLIKA.CO.ID,
Harun menganggap penobatannya sebagai keagungan yang ditakdirkan.

Dilahirkan pada 17 Maret 763 M, Harun ar-Rasyid, khalifah Abbasiyah kelima, berusia 23 tahun saat ia duduk di takhta pada malam 15 September 786 M. Malam itu cerah dan terang, gilang-gemilang dengan sejuta bintang.

Menurut legenda, rembulan tampak melengkung seperti sebuah sabit di atas Istana al-Khuld atau Istana Keabadian. Sebuah bintang berada di pusat lengkungannya, seperti dalam bendera perang Muslim pada kemudian hari.

Keesokan paginya, Harun berangkat dari pinggiran Kota Isabadh dan secara resmi memasuki ibu kota Kerajaan Baghdad, didahului oleh pengawal istananya. Beberapa legiun tentara mengiringi. Senjata dan baju zirah mereka berkilauan ditimpa sinar mentari.

Benson Bobrick dalam The Caliph’s Splendor: Islam and the West in the Golden Age of Baghdad mengilustrasikan, di antara para prajurit bersenjata lengkap itu, ada sepasukan tentara suci yang dikenal sebagai Anshar atau tentara Madinah. ‘Para pembela’ yang pertama kali direkrut ayahnya, Khalifah Mahdi.

“Tepi Sungai Tigris dipadati kerumunan orang yang berharap. Ribuan orang juga berbaris di jembatan besar perahu-perahu yang akan dilintasi sang khalifah. Karena itu, hari Jumat, Harun akan mengimami shalat Jumat,” tulis Bobrick.

Armada sampan dan tongkang yang penuh penonton benar-benar membuat macet sungai. Para pedagang serta bangsawan berdiri di atas panggung rumah-rumah berteras yang menghadap dermaga.

Di antara mereka, jubah hitam, serban hitam, dan bendera hitam Abbasiyah tampak mencolok seperti pulasan celak di wajah kota yang diputihkan mentari, berkilauan seperti batu oniks hitam ditimpa sinar matahari. Dari atap dan jendela, kaum perempuan meneriakkan nyanyian kegembiraan bernada tinggi.

Iringan-iringan kerajaan berjalan perlahan. Pasukan pengawal istana Harun mengenakan seragam yang sangat bagus. Di tengah-tengah mereka, Harun sendiri menunggang kuda dengan baju zirah lengkap. Tubuhnya tegap dan gagah di atas kuda perang putih yang dihias dengan luar biasa.

Disandangkan di bahunya, dengan gaya Islam, adalah Dzul Faqar yang masyhur, sebuah pedang bermata dua yang dirampas dalam Perang Badar pada 624 M. Pernah digunakan Nabi sendiri dan diberikan pada menantunya, Ali.

Konon, ia memiliki kekuatan ajaib dan berukirkan kata-kata la yuqtal Muslim bi al-kafir yang artinya “seorang Muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh orang kafir”.

Siangnya, Harun mengimami shalat di masjid agung kota dan kemudian duduk di hadapan publik di halaman. Para tokoh terkemuka dan orang-orang kebanyakan dipanggil menghadapnya untuk mengucapkan sumpah setia dan menyatakan kegembiraan mereka atas penobatannya.

Pada hari berikutnya, dalam resepsi dan sidang resmi istana, khalifah yang baru menunjuk Yahya al-Barmak menjadi wazirnya dan memberinya mandat penuh.

Ketika memberikan stempel kerajaan padanya, Harun menyebutnya dengan penuh penghormatan sebagai ‘ayahnya’ sembari berkata, “Ayahku, aku berutang kedudukanku ini pada kebijaksanaanmu. Aku serahkan padamu tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatku.”

“Aku ambil tanggung jawab ini dari pundakku dan meletakkannya di pundakmu. Memerintahlah dengan cara yang kau anggap terbaik, angkatlah siapa pun yang kau inginkan dan berhentikan siapa pun yang kau kehendaki.”

Kematian khalifah sebelumnya sekaligus saudaranya, Hadi, yang jelas-jelas karena pembunuhan hari itu hanya diketahui sedikit orang dan sama sekali tidak mengurangi kemeriahan dan suasana pesta.

Pun laporan mengenai pembunuhan Hadi pada kemudian hari tidak menodai kedudukan Harun yang tinggi di mata generasi berikutnya.

Sebagai seorang pengkaji sejarah, Harun sendiri memandang kenaikan dirinya sebagai sebuah contoh keagungan yang telah ditakdirkan. Hal ini diperkuat oleh pengetahuannya tentang Islam dan kebangkitannya yang tampak tidak mungkin.

Seiring dia menyelisik wilayah yang diwarisinya, di bawah bimbingan sekelompok guru terpilih, dia menyerap kisahnya nan agung dan kejayaan serta kekuasaan kini ada dalam genggamannya.
Inilah rumah gadang, tempat dimana saya dilahirkan 41 tahun yang lalu, rumah ini telah berusia lebih dari 80 tahun

Diantara dua gunung, Marapi dan Singgalang

Nah, ini dia mangundang salero,... makan dulu yuk...

Suasana ruang kerja saya, ma'af bila agak berantakan

Taushiah dan Zikir Akbar oleh Al-Ustadz Marva Edison dalam rangka Halal bi Halal Anak Nagari Kapau, "...kampuang ambo banamo Gantuang Ciri, tapi mohon kapado jama'ah jaan namo kampuang ambo tu ditambah huruf dibalakangnyo..." ujar beliau mengawali taushiahnya.

Penyambutan Bupati Agam pada acara Halal bi Halal Anak Nagari Kapau 11-08-2013

Jam Gadang Bukittinggi di suatu sore

Pemandangan Kota Bukittinggi dilihat dari Balingka

Rabu, 21 Agustus 2013

Human Right: Pembantaian Mesir Pembunuhan Terburuk dalam Sejarah Modern

Rabu, 21 Agustus 2013


New York - Lembaga pemantau hak asasi manusia internasional (Human Right Watch) mempublikasikan laporannya di laman hrw.org terkait pengusiran dengan pembantaian di kamp Rab’ah al Adawiyah dan Lapangan Nahdha di Kairo, Mesir.
Lembaga tersebut pun mengungkapkan, pembantaian itu merupakan pembunuhan terburuk dalam sejarah modern sebuah negara. Pasukan keamanan Mesir menggunakan kekuatan mematikan untuk mengusir aksi duduk pada 14 Agustus 2013.
Investigasi HRW melaporkan, keputusan untuk menggunakan senjata peluru tajam dengan skala besar sejak awal menunjukkan gagalnya penerapan kebijakan yang berdasarkan pengawasan internasional saat memutuskan untuk menggunakan kekuatan mematikan.
Padahal, tidak ada alasan berarti tentang adanya gangguan dari para pengunjuk rasa atau gangguan dari penggunaan senjata terbatas dari demonstran.
Kegagalan dari pemerintah untuk membuka ‘pintu keluar’ bagi keselamatan peserta aksi duduk, termasuk pengunjuk rasa yang cedera akibat tembakan dan membutuhkan perawatan medis adalah kekerasan serius dalam standar internasional.
Investigasi HRW berdasarkan dokumentasi dari tangan pertama, wawancara intensif dengan para pekerja kesehatan, dan Pusat Hak Ekonomi dan Sosial Mesir.
Jumlah korban tewas saat aksi duduk di Rab’ah Al Adawiyah melonjak dengan cepat dari 288 versi kementerian kesehatan bentukan militer, menjadi 377 korban tewas.
Dengan jumlah korban tewas yang terus bertambah setiap hari, HRW mendesak, penguasa militer Mesir harus menghentikan kebijakan instruksi penggunaan peluru tajam untuk melindungi gedung negara. Kebijakan tersebut, seharusnya hanya digunakan untuk melindungi nyawa seseorang.
“Penggunaan kekuatan mematikan yang tak bisa dibenarkan ini adalah kemungkinan terburuk penyebab situasi di Mesir hari ini, “ujar Joe Stork, Direktur HRW zona Afrika Utara dan Timur Tengah.
Berdasarkan keterangan dari Kementerian Dalam Negeri, jumlah korban tewas hingga 14 Agustus tercatat 638 jiwa. Termasuk 43 polisi. Terjadi baku tembak di kota dekat Kairo di Mohandessin dan sebuah serangan terhadap kantor polisi di Kerdassa yang menyebabkan 4 polisi tewas.
HRW pun mewawancarai saksi, pendeta, dan warga atas kejadian tersebut. Mereka menjelaskan setelah 14 Agustus 2013, milisi Islam radikal telah menyerang sembilan kota dan membakar 32 gereja.
Tiga hari setelahnya, terjadi bentrokan antara pasukan keamanan dan demonstran dari Ikhwanul Muslimin, juga pengunjuk rasa anti Ikhwanul Muslimin. Terdapat 173 korban tewas pada 18 Agustus, menurut data dari Kementerian Kesehatan. (rol)

Sumber: dakwatuna

"Syuhada Rabaa" Foto Pengantin Baru Paling Menyedihkan di Mesir Menurut Reuters

Rabu, 21 Agustus 2013


Foto diatas adalah salah satu syuhada diantara ribuan yang gugur pada pembantaian junta militer Mesir saat pembumihangusan Medan Rabi'ah Al-Adawiyah (14/8/2013). Dengan membawa mushaf, sang istri memeluknya untuk yang terakhir kali. Foto ini oleh Reuters disebut foto pengantin baru yang paling menyedihkan di Mesir.

Para syuhada telah menunaikan dan membuktikan janjinya dihadapan Allah, mereka hidup disisiNya dengan penuh kebahagiaan. Yang ditinggal pun tetap tegar dengan keyakinan bahwa kelak mereka akan dipertemukan kembali di jannahNYa.

Berikut, salah satu ungkapan istri syuhada, Asmaa Hussein, yang suaminya Amr Mohammed Kassem diantara ribuan syuhada Mesir. Gambarannya mirip dengan foto diatas...


Suamiku, Amr Mohamed Kassem kembali ke pangkuan Tuhannya pada usia 26 tahun.

Ia ditembak peluru tajam di dagunya hingga menembus leher. Ia gugur ketika mengikuti unjuk rasa di Alexandria, untuk menuntut keadilan bagi semua yang telah dibantai secara biadab oleh pasukan militer pada hari-hari dan pekan-pekan sebelumnya di seluruh penjuru Mesir.

Kemarin pagi aku pergi menuju ruang jenazah di rumah sakit terdekat di Alexandria untuk melihat Amr, sebelum ia dimandikan dan dimakamkan.

Ketika saya tiba di sana, banyak sekali orang menunggu di depan pintu untuk melihat anggota keluarga mereka yang juga terbunuh pada hari yang sama.

Teman-teman dan kerabat Amr juga berada di sana. Setelah menunggu beberapa lama, aku masuk ke dalam ruangan tempat Amr dibaringkan di atas meja, tertutup selimut panjang. Aku berdiri di sisinya dan membuka kain yang menutupi wajahnya, dan di sanalah ia, suamiku, kekasihku, rebah dalam dingin; padahal kurang dari 24 jam sebelumnya aku masih menyaksikan ia begitu bugar dan bahagia dan penuh senyum.

Lalu aku mencukur jambangnya, sebagiannya masih terasa lembut, sebagiannya lagi terasa kaku bersama simbah darah yang telah mengering. Hidungnya juga berdarah-darah dan ada goresan luka di sisi sebelah matanya, tapi ia begitu indah, bahkan sekalipun dalam kematian - bergeming seolah sedang tertidur. Lalu aku raba kedua bibir dan pipinya, dingin terasa.

Aku berdiri di sana agak lama, menatap wajahnya dalam-dalam, dan merasa seakan hatiku terlindas truk berulangkali. Aku tidak mau menangis keras-keras namun air mataku mengaliri pipi, dan aku lirihkan kepada kasihku

"Aku mencintaimu Amr. Aku tahu engkau selalu menginginkan gugur sebagai syahid, dan engkau telah memperoleh apa yang selalu engkau citakan, insya Allah, dan aku sangat bangga denganmu. Ya Allah ampunilah segala dosanya dan terimalah ia sebagai syuhada dan persatukanlah kami kembali di jannah-Mu kelak. Ya Allah sabarkanlah aku, karena aku tahu itulah waktu yang sudah Engkau tetapkan baginya, dan karena aku tahu bahwa dengan kehendak serta kasih sayang-Mu, ia hidup di sisi-Mu sebagai syahid."

Aku tidak beranjak seinchi-pun dari sisinya sampai aku merasa benar-benar siap. Aku bahkan tak tahu persis berapa lama aku berdiri di sana. Hingga kemudian, aku mencium pipinya dan mengatakan kepadanya bahwa aku akan bersua lagi dengannya insyaAllah, lalu aku menutup kembali wajahnya dan meninggalkan ruangan.

Dalam shalat Jenazah yang dilangsungkan setelah shalat Ashar, kulihat ada ratusan orang ikut serta - sahabat-sahabatnya, teman-temannya semasa sekolah, dan sanak famili.

Ia merupakan sosok yang dicintai banyak orang. Semuanya basah oleh air mata, kata-kata baik terungkap, dan orang-orang mengatakan syukur alhamdulillah karena Allah SWT telah menjemputnya dengan cara kematian terbaik di muka bumi ini.

Kami bersama menshalati dan mendoakannya. Kemudian aku beranjak keluar menyaksikan kerumunan ratusan orang membopong tubuhnya yang terbalut kafan menuju ke pemakaman. Para muslimah tidak ikut, kami menunggu hingga ia dimakamkan dan doa dipanjatkan. Setelah beberapa waktu, ibundanya, aku, dan kerabatnya yang perempuan berjalan hendak keluar menuju pemakaman ke tempat ia dikuburkan.

Namun tiba-tiba aku menyadari orang-orang di sekitarku berteriak kepadaku untuk pergi, lari melalui pintu samping. Aku tidak mengerti apa yang terjadi saat itu tapi seketika mulai terdengar desing keras di belakangku, batu-batu dilemparkan ke arah kami, dan orang-orang berteriak agar para perempuan segera lari.

Maka aku lari dan berlari tanpa menoleh ke belakang. Ketika berlari itu, aku terkena sebongkah batu besar di bagian pipi, tapi alhamdulillah, teman-temannya Amr melihatku dan menyuruhku untuk berlari di depan mereka sehingga mereka berada di belakangku dan menjaga agar tidak terjadi apa-apa terhadapku.

Gerombolan orang yang menyerang kami itu ialah berandalan preman yang sebelumnya mendengar kabar bahwa di sana ada pemakaman anggota Ikhwanul Muslimin (padahal suamiku bukan anggota Ikhwanul Muslimin, ia semata pria relijius yang meyakini adanya haq dan bathil). Banyak orang terluka, diantaranya terkena luka tusukan, tetapi sejauh yang saya tahu, Alhamdulilah tidak ada korban jiwa.

Sebegitu bencinya gerombolan preman itu, bahkan dalam proses pemakamanpun mereka menyerang kami.

Namun kebencian mereka tak berarti apa-apa bagiku, jika musuh Allah membenci anda, maka itu adalah tanda bahwa Allah ridho, kita di jalan yang benar.

Wahai kawan, hatiku serasa sakit dan aku tak tahu bagaimana hati ini bisa begitu sakit. Aku merindukannya setiap kali aku terjaga dan mimpi tentang dia ketika aku tertidur. Dia adalah suami terbaik dari seorang wanita. Dia tak  pernah berharap banyak, dia sangat baik, murah hati, lembut dan penuh kasih, tetapi juga kuat dan berani.

Bajunya masih terpaku pada kait di kamar kami, seolah-olah dia akan berjalan melalui pintu dan mengganti bajun piama sebelum dia tidur. Temannya memberi saya dompet Amr dan ponsel, tapi hadiah pernikahan yang hilang,  masih tidak tahu di mana itu.

Namun melalui semua ini, aku tidak bisa mengatakan apa-apa kecuali Innalillahi wa inna ilayhi raji'un, dan terus berdoa untuknya.

Aku menolak untuk meratap dengan dengan protes kepada-Nya "mengapa" Ia membawanya atau berpikir "kalau saja dia tidak pergi ke protes pada hari Jumat, ia akan hidup."

Tidak, itu sudah takqdir bagi Amr untuk kembali ke Allah, aku tahu bahwa di luar bayangan keraguan. Dan meskipun aku berharap aku punya lebih banyak waktu dengan dia di dunia.

Aku dengan tulus berharap untuk bersatu kembali dengannya dan menjadi istrinya, jika Allah mengijinkanku, di surga. Dalam jannah waktu tidak berakhir, tidak ada takut terpisah dari orang yang Anda cintai. Aku percaya dengan setiap inci, bahwa cinta kita benar-benar cinta yang bisa bertahan dari dunia ini ke dunia berikutnya.


Ya Allah, Engkau persatukan kembali Musa dengan ibunya setelah dia menempatkannya di sungai, ya Allah persatukan kembali Yaqoub dengan anaknya tercinta Yusuf setelah bertahun-tahun berpisah. Ya Allah Engkau lah yang mampu menyatukan hati kami kembali di akhirat nanti.

Semalam setelah kami pulang, aku menerima telepon dari seorang teman kerabat - seseorang yang telah menyaksikan pertama kali apa yang terjadi pada Amr setelah dia ditembak.

Dia mengatakan kepada kami bahwa pada kejadian itu Amr tidak langsung meninggal, dia masih hidup untuk beberapa saat. Tangan kirinya memegang dagunya di mana peluru itu masuk, dan jari telunjuk kanannya naik, dan dia berkata dengan jelas "Ashhadu anna la illaha ilAllah, wa ana ashhadu Muhammadun Rasulullah" dan ia memiliki senyum lebar di wajahnya, seolah-olah itu adalah hari pernikahannya.


Wahai kawan, kata-kata dorongan tidak begitu saja. Aku tak punya apa-apa selain cinta dan hormat untuk Anda semua, dan sekarang aku tahu jauh lebih banyak daripada sebelumnya bahwa sebagai umat Islam, meskipun kami memiliki kesalahan dalam komunitas kami, ketika kami bersama dan bersatu, kita benar-benar menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan.

Dukungan cinta dan doa telah menyentuhku. Aku pasti akan perlu doa dan dukungan ketika aku kembali ke Kanada insyaAllah.

Aku memohon kepada Allah semoga tetap dikuatkan di jalan-Nya dan tidak menyimpang dari jalan-Nya, demi aku, anak-anak dan juga demi Amr - untuk menghormati dia di jalan yang Allah yang telah meridhoinya.

Ya habibi ya Amr... Duhai kekakasihku Amr... Kuberharap bahwa sekarang jiwamu berada dalam burung hijau dan terbang ke Jannah-Nya, makan dan minum dari ketentuan dan dekat kepada Allah, di mana kau tidak akan pernah meneteskan air mata lagi atau pernah merasa rasa kehilangan atau penderitaan.

Kau adalah cintaku di dunia ini dan insyaAllah setelahnya, kau ada di hatiku selalu, Doa-doaku akan terus teriring untukmu.

Asmaa Hussein