Peta Nagari Kapau Zaman Kolonial Belanda |
Oleh: Zulfadli, SH,MK
Apabila mendengar nama Kapau, umumnya tidak
ada orang yang tidak mengenal nama yang satu ini. Maka ingatan orang akan tertuju
kepada Nasi Kapau yang sudah terkenal itu dan memang berasal dari Kapau,
Kapau adalah sebuah nagari yang terletak di sebuah dataran agak rendah, berjarak lebih kurang enam kilometer dari pusat kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat. Sebuah nagari (desa)
kecil yang penduduknya tidak seberapa. Karena sebagian besar penduduknya pergi merantau ke seluruh
nusantara bahkan ke mancanegara.
Mungkin barangkali salah satu sebab nagari ini
ditinggal warganya pergi merantau adalah karena faktor wilayahnya yang kecil
dan sangat sulit untuk dikembangkan. Tapi disamping itu juga jiwa dagang atau
manggaleh sebagian warganya, yang sekarang lebih kerennya disebut dengan jiwa
business. Disamping itu apabila kita menengok lebih dekat ke daerah Kapau itu
sendiri, maka warganya bukan berdagang saja tapi banyak juga yang bertani atau
menjadi petani di kampung karena sawah dan ladang luas-luas. Sehingga tidak
mengherankan banyak orang luar daerah Kapau yang berdatangan ke sini karena
tergiur untuk menggarap sawah ladang yang bagus-bagus.
Alhasil penduduk luar yang berdatangan tersebut
mendominasi penggarapan sawah yang ada di Kapau dibandingkan penduduk Kapau
asli. Bahkan ada yang telah berdomisili di Kapau sejak puluhan tahun lalu.
Namun ada suatu aturan adat yang sudah diwarisi
turun temurun yaitu ”Dilarang menjual tanah atau sawah ke warga luar nagari
Kapau”, dan aturan ini sampai sekarang masih dipegang teguh, meskipun aturan
ini ada kelebihan dan kekurangan tapi terlepas dari itu semua, anak nagari
Kapau harus berbangga karena adat istiadat, sosial budayanya masih murni dan
utuh. Kemudian orang yang datang dari luar hanya sekedar berdomisili dengan
cara menumpang tinggal dan menggarap tanah yang ada di Kapau dan kiranya itu
sudah cukup dan tidak ada persoalan yang mengemuka.
Disini kita tidak membedakan apakah dia itu orang
Kapau asli atau bukan, kita hanya menyebut warga Kapau, selagi dia berada di
Kapau, tinggal dan mencari makan di Kapau maka rasanya tidak perlu dipersoalkan
asal usulnya karena mereka adalah aset untuk kemajuan nagari. Tinggal lagi
bagaimana warga Kapau ini memiliki karakter yang dapat dibanggakan.
Alhamdulillah selama ini interaksi sesama warga Kapau terjalin dengan baik dan
aman, begitu pula dengan warga perantauan.
Ketika melihat aktivitas warga Kapau, saya
berkesimpulan ada suatu ciri khas yang dimiliki warga Kapau yaitu rasa
kebersamaan dan kekeluargaan. Kemudian partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, mungkin itu sangat umum tapi boleh dikatakan tidak ada gejolak
ketidakpuasan yang dilampiaskan dalam bermacam bentuk seperti aksi massa dan
sebagainya, sehingga tidak ada hal-hal yang berujung unjuk kekuatan, anarkhisme
dan sebagainya sebagaimana yang terjadi di daerah-daerah lain misalnya. Inilah
yang patut disyukuri.
Disamping itu budaya merantau yang sudah diwarisi
turun temurun sejak nenek moyang, mulai merantau secara regional, nasional
kemudian internasional. Sehingga sebagian besar warga Kapau (lebih kurang 75 %)
adalah perantau, mereka merantau ke seluruh pelosok Nusantara bahkan sampai ke
negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura. Dan tidak mengherankan pepatah
yang mengatakan ”Karatau madang di hulu, babuah babungo balun, ka rantau bujang
dahulu, di rumah paguno balun”, Karatau madang di hulu, berbuah berbunga belum,
ke rantau bujang dahulu, di rumah belum dibutuhkan. Maksudnya seorang pemuda
minang itu disuruh untuk merantau mencari ilmu atau merubah nasib agar sukses,
setelah sukses diharapkan membangun kampung.
Suatu keunikan budaya merantau urang (orang)
Kapau, dan juga orang Minang pada umumnya adalah sifat merantau yang tidak
melupakan kampung halaman. Sehingga berapapun jauh dan lamanya merantau masih
timbul keinginan untuk pulang kampung, minimal satu kali satu tahun, atau
paling tidak masih mengirimkan bantuan ke sanak saudara di kampung. Disamping
itu mereka umumnya masih mempertahankan adat istiadat atau kebiasaan-kebiasaan
di rantau meskipun telah berbaur dengan suku atau bangsa lain.
Orang Kapau baik yang berada di kampung maupun
yang berada di perantauan adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama
lain. Meskipun jarak memisahkan tetapi hati mereka adalah satu. Ini dapat
dibuktikan peranan perantau dalam membangun kampung berupa sarana dan prasarana
dan semangat gotong royong rang kampuang yang masih ada, minimal di kampung
masing-masing. Namun hal ini perlu ditingkatkan dan dikoordinir di tingkat
nagari, maka perlu bukti-bukti nyata dari pemerintah nagari dalam mengkordinir
pembangunan yang ada di nagari Kapau itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar