Senin, 26 November 2012 03:21 |
“Duduaklah
pak, buk, a sambano pak, buk,”sapa seorang pelayan dengan ramah kepada
sepasang suami istri yang memasuki rumah makan nasi kapau Uni Lis di
Pasar Atas Bukittinggi Sabtu (24/11) siang.
”Jo tunjanglah, tu tambunsu ciek” jawab bapak itu
sembari mengamati deretan baskom berisi aneka sambal dan gulai pada
etalase bertingkat.
Lalu dengan sigap, menggunakan sanduak
bertangkai panjang si pelayan menyiapkan pesanan pengunjung. Sepasang
suami istri itupun makan dengan lahapnya, tak lama berselang mereka
meminta tambah, “tambuah duo, agiah kuah cancang stek” pesan mereka.
Memang pengunjung yang makan di rumah makan nasi kapau jarang yang tidak batambuah karena rasa masakannya enak dan merangsang selera makan.
Cita rasa nasi kapau yang enak itu bukan saja sesuai
bagi selera orang awak Minang, tetapi juga oleh selera orang dari
berbagai etnis di tanah air dan negara jiran.
“Orang dari luar, termasuk para pejabat tinggi dari
Jakarta kalau ke Bukittinggi sering mampir ke sini, mereka kalau makan
juga batambuah” kata Uni Lis pengusaha rumah makan itu.
“Bagi kami orang Kapau yang berjualan nasi,
mempertahankan rasa masakan sesuai dengan aslinya merupakan kewajiban
dan prioritas, disamping mempertahankan ciri khas penyajian” ulas
Uni Lis yang mengaku telah berjualan nasi kapau bersama orang tuanya
sejak awal tahun1970 di Bukittinggi.
Kala itu, sebelum Pasar Atas terbakar penjual nasi kapau
di Kota Bukittinggi baru 7 orang, mereka berjualan di Pasar Lereng.
Kemudian seiring dengan perkembangan kota jumlah penjual nasi kapau
terus bertambah, kini jumlahnya telah mencapai puluhan orang, tersebar
di berbagai tempat dalam Kota Jam Gadang itu, namun pusat “kerajaan”
nasi kapau tetap di Pasar Lereng. Sementara pada kota-kota lain di
tanah air bahkan di Malaysia dan Brunei penjual nasi kapau juga semakin
banyak.
Masakan khas nasi kapau yang digemari banyak orang itu
antara lain, gulai tunjang, pangek ikan, dendeng, tambunsu atau usus
sapi yang di dalamnya diberi telor campur tahu, cancang, gajeboh, tidak
ketinggalan gulai cubadak,kacang panjang, rabuang, kamumu, lobak serta
kalio jariang.
Kuah gulai masakan kapau sedikit encer dan kurang
santan, rendah kolesterol, selalu menggunakan bumbu kunyit dan cabe,
sehingga warnanya kuning ke merah-merahan.
Kuah gulai merupakan salah satu ciri khas penyajian nasi
kapau. Biarpun pengungjung memesan nasi dengan dendeng yang kering,
nasi tetap dikuahi.
Disebutkan Uni Lis, pasar utama nasi kapau adalah pasar
yang ada di kota Bukittinggi. Pada awalnya nasi kapau dijual di Los
Lambuang depan Jam Gadang, kemudian pada ruangan terbuka di Pasar
Lereang.
Di Pasar Lereang itu orang kapau berjualan nasi di bawah
payung besar yang memiliki tempat duduk sederhana, rak atau etalase
bertingkat tempat baskom berisi aneka macam sambal dan gulai, sanduak
panjang dan yang berjualan semuanya ibuk-ibuk. Kondisi demikian
merupakan “trade mark-nya” nasi kapau.
Digunakannya rak bertingkat tempat memajang aneka samba
bertujuan untuk menghemat ruangan yang sempit disamping untuk
memudahkan pengunjung memilih samba yang disukainya, sedangkan sanduak
bertangkai panjang berfungsi memudahkan pelayan mengambil sambal
pesanan pegunjung.
Tetapi kini payuang besar terbuat dari kayu dan atap
kertas dibungkus plastik itu tidak ada lagi di Bukittinggi, penjual nasi
kapau berjualan sudah pada ruangan tertutup berupa los yang dibangun
pemerintah kota seperti yang di Pasar Lereang, bahkan ada yang telah
memiliki rumah makan sendiri berukuran besar seperti halnya rumah makan
lain, hanya saja untuk membedakan di rumah makan itu ditulis “nasi
kapau”.
Ciri pelayanan nasi kapau yang masih bertahan walaupun
tempatnya pada ruangan megah adalah, pelayannya selalu perempuan dan
menyapa dengan ramah serta menanyai pengunjung terlebih dahulu megenai
makanan yang akan dipesan, bukan pengunjung yang memesan makanan
terlebih dahulu seperti halnya pada rumah makan biasa.
Cobalah masuk ke rumah makan nasi kapau, barusan di
pintu masuk Anda akan disapa pelayannya dengan sapaan dalam logat khas
rang Agam, “duduaklah pak, ibuk, uda, uni, a sambano pak, ibuk, uda,
uni”.
Cuma yang menjadi masalah, kini banyak juga rumah makan
atau warung nasi kapau palsu, dimana sipenjual maupun masakanya bukan
dari kapau, dan standar masakannya berbeda dengan masakan kapau.
Sedangkan di rumah makan itu dipajang juga tulisan “rumah makan nasi
kapau”. Kendati demikian orang kapau tidak dapat berbuat apa-apa karena
masakan kapau yang berciri khas itu belum dihakpatenkan.
Kapau salah satu nagari dari 3 nagari yang ada di kecamatan Tilatang
Kamang Agam, terletak di sebelah utara pinggiran kota Bukittinggi,
berpenduduk sekitar 3 ribu jiwa dengan mata pencarian utama bertani dan
ibu-ibunya memiliki kepandaian memasak aneka jenis samba dan gulai. (Kasra Scorpi) |
Minggu, 25 November 2012
Nasi Kapau Bertahan dengan Rasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar